Ngangenin, dirindukan, melayang-layang dipikiran, mungkin hingga terbawa mimpi adalah pertanda bahwa sebuah produk telah memiliki kelekatan dengan konsumen. Menjadi salah satu hal penting yang harusnya dicapai, namun sering kali terlupakan adalah menciptakan “stickiness” (kelekatan) antara konsumen dengan produk kita. Para pebisnis kelas dunia seperti: Mark Zuckerberg, Steve Jobs, dan Bill Gates, memiliki sebuah kesamaan, yakni mampu menciptakan produk inovatif yang dapat menyebabkan perubahan pada “habit” orang.

Bill Aulet dalam bukunya “Disciplined Entrepreneurship” memberikan simulasi tentang bagiamana rumus kesuksesan sebuah bisnis dengan menyajikan rekaman percakapan antara mahasiswa dan dosen di Massachusetts Institute of Technology (MIT) sebagai berikut,

Dosen              : Apakah kesuksesan sebuah bisnis dapat diajarkan kepada mahasiswa?

Mahasiswa      : Tergantung, apakah dosennya seorang pelaku bisnis yang sukses atau

  bukan.

Dosen              : Bisnis yang sukses berawal dari produk yang inovatif, produk yang dapat

                          merubah “habit” konsumen, selalu digunakan, menimbulkan kecanduan.

                          Dan cara menciptakan produk inovatif itu ada rumusnya, bisa diajarkan.

                          Sehingga kesuksesan bisnis secara tidak langsung bisa diajarkan.

            Produk yang “nganenin” merupakan indikator dari produk inovatif karena terbukti dapat menjawab kebutuhan, dapat mengobati kesakitan yang dialami oleh konsumen. Dalam membangun bisnis mahasiswa, Binus menggunakan istilah Start Up Readiness Level (SRL) dimana terdiri dari 9 level. Level pertama membahas tentang bagiamana memulai sebuah bisnis dengan cara yang tepat. Jadi mulai bisnis dengan menggunakan lima pijakan berikut,

  1. Menemukan masalah sebagai peluang untuk memunculkan ide bisnis

Mencari dan menemukan masalah merupakan hal pertama yang perlu dilakukan ketika membangun sebuah bisnis. Tantangan yang harus dijawab adalah menemukan solusi atas permasalahan yang ada. Mencari tahu konsumen mengalami kegelisahan apa, kemudian disikapi dengan memunculkan sebanyak-banyaknya ide untuk menyelesaikan masalah tersebut.

  1. Filterisasi ide bisnis

Dari banyaknya ide yang muncul, selanjutnya dilakukan filterisasi menjadi beberapa ide yang paling mungkin untuk dilakukan. Pertimbangannya adalah sumber daya yang dimiliki, sehingga realisasi ide tersebut dapat dilakukan secara maksimal. Katakanlah dari 10 ide bisnis, difilter menjadi 3 ide yang paling mujarab untuk mengobati kesakitan konsumen dan paling mungkin untuk dilakukan.

  1. Membuat list potensial pengguna dan diwawancara

Validasi perlu dilakukan dengan terjun melakukan wawancara langsung kepada konsumen yang kita bidik. Konsumen tersebut merupakan calon orang yang akan kita beri solusi atas permasalahan yang kita asumsikan bahwa mereka mengalaminya. Semakin banyak yang merasakan masalah, semakin besar peluang pasar.

  1. Menentukan segmen pelanggan

Melakukan pengelompokan dari masing-masing calon pelanggan yang telah diwawancara. Sehingga dapat lebih fokus lagi dalam melakukan “treatment” pada masing-masing calon pelanggan potensial.

  1. Memiliki alasan yang kuat tentang korelasi asumsi solusi dan fakta dari kebutuhan konsumen

Jujurlah dengan data! Kebanyakan pebisnis gagal karena bergerak berdasarkan keinginannya sendiri. Bergeraklah berdasarkan data kebutuhan yang dirasakan calon konsumen, karena bisnis adalah aktivitas menolong yang dibayar. Maka fahami siapa yang akan ditolong, apa masalahnya, bagaimana karakternya dan berikan pertolongan yang tepat.

Kalau mulai bisnis dari lima hal ini, sudah pasti sukses? Belum tentu karena ada musuh lain pada fase awal membangun bisnis yang saat ini sedang menyerang tanpa disadari. “Tapi” dan “nanti”, dua musuh yang harus dihajar dan ditumbangkan.