Gaya hidup adalah cara di mana perilaku seseorang didasarkan pada serangkaian minat, aktivitas, budaya, pendapat, atau karakteristik lain yang membedakan sekelompok orang dari yang lain. Terdapat empat kategori yang menjadi motivasi pembelian konsumen yang didasarkan atas lifestyle yaitu utilitarian purchases, indulgances, lifestyle luxuries, dan aspirational luxuries. Keempat hal tersebut yang membedakan gaya hidup konsumen dalam membeli produk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Konsumen biasanya akan memilih produk yang sesuai dengan gaya hidup mereka, sehingga dalam pencarian barang pun mereka akan mencari yang bisa mencerminkan diri mereka dan dapat menunjukkan bagaimana personality mereka dengan menggunakan barang tersebut. Konsumen yang tergolong didalam indulgences memiliki gaya hidup yang suka memanjakan dirinya, jadi tipe-tipe konsumen seperti ini sangat suka untuk berlama-lama di salon demi mendapatkan kesenangan emosional, beda halnya dengan konsumen yang tergolong dalam lifestyle luxuries yang lebih mengutamakan peranan prestise merek dari suatu produk.

Gaya hidup juga memiliki kaitan yang erat dengan personality konsumen dalam pemilihan suatu barang,terutama dalam hal fashion, sehingga kemudian dikenal istilah yang dinamakan shopping lifestyle, dimana ada golongan masyarakat tertentu saat ini kebanyakan sudah menjadikan shopping menjadi sebuah gaya bidup yang harus dipenuhi untuk menunjang kebutuhannya. Konsumen akan rela mengorbankan sesuatu demi memenuhi lifestyle dan hal tersebut bahkan dapat mendorong perilaku impulse buying (Japarianto, 2011).

Gaya hidup setiap individu berbeda-beda karena dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya tingkat pendapatan, demografis serta gender. Gaya hidup tersebut akan menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya dan bagaimana mereka membelanjakan uang yang dimiliki  untuk membeli sebuah produk yang sesuai dengan lifestyle.

Pada konteks ini, wirausahawan perlu mengenal dan memahami bagaimana lifestyle yang dianut konsumen potensialnya, mengetahui perilaku mereka dalam berbelanja sehingga akhirnya mendapatkan ide untuk memenangkan hati konsumen dan unggul dalam kompetisi.  Segmentasi gaya hidup dipercaya dapat memberi gambaran yang lebih utuh dan lebih kaya tentang berbagai segmen dalam populasi, dibandingkan bila hanya menggunakan data demografis saja. Gaya hidup yang merupakan pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lainnya sangat berkaitan dengan konsep diri dan dapat menjadi sumber informasi yang kompleks dan berbeda yang dipegang oleh seseorang tentang dirinya.

 

Sebagai contoh, belakangan ini kita dapat mengamati bahwa bukan hanya konsumen perempuan saja yang suka memperhatikan penampilannya, namun ternyata konsumen laki-laki juga sudah mulai memperhatikan penampilannya. Laki-laki saat ini juga sudah mulai memperhatikan bagaimana merawat muka dan rela meluangkan waktu untuk melakukan hair styling ataupun merawat kulit. Gaya hidup ini dikenal sebagai gaya hidup pria metroseksual. Mengapa dikatakan gaya hidup metroseksual? Karena mulanya tren ini dipicu oleh para artis, model, kalangan olahragawan, eksekutif muda, pengacara, bahkan diplomat yang berada di kota-kota besar. Umumnya konsumen laki-laki yang memiliki gaya hidup metroseksual ini adalah mereka yang memiliki pendapatan di atas rata-rata, dan royal dalam berbelanja. Hal ini membuka peluang bagi wirausahawan bidang fashion, skincare, kosmetik, dan layanan perawatan untuk mengembangkan pasar sasaran. Istilah metroseksual sendiri diperkenalkan oleh Mark Simpson, kolomnis fashion Inggris, pada tahun 1994 untuk menggambarkan kelompok anak muda berkocek tebal yang hidup di kota besar (metropolis) atau disekitarnya, sangat menyayangi bahkan cenderung memuja diri sendiri (narcisstic), serta sangat tertarik pada fashion dan perawatan tubuhnya.

Gaya hidup Achievers, merupakan contoh lain dari perkembangan psikografis konsumen. Gaya hidup ini umumnya ditunjukkan oleh wanita karir dalam penggunaan kartu kredit untuk membeli barang. Achievers ini cenderung memiliki kontrol diri yang baik, namun sangat suka dengan barang-barang bermerek yang dapat menunjukkan kedudukan, atau pencapaian prestasi hidup mereka kepada orang lain.

Dengan mengenal bagaimana kondisi psikografis konsumen dilihat dari gaya hidupnya, wirausahawan dapat mengklasifikasikan konsumen ke dalam segmen pasar berbeda, merancang strategi pemasaran yang tepat, mengetahui bagaimana harus memposisikan produknya di benak pelanggan, dan memenangkan persaingan.