Dinamika bisnis dan perubahan teknologi yang begitu cepat menuntut wirausahawan untuk terus mengembangkan inovasi, agar dapat dipandang lebih unggul dibanding kompetitor, dan selanjutnya diharapkan dapat mendorong pertumbuhan bisnis. Namun ada beberapa hal yang seringkali kurang diperhatikan dalam pengembangan inovasi.

  1. Tidak mengidentifikasi kebutuhan inti konsumen

Mengidentifikasi kebutuhan inti konsumen adalah langkah awal yang penting untuk dilakukan.  Namun, pengusaha cenderung melompat langsung ke ide-ide produk baru dan konsep aktual, cenderung terburu-buru memberikan solusi tanpa memahami akar permasalahan yang dihadapi konsumen dengan baik. Akibatnya, seringkali solusi yg dipandang inovatif menurut pengusaha, ternyata tidak menarik bagi konsumen. Dalam proses “design thinking”, upaya untuk memahami kebutuhan esensial konsumen akan suatu produk direfleksikan pada tahap “emphatize”, berupaya menempatkan diri pada posisi konsumen untuk menggali apa yang sesungguhnya diperlukan. Pada tahap ini pertanyaan “apa yang diperlukan?” sebaiknya tidak langsung lompat pada “noun” yang merujuk pada solusi sebagai kata benda, namun perlu memikirkannya sebagai “verb” atau kata kerja, yang merujuk pada “apa yang ingin dicapai/didapatkan oleh konsumen”?   Sebagai contoh, ketika ingin menggali “apa yang diperlukan konsumen perempuan dari sebuah lipstik?”, kita cenderung lompat pada jawaban “warna” (noun), padahal mungkin yang diperlukan adalah “untuk dapat tampil percaya diri” (verb). Jika kita hanya berhenti pada jawaban “warna” sebagai solusi, produk yang didesain bisa jadi tidak  menyelesaikan permasalahan kebutuhan inti akan produk lipstik. Oleh karena itu, wirausahan perlu meluangkan waktu untuk menyempurnakan pemahaman tentang apa yang sesungguhnya menjadi kebutuhan inti konsumen akan suatu produk. Pemasaran produk pun perlu lebih berfokus pada penyampaian manfaat bagi konsumen ketimbang hanya menyampaikan fitur.

  1. Tidak meluangkan waktu untuk menguji konsep sebelum peluncuran produk

Banyak wirausahawan memandang pengujian konsep sebelum peluncuran produk membuang-buang waktu. Namun, justru dengan melakukan pengujian konsep, bisnis dapat terselamatkan dari risiko menghamburkan uang, tenaga, dan waktu. Sebagai contoh, bisa jadi produk berkualitas tinggi, namun karena kemasan, warna label, dan font yang dipilih kurang sesuai dengan karakter produk, akhirnya konsumen tidak tertarik membeli. Padahal, uang sudah banyak dikeluarkan untuk membeli kemasan, dan mencetak label.  Oleh karena itu, penting untuk meluangkan waktu melakukan proses pengujian konsep sebelum peluncuran produk. Ujikan konsep tersebut ke beberapa sample segmen sasaran, guna memastikan apakah inovasi yang kita desain benar-benar dipandang signifikan dan mampu memenuhi kebutuhan konsumen sasaran.

  1. Cenderung berorientasi pada “kondisi saat ini” dan “disini”

Banyak perusahaan memiliki kecenderungan untuk mencari peluang dalam kategori, industri, atau pasar di sekitar mereka saja dan gagal untuk memperhitungkan dinamika yang cepat dari scope yang lebih luas. Mengamati tren global, sosial ekonomi, dan demografis dapat membantu inovator untuk mengidentifikasi pola dan menemukan benang merah yang dapat menuntun pada inovasi disruptif.

Bagaimanapun juga, inovasi adalah sebuah proses perbaikan dari kondisi saat ini, dan sebagai wirausahawan, proses itu adalah jalan yang perlu ditempuh untuk menjadi lebih baik; sebagaimana yang disampaikan oleh Thomas A. Edison, “There’s a way to do it better – find it.”