Terkadang para pebisnis pemula tidak yakin dalam menggalang dana dari para investor dan atau takut menginvestasikan dananya dalam usaha mengembangkan bisnisnya karena tidak yakin bagaimana memprediksi bisnis kedepannya khusunya pada aspek keuangan bisnis. Ketidakyakinan dan ketakutan tersebut memang lumrah akan tetapi hal tersbut bisa dikalahkan jika para pebisnis mengenal dan mengerti akan perencanaan dan proyeksi kondisi keuangan yang akan sangat membantu membuktikan kepada para investor atau pada diri pebisnis tersebut bahwa ide bisnis yang dimiliki akan berkembang kedepannya.

Langkah dalam Proyeksi keuangan dapat dimulai dari proyeksi penjualan, proyeksi anggaran biaya, menghitung asset dan hutang bisnis beserta besaran bunga pinjaman, pengembangan laporan arus kas, proyeksi pendapatan dan aliran kas, analisis titik impas/break even point (BEP) dan terakhir adalah penilaian kelayakan investasi.

Proyeksi penjualan yang selama ini dilakukan biasnya dengan pendekatan top-down (Mengambil angka pangsa pasar yang diketahui saat ini dan kemudian mengasumsikan persentase pangsa pasar yang akan ditempati perusahaan) atau pendekatan bottom-up (Mengambil data berdasarkan pelanggan aktual, dengan fokus pada asumsi penjualan, pengeluaran, dan margin keuntungan tertentu untuk setiap produk dan layanan). Tidak salah jika para pebisnis menggunakan pendekatan top-down akan tetapi pendekatan ini hanya bisa memperkirakan ukuran pasar dan tidak bukan untuk memperkirakan pendapatan sehingga pendekatan bottom-up yang sebaiknya digunakan karena memungkinkan kamu menggabungkan minat awal dari para pelanggan potensial sehingga angka perhitungan kasar yang masuk akal bisa digunakan untuk menunjukkan pertumbuhan tiap kategori pelanggan dalam mengkonsumsi produk kita dan membantu Anda untuk menetapkan penjualan, produksi, dan tujuan perekrutan untuk mengalokasikan sumber daya ke barang-barang tertentu sesuai tujuan Anda.

Proyeksi anggaran diperlukan untuk memprediksi berapa besar anggaran keuangan yang dipergunakan dalam kegiatan opersional dalam suatu bisnis. Dalam proyeksi anggaran ini, pebisnis harus dapat memperkirakan biaya produksi (biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi barang atau jasa), biaya variabel operasional (biaya yang berubah mengikuti aktivitas bisnis), biaya tetap operasional (biaya yang terus dikeluarkan atau harus dibiayai perusahaan meski operasional perusahaan tersebut berhenti) dan biaya penyusutan dari suatu asset tetap yang dimiliki. Dalam proyeksi anggaran ini perlu diperhatikan tentang faktor inflasi di suatu negara dimana bisnis ini beraktivitas. Inflasi sangat berhubungan dengan pertumbuhan biaya produksi sehingga dapat mempengaruhi kenaikan harga kebutuhan produksi di masa yang akan datang sehingga perkiraan anggaran biaya yang dibuat mendekati anggaran biaya riil di masa yang akan datang.

dilanjutkan ke artikel MENJADI “PERAMAL” KEUANGAN BISNIS YANG HANDAL (PART 2)