Nilai-nilai budaya secara sporadic sering terungkap pada tingkat leksikal [1]. Misalnya, konsep dalam bahasa Jawa yang membagi bahasanya menjadi beberapa tingkatan. Sebutan untuk orang kedua contohnya ada kowe, sampeyan, atau panjenengan. Artinya, hal tersebut menyiratkan nilai kesantunan dari bahasa Jawa. Dalam bahasa Indonesai ada kata Anda. Kata tersebut awalnya hanya digunakan untuk menyapa “orang kedua yang tak Nampak”, seperti penulis yang menyapa pembacanya dalam tulisan mereka. Namun, seiring dengan berkembangnya zaman, kata Anda sudah digunakan oleh wartawan untuk menyapa seorang menteri [1].  Penjelasan tersebut memberikan pengertian bahwa antara budaya dan bahasa memeliki keterkaitan.

Relativitas bahasa dan budaya ini perlu diperhatikan khususnya ketika kita belajar bahasa asing. Misalnya, penggunaan salam waktu. Dalam bahasa Indonesia, ada ungkapan “selamat malam” dan di bahasa Inggris ada “good night” dan “good evening”. Apakah bisa kita menerjemahkan langsung seperti ungkapan “tidak apa-apa” menjadi “no what-what”. Hal itu juga berlaku dengan ucapan salam “selamat malam”. Ucapan salam “good night” dan “good evening” digunakan bergantung apakah kita baru bertemu atau berpisah [2].  Jangan sampai ketika menggunakan ucaoan tersebut kita tidak mengetahui konteks penggunaan yang tepat, pasti akan jadi lucu karena tidak sesuai budaya di mana bahasa tersebu digunakan.

Kesalahpahaman penggunaan bahsa biasa juga disebut transfer negatif dalam belajar bahasa. Hal tersebut juga berlaku dalam bahasa antar daerah di Indonesia. Misalkan kata “pacul”, di daerah Banjar kata tersebut berarti lepas sementara dalam bahasa Jawa kata “pacul” dimaknai sebagai cangkul. Alat untuk menggali tanah atau bercocok tanam. Masih banyak contoh lain mengenai pentingnya memahami hubungan budaya dan bahasa. Oleh sebab itu, negara kita beruntung memiliki bahasa persatuan bahasa Indonesia yang benar-benar menjembatani perbedaan. Dari perbedaan bisa menjadi satu kesatuan. Pesan bagi para mahasiswa dan pelajar agar terus semangat menjaga dan bangga menggunakan bahasa Indonesia.

Daftar Rujukan

[1] A. E. Kadarisman, Mengurai Bahasa Menyibak Budaya: Bunga Rampai Linguistik, Puitika, dan Pengajaran Bahasa, Malang: UIN-Maliki Press, 2010.
[2] A. E. Kadarisman, “Relativitas Bahasa dan Relativitas Budaya,” Linguistik Indonesia, pp. 151-170, 2005.