Batas Wajar Penggunaan “Insting Bisnis”
Pebisnis mana yang tidak senang jika menerima proyek atau mendapat order dalam jumlah super besar. Secara kuantitas, tampak didepan mata produk laku dalam jumlah banyak dengan waktu relatif singkat, tampak satu paket dengan keuntungan yang besar juga. Jujur saja, pasti bangga membicarakan angka besar penjualan yang berhasil dicapai. Katakanlah seorang pelaku bisnis jual beli jagung pakan ternak, kalimat semacam ini “Saya memasok sekian ratus ribu ton bulan ini!” akan terucap dengan bangga. Kalimat yang tampak sangat gagah, seolah bisnis yang dijalankan sudah memiliki kemampuan produksi yang mumpuni, pasar yang luas, dan mampu meraup keuntungan besar. Apakah kesuksesan ini substantial atau hanya bungkusannya saja?
Apapun bentuk bisnisnya, jika masih pada pada level start up, sebaiknya hindari mengambil proyek yang nilainya besar nan ugal-ugalan. Tentu akan muncul pertanyaan, “Bukankah itu kesempatan untuk scale up?!”, “Insting saya berkata ini kesempatan”, atau “Saya percaya proyek ini akan membuat saya kaya raya!”, tunggu dulu, mari urai perkara ini.
Keinginan yang sangat kuat untuk segera makmur dan berkelimpahan tak jarang membuat pebisnis mengambil kesempatan besar yang ada didepan mata. Itu sangat logis, namun berbahaya jika tidak diiringi dengan kemampuan pendendalian resiko yang baik. Karena bisnis adalah tentang kemampuan mengukur resiko dan mengendalikannya, sehingga keputusan yang diambil berbuah manis keuntungan. Bisnis ada ilmunya, sangat dianjurkan untuk menghindari insting jika masih level start up, masih rintisan, baru memulai.
Sederhananya, bisnis dapat dibedakan menjadi beberapa skala: start up, grow up, level up, maturity. Masalah yang dihadapi, sikap atas masalah tersebut, dan manajerial bisnisnya berbeda disetiap levelnya. Saat ini kita bahas bisnis di level start up atau kita sebut level 1.0, dimana owner minimal harus memahami pondasi bisnisnya. Apa saja itu pondasi masalah pada bisnis level 1.0?
Beberapa masalah yang harus diselesaikan pada bisnis level 1.0 adalah,
- Masalah produksi
- Masalah omzet/ sales
- Biaya-biaya
- Masalah pembukuan
Ilustrasi pada level ini, pelaku bisnis memiliki produk tapi target sales nya sulit tercapai atau biayanya besar sehingga menyebabkan keuntungan tipis. Masalah mendasar ini harus segera diselesaikan, bahkan kalau bisa hingga autopilot. Jika bisnis masih tidak tuntas membahas 4 hal tersebut, maka level bisnisnya masih menuju 1.0, masih premature dan perlu masuk incubator. Biasanya masa uji coba bisnis adalah 1 tahun. Jika dalam 1 tahun masalah yang dihadapi masih 4 hal tersebut, 90% bisnisnya tidak akan berjalan lama dan segera gulung tikar.
Merujuk data dari Techinasia.edu, 90% pelaku bisnis start up di indonesia gulung tikar di tahun pertama, ini merupakan fakta dimana 4 hal tesebut tidak dapat dituntaskan dengan baik. Keinginan untuk melompat, tidak menjalankan bisnis tahap demi tahap menjadikan bisnis tumbuh namun rapuh dan mudah runtuh. Jika dianalogikan dalam seni bela diri, bisnis level 1.0 ini menguasai jurus dasar dulu, perbanyak latihan, cari sparing partner, mencoba jurus, dan menemukan formula untuk mengalahkan musuh. Dalam bisnis, tidak masalah untuk jago kandang terlebih dahulu, daripada mati konyol karena lawan tak sepadan.
Merasa bisnis yang dijalankan masih terjebak di level 1.0? Jangan-jangan kesalahan terletak waktu memulainya dulu. Jadi sebaiknya “bisnis, mulai dari mana?”.
Comments :