Pandemi koronavirus (coronavirus disease 2019/covid-19) memberikan dampak yang signifikan pada sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Salah satu sendi kehidupan masyarakat Indonesia yang merasakan dampaknya adalah pada bidang bahasa. Dampak pada bidang bahasa yang diakibatkan oleh pandemi ini bukanlah dampak negatif melainkan dampak positif. Kehadiran pandemi ini, secara tidak langsung ternyata memperkaya khazanah istilah dan kosakata baru bahasa Indonesia.

Pada saat pandemi koronavirus mulai masuk Indonesia, terdapat tiga pesan yang disampaikan Pemerintah Republik Indonesia. Pesan tersebut sampai saat ini menjadi pedoman dasar bagi masyarakat agar tidak tertular penyakit ini. Adapun pesan yang disampaikan adalah bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan ibadah di rumah. Satu pesan yang menjadi rujukan masyarakat global adalah bekerja dari rumah (work from home). Tiga pesan Pemerintah saat itulah yang dianggap menjadi cikal bakal lahirnya istilah dan kosakata baru di kemudian hari.

Seiring berjalannya waktu, jumlah penderita koronavirus semakin meningkat. Terdapat istilah dan kosakata baru yang berlaku di masyarakat, yang pada awalnya hanya digunakan pada negara-negara lain yang telah terjangkiti pandemi ini terlebih dahulu. Istilah dan kosakata baru tersebut antara lain, lockdown, social distancing, physical distancing, rapid test, swab test dan sebagainya. Selain itu, muncul istilah dan kosakata lainnya. Istilah yang pertama tentunya nama penyakit itu sendiri yaitu covid-19, menyusul berikutnya adalah hand sanitizer, droplet, suspect, local transmission, imported case, herd immunity hingga yang terbaru adalah new normal.

Pada awalnya, Istilah dan kosakata tersebut “dibiarkan” berbahasa asing. Namun pada akhirnya diindonesiakan untuk kepentingan nasional dan dalam rangka mempermudah pengucapan, menjadi karantina wilayah (lockdown), pembatasan sosial (social distancing), pembatasan fisik (physical distancing), tes cepat (rapid test), tes usap (swab test), koronavirus (covid-19), penyanitasi tangan (hand sanitizer), percikan (droplet), penularan lokal (local transmission), kasus impor (imported case), kekebalan kelompok (herd immunity), dan kenormalan baru (new normal). Istilah dan kosakata yang sudah diindonesiakan tersebut digunakan oleh berbagai media, baik cetak maupun elektronik untuk memberitakan berbagai hal tentang pandemi koronavirus ini. Hal tersebut tentunya adalah hal baik, karena bahasa Indonesia akhirnya memiliki istilah dan kosakata baru tersebut dengan namanya sendiri, tidak meminjam istilah dan kosakata asing lagi.

Pada beberapa istilah dan kosakata, ternyata sudah dimasukkan ke dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) edisi daring milik kemendikbud seperti karantina wilayah. Namun sayangnya, beberapa istilah dan kosakata lainnya belum dimasukkan ke dalam KBBI. Selain belum dimasukkan ke dalam KBBI, istilah dan kosakata baru tersebut juga berstatus not found atau tidak ditemukan dalam laman spai.kemendikbud.go.id. Hanya hand sanitizer yang ditemukan merujuk pada istilah pendisinfektan tangan yang kemudian saat ini memiliki istilah lainnya yaitu penyanitasi tangan. Satu istilah yang unik adalah suspect, yang jika diindonesiakan menjadi terduga. Selama ini, pemerintah tidak menggunakan kata terduga untuk orang-orang yang diduga kuat terjangkit koronavirus ini dan tetap menggunakan istilah suspect untuk memperhalus status seseorang atau untuk tujuan tidak menakut-nakuti masyarakat secara luas, karena istilah terduga sudah terlanjur digunakan untuk orang yang memiliki keterkaitan dengan terorisme.

Selain istilah dan kosakata asing baru, tentunya jauh-jauh hari sebelum adanya pandemi koronavirus ini, Kamus Besar Bahasa Indonesia telah mencatat istilah-istilah dalam bidang kesehatan lainnya yang juga digunakan pada saat pandemi koronavirus saat ini. Contohnya pandemi, pandemik, endemi, endemik, dan epidemi yang sering tidak bisa kita bedakan kelima-limanya, lalu spesimen, diagnosis, karantina, isolasi, antiseptik, disinfektan, ventilator, dan sebagainya. Istilah-istilah di luar bidang kesehatan yang digunakan saat pandemi koronavirus antara lain protokol dan klaster. Istilah lainnya yang kemudian muncul seperti, Alat Pelindung Diri (atau APD yang merujuk pada pakaian hazmat), Pembatasan Sosial Berskala Besar/PSBB (merujuk pada istilah lockdown namun dengan pengecualian tertentu), Orang Dalam Pemantauan (ODP), dan Pasien Dalam Pemantauan (PDP). 

Sebagian istilah dan kosakata yang telah dipaparkan, mayoritas adalah istilah dan kosakata baru di dalam bahasa Indonesia. Hal ini lazim bagi bahasa Indonesia yang bersifat “terbuka” bagi istilah asing yang baru ditemukan (biasanya istilah asing barat yang lebih mendominasi). Selain itu, beberapa istilah lainnya terjadi perluasan makna atau biasa disebut sebagai generalisasi seperti terduga, protokol, dan klaster yang pada saat pandemi koronavirus digunakan tidak sesuai dengan makna awalnya. Meskipun istilah dan kosakata asing tersebut telah memiliki padanan bahasa Indonesia, sayangnya sebagian masyarakat masih menggunakan istilah dan atau kosakata asing di ruang publik. Maka tidak heran jika kita masih membaca kalimat Kampung ini sedang lockdown atau kawasan tertib social distancing pada berbagai media di tepi jalan. Namun meskipun begitu, pada akhirnya pandemi koronavirus memberikan dampak positif bagi bahasa Indonesia itu sendiri, karena memperkaya khazanah istilah dan kosakata baru di dalamnya.