Gedung Menteng 31 yang saat ini lebih dikenal sebagai Gedung Joang 45, Jakarta menyimpan kisah heroik aksi para pemuda progressif yang berkontribusi besar terhadap kemerdekaan Indonesia. Gedung yang mulanya Hotel Schomper I ini beberapa kali beralih fungsi, sampai akhirnya saat masa pendudukan Jepang, gedung ini oleh pemuda-pemuda radikal seperti Adam Malik, Sukarni, Chaerul Saleh, dan A.M. Hanafi, dijadikan sebagai sebagai asrama Angkatan Baru Indonesia.

Di Gedung Menteng 31, para pemuda merancang berbagai aksi dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Para pemuda pergerakan pada waktu menggunakan gedung Menteng 31 sebagai pusat kegiatan menuju kemerdekaan, termasuk salah satunya adalah rencana ‘menculik’ Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok supaya segera memproklamasikan kemerdekaan.

Ben Anderson dalam Revoloesi Pemoeda (2018) mencatat bahwa Asrama Menteng 31 diisi orang-orang gerakan bawah tanah. Terdapat tokoh-tokoh pergerakan seperti Mr Muhammad Yamin, Mr Amir Sjarifuddin dan Mr Sunario, tercatat pernah memberi ceramah di asrama ini. Disamping ketiga tokoh-tokoh ini, kursus-kursus politik bagi pemuda di Asrama Menteng 31 menurut keterangan AM Hanafi (1997) juga diberikan oleh tokoh besar seperti, Sukarno, Hatta, Mr. Subardjo, Dr. Muwardi, Sanusi Pane, Ki Hadjar Dewantara (Menteng 31, Membangun Jembatan 2 Angkatan, hlm. 10).

Kursus politik ini menjadi bekal bagi para pemuda sebelum melakukan aksi dan gerakan politik di masa berikutnya. Sebagai gambaran, AM Hanafi menceritakan bahwa di dalam Asrama Angkatan Baru Indonesia ini dibagi dua bagian. Bagian A, sejumlah 50 orang dipilih untuk tinggal di asrama dengan makan ditanggung. Bagian B, seluruhnya berjumlah 70 orang dan tidak tinggal di asrama. Pembagian ini dilakukan karena kapasitas asrama terbatas. Bagi yang tinggal di dalam gedung asrama mereka dibagi menjadi beberapa grub dan diberi tugas untuk bidang sosial-politik beserta tugas lapangan, mereka diarahkan untuk meriset langsung kondisi sosial politik dari sudut-sudut wilayah Jakarta.

Bahkan sejak 1943, Pemuda Menteng 31 mengorganisir Barisan Pelopor, yang intinya dijadikan pengawal Sukarno sebagai Ketua Poetera (Poesat Tenaga Rakjat). Di Asrama Menteng 31 ini, pernah terbentuk kelompok antifasis bernama Gerakan Indonesia Merdeka (Gerindom), yang salah satu anggotanya adalah DN Aidit. Di Menteng 31, Aidit bergiat di Barisan Pelopor yang kelak berubah nama jadi Barisan Banteng. Selain Hanafi, Chaerul Saleh, Sukarni dan Aidit, ada juga MH Lukman, Subadio Sastrotomo, Adam Malik dan BM Diah (Slamet Muljana, Kesadaran Nasional, Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan, Jilid 2, hlm 28-29).

Usai Proklamasi Kemerdekaan, berbagai aksi digagas oleh 11 tokoh pemuda di gedung ini melalui Komite Van Aksi yang dibentuk pada 18 Agustus 1945. Mereka antara lain Sukarni, Chaerul Saleh, A.M. Hanafi, Wilkana, Adam Malik, Pandu Kartawiguna, Armunanto, Maruto Nitimihardjo Kusnaeni, dan Djohar Nur. Mereka kemudian mendesak kepada pemerintah agar dibentuk KNIP, PETA, dan Heiho menjadi Tentara Rakyat Indonesia (TRI), serta pembentukan beberapa organisasi pemuda seperti, Barisan Pemuda, Barisan Buruh, dan Barisan Tani. Komite ini pun memprakarsai terjadinya peristiwa Rapat Raksasa Ikada yang bertujuan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa Indonesia sudah merdeka.