Untuk menghadapi tantangan hidup yang semakin kompleks dan bervariasi dibutuhkan keterampilan memecahkan masalah yang memadai. Sebaiknya keterampilan memecahkan masalah ini dibina sejak usia muda agar setelah dewasa keterampilan ini sudah matang. Pembinaan problem solving skills (keterampilan memecahkan masalah) dapat dilakukan dengan mengikuti kegiatan constructive learning. Constructive learning merupakan pendidikan berorientasi kekaryaan dengan filosofi learning by making (belajar dengan membuat). Aktifitasaktifitas yang berorientasi kekaryaan tersebut ada bermacam-macam diantaranya adalah konstruksi LEGO, robotic, pemrograman komputer dan melukis. Scratch programming sebagai salah satu aktifitas kekaryaan mempunyai nilai lebih karena selain membangun problem solving skills, aktifitas ini juga memperkenalkan secara dini logika dan matematika.

Gambar 1. Scratch Programming

 

Scratch sebagai salah satu bahasa pemrograman untuk pemula dibandingkan yang lain. Dengan Scratch pemrograman dapat dibuat secara mudah dengan memakai konsep blok pemrograman yang dapat di click drag dan drop, jadi pemrogramannya menjadi mirip menyusun blok-blok konstruksi LEGO, karena sangat mudah bahkan anak berusia 8 tahun pun sudah mulai bisa melakukan pemrograman komputer. Scratch merupakan bahasa pemrograman tingkat pemula yang dikhususkan untuk membuat animasi, musik, cerita kartun, dan bahkan games.

Filosofi dari Scratch adalah Learning is best when learning is fun (Belajar itu paling baik kalau menyenangkan). Scratch bertujuan agar anak-anak dan remaja (9-16 tahun) dapat belajar logika dan matematika secara menyenangkan. Karena sifat Scratch yang Hard fun (sulit tapi menyenangkan) tanpa terasa anak-anak dan remaja sudah mempelajari problem solving skills . Selain itu anak-anak dan remaja diperkenalkan dan dibangkitkan minatnya terhadap logika dan matematika. Melihat hasil karya anak-anak dan remaja dengan menggunakan Scratch, kita biasanya kagum karena dengan usia yang masih muda mereka bisa sangat kreatif dalam berkarya.