Proses dikukuhkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, tentu mengalami masa-masa yang tidak mudah dan tidak singkat. Proses tersebut diawali dengan rangkaian perjuangan sejak zaman kerajaan-kerajaan di seluruh Nusantara yang mulai menggunakan bahasa Melayu sebagai media komunikasi perdagangan antarbangsa dan penyebaran ajaran agama. Seiring masuknya bangsa Eropa ke Nusantara, pemanfaatan bahasa Melayu semakin meluas dan tidak terbatas pada kebutuhan perdagangan serta penyebaran agama. Semangat perjuangan serta sebagai penguat identitas bangsa, menjadikan bahasa Melayu Riau yang kelak dikukuhkan menjadi bahasa Indonesia, semakin sering digunakan di seluruh penjuru negeri dalam rangka perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. 

Perkembangan ejaan memiliki peranan penting dalam berkembangnya bahasa Indonesia. Pertama, Ejaan Van Ophuijsen yang digunakan sejak 1901 hingga 1947. KeduaEjaan Soewandi/Republik yang digunakan tahun 1947 hingga 1957KetigaEjaan Pembaharuan digunakan tahun 1957 hingga 1959. Keempat, Ejaan Melindo yang rencanannya digunakan sejak akhir tahun 1959, namun urung diresmikan karena situasi politik Indonesia dan Malaysia pada saat itu. Kelima, Ejaan LBK yang menggantikan ejaan Melindo pada tahun 1967 hingga 1972. Keenam, Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang diresmikan Presiden Soeharto pada tahun 1972 dan digunakan hingga 2015. Ketujuh, Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) yang diresmikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2015. Pada ejaan yang terakhir memiliki ciri khas yang membedakan dengan ejaan sebelumnya yaitu dengan munculnya bunyi-bunyi diftong seperti ai,ei,oi, dan au.   

Selain perkembangan ejaan, keberadaan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) juga tidak kalah pentingnya dalam hal penambahan kosakata baru hasil dari kata serapan, ragam cakapan, akronim, dan sebagainya. KBBI mengalami perkembangan hingga lima edisi sejak tahun 1988 hingga 2016. Selain membuat edisi cetak, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa juga membuat edisi daring, untuk memudahkan masyarakat dalam mencari arti sebuah kosakata bahasa Indonesia. Selain itu, dengan adanya versi daring tersebut, masyarakat dapat mengusulkan kosakata baru untuk dimasukkan ke dalam KBBI, tentu dengan berbagai tahapan yang akan dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia bersifat lentur dan mudah menerima pendapat yang baru 

Berkembangknya teknologi informasi, memengaruhi pula kekayaan bahasa Indonesia. Hal tersebut bisa dilihat pada saat KBBI edisi pertama tahun 1988 yang berjumlah 62.100 lema dan saat ini pada KBBI edisi kelima pada data April 2019 menjadi 110.538 lema. Pengaruh teknologi, hasil pemikiran baru, dan munculnya generasi Z menjadi alasan semakin kayanya kosakata bahasa Indonesia. Terdapat beberapa kosakata baru yang mendapatkan pengaruh tersebut dan sudah dimasukkan ke dalam KBBI, seperti (1) pansos, (2) mager, (3) julid, (4) gebetan, (5) maksi, (6) cie, (7) kepo, (8) kicep, (9) kece, (10) bokek, (11) doi, (12) nyokap, (13) bokap, (14) meme, (15) songong, (16) agan, (17) alay, dan (18) lebay. Delapan belas kata tersebut bisa kita sebut sebagai kata yang naik derajatnya. Kata yang semula  diucapkan pada komunitas tertentu, lalu sudah dimasukkan ke dalam KBBI sebagai kosakata baru.  

Selanjutnya, terdapat kata jablai yang sudah lama beredar, namun belum dimasukkan ke dalam KBBI dan kata anjay yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan oleh khalayak. Kata jablai menurut banyak masyarakat adalah akronim dari jarang dibelai. Hal tersebut bisa dipahami, ketika pada tahun 2006 terdapat lagu yang berjudul jablai dan merujuk pada akronim tersebut. Sama halnya dengan kata panjat sosial (pansos), malas bergerak (mager), makan siang (maksi), dan anak layangan (alay), maka jablai juga sudah seharusnya naik derajat masuk ke dalam KBBI karena memiliki sifat yang sama. Selain itu, bunyi diftong ai yang terdapat pada kata jablai sudah ada sejak Ejaan Van OphuijsenNamun hingga saat ini kata jablai belum dimasukkan ke dalam KBBI. Terakhir adalah kata anjay. Kata tersebut tergolong kata baru yang dimiliki oleh komunitas tertentu, dalam hal ini adalah komunitas anak-anak muda. Kata anjay sering diucapkan dengan berbagai tujuan, seperti umpatan, simbol keakraban ketika menyapa teman dekat, dan bentuk kekaguman terhadap sesuatu. Terlepas dari harus dilihat aspek morfologis, semantik, dan pragmatiknya. Keduanya layak naik derajat  menyusul delapan belas kata di atas ke dalam KBBI. Jika sudah dimasukkan ke dalam kamus, maka sisi positifnya adalah para pengambil kebijakan dapat menilai bahwa kata tersebut bermakna baik atau buruk jika diucapkan oleh sesorang atau komunitas tertentu.