Hasil pemilihan serentak kepala daerah pada tanggal 9 Desember 2020 yang lalu menorehkan sejarah baru dalam perpolitikan Indonesia. Sejarah baru yang dimaksud adalah terpilihnya anak-anak muda/ berjiwa muda menjadi kepala daerah. Walikota Surabaya terpilih, walikota Solo, dan walikota Medan menunjukan sebuah realita bahwa para pemuda merupakan harapan baru untuk memimpin Indonesia pada arah yang lebih baik. Di tengah tantangan besar bangsa kita yang saat ini dihantam oleh pandemi harapan besar diletakkan pada pundak mereka agar kehidupan bersama berangsur pulih. Kerja keras dan ide kreatif mereka sangat diharapkan. Sebagai bagian dari generasi yang hidup di zaman 4.0 para pemimpin muda ini harus membawa perubahan yang lebih baik sesuai dengan roh zamannya.
menjadi pemimpin pada usia yang sangat muda bukan tanpa tantangan, reaksi perlawanan seringkali datang dari golongan yang mencintai kemapanan dan tak mau mengambil resiko. Para pemimpin milenial dicibir karena yang dinilai adalah pengalaman dalam memimpin. Golongan pencinta status quo ini pada umumnya adalah mereka yang memimpin dengan gaya ortodoks dan cendrung menyelaraskan gaya kepemimpinannya dengan regulasi yang ada. Tiidak mau membuat perubahan. Dengan kata lain aspek yang kurang dari mereka adalah terobosan yang menjawab tuntutan zaman. Bangsa kita saat ini diterpa oleh aneka masalah yang multidimensi. Korupsi, kolusi dan nepotisme yang merajalela, mental menerabas, konflik antaragama yang ditandai pembakaran rumah ibadah, kehilangan kebebasan berekspresi dan lain sebagainya. Pemimpin yang tidak cepat tanggap terhadap persoalan ini akan membawa serta masalah sosial baru yang lebih kompleks.
Jika sejenak menengok sejarah, pesimisme terhadap pemimpin milenial/kaum muda hendaknya dibuang jauh. Sumpah pemuda yang menjadi tonggak sejarah nasionalisme Indonesia digagas oleh idealisme para pemuda yang hidup di bawah todongan senjata pemerintah kolonial. Di awal masa reformasi kaum muda yang menggoyang kemapanan Orde Baru sukses membawa kita para era demokrasi yang maju seperti saat ini.pada pundak para pemimpin muda ada harapan yang harus dibarengi kerja keras. Keterpilihan para kepala daerah yang usianya muda menunjukan betapa masyarakat/rakyat sebagai pemegang kedaulatan memiliki ekspektasi yang tinggi akan sebuah perubahan yang positif. Pilihan kepada pemimpin muda ini adalah sebuah ‘perjudian’. Satu-satunya fondasi yang membuat rakyat percaya adalah harapan.
Dalam era yang serba menggunakan media digital saat ini, sesungguhnya rakyat sudah paham bahwa pemimpin masa depan adalah pemimpin yang mampu mengusai teknologi serta menggunakan teknologi untuk memberdayakan masyarakatnya. Mereka dipilih oleh masyarakat karena ada harapan yang besar akan kemajuan dan kemakmuran. Harapan itu tidak ditulis pada sebuah kertas kosong tetapi melalui penjabaran visi-misi pemimpin. Ketika harapan itu menemukan visi dan misi yang tepat dari para pemimpin milenial maka masyarakat tak ragu lagi untuk menentukan pilihan. Apalagi dengan tuntutan zaman yang serba canggih dan menuntut keterampilan yang sepadan. Ekosistem digital akan selangkah lebih dekat realisasinya jika kaum muda menjadi operatornya. Oleh karena itu pemimpin milenial adalah jawaban yang tepat terhadap tuntutan zaman.
Tidak ada yang salah dengan keterpilihan para pemimpin milenial melalui pemilu serentak. Ini bukanlah sebuah blunder demokrasi tetapi optimisme akan perubahan yang menggebu. Fenomena ini merupakan fakta sejarah yang harus diterima bahwa pemimpin milenial adalah dia yang akan selalu mobile dan energik serta selalu mempunyai waktu untuk melayani semua orang yang dipimpin. Tuntutan terhadap pemimpin muda kiranya bukan hanya soal penguasaan teknologi tetapi lebih dari itu adalah kemampuan memanajemen segala factor yang menunjang kepemimpinannya. Pemimpin muda dan visioner di setiap daerah sejatinya sangat diperlukan untuk mengolah aneka sumber daya agar tercapai kemakmuran lahir dan batin seluruh warga.