Dynamic System Development Methodology

Dynamic System Development Methodology (DSDM) adalah kerangka kerja yang diciptakan untuk pengembangan dan pengelolaan perangkat lunak yang pada akhirnya berkembang tidak hanya untuk perangkat lunak, tetapi dapat menyelesaikan permasalahan di bidang manajemen proyek. DSDM dikelola oleh konsorsium DSDM yang merupakan grup dengan level internasional yang menjaga setiap standar dari metode tersebut.  Konsorsium DSDM telah menetapkan DSDM Life Cycle, yang diawali dengan Feasibility Study, diikuti dengan Business Study. Selanjutnya DSDM juga menentukan tiga siklus yang berulang yaitu Functional Model Iteration, Design and Build Iteration, dan Implementation. [8]

Gambar 2. DSDM Life Cycle [9]

Feasibility Study terdiri dari permasalahan yang terjadi, biaya yang diperlukan dalam membuat sistem untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Feasibility Study menentukan kebutuhan dasar dari suatu bisnis, organisasi atau komunitas dan diikuti dengan Business Study yang menentukan kebutuhan fungsionalitas dan informasi.

Setelah Feasibility Study dan Business Study ditentukan, proses selanjutnya adalah melakukan Functional Model Iteration. Functional Model Iteration menghasilkan alur proses sistem informasi yang sangat diperlukan oleh sistem informasi. Dari alur proses yang telah dibuat kemudian ditunjukkan ke pengguna untuk memperoleh tambahan informasi.

Design and Build Iteration  adalah membangun sistem informasi sesuai dengan alur proses  informasi yang telah dibuat pada Functional Model Iteration dengan standard dan tingkat keamanan yang tinggi bagi pengguna. Pada beberapa kasus, Functional Model Iteration dan design and Building Iteration berjalan secara bersamaan.

Implementation merupakan tahap peralihan dari pengembangan sistem informasi ke operasional sistem informasi. Pada tahap Implementation ada hal yang perlu dicatat yaitu pengembangan sistem informasi belum selesai seratus persen atau diperlukan perubahan dalam proses pengembangan sistem informasi. Dalam kedua catatan tersebut, DSDM terus berjalan dengan kembali pada proses Functional Model Iteration.

 

Feasibility Analysis

Feasibility Analysis mencakup teknik untuk menilai tiga bidang: kelayakan teknis, kelayakan ekonomi, dan kelayakan organisasi. Dalam penelitian ini, hanya kelayakan teknis dan kelayakan organisasi yang akan dilakukan. Hasil dari evaluasi kedua faktor kelayakan ini digabungkan menjadi studi kelayakan. Untuk melakukan feasibility analysis agar dapat dilakukan dengan baik maka perlu diperhatikan hal-hal seperti pada gambar 1.[2]

Gambar 1. Feasibility Analysis Assessment Factors

Pada kelayakan teknis akan menjawab pertanyaan apakah sistem informasi dapat dikembangkan. Pengembangan sistem informasi mempertimbangkan hal-hal untuk meminimalkan resiko yang terjadi, hal-hal tersebut adalah : aplikasi, teknologi, skala proyek, dan kesesuaian dengan teknologi yang dimiliki saat ini. Kelayakan ekonomi akan menjawab pertanyaan perlukah sistem informasi dikembangkan. Dalam menjawab kelayakan ekonomi tersebut perlu diperhatikan biaya pengembangan, biaya operasi, keuntungan yang diperoleh baik secara ekonomi maupun keuntungan yang tak terlihat. Sedangkan untuk kelayakan organisasi, jika sistem informasi dikembangakn apakah orang-orang yang terlibat dapat pengembangan sistem informasi mau terlibat seperti, pelaksana proyek, pengguna, stakeholder dan apakah pengembangan sistem informasi akan sejalan dengan organisasi.

Requirement Analysis

Requirement analysis [3] adalah karakteristik apa yang harus dimiliki oleh sistem informasi. Requirement akan dibuat sesuai dengan kebutuhan organisasi (business requirements); apa yang perlu dilakukan oleh pengguna (user requirements); apa yang harus dilakukan oleh perangkat lunak (functional requirements); karakteristik yang harus dimiliki sistem (nonfunctional requirements); dan bagaimana sistem harus dibangun (system requirements). Teknik yang akan digunakan dalam requirement analysis adalah : interview, Joint Application Development, Questionnaires, Document Analysis, dan Observation. [4]

Use Case Analysis

Use case digunakan untuk menjelaskan dan mendokumentasikan interaksi yang diperlukan antara pengguna dan sistem [5]. Use case dibuat untuk membantu tim pengembangan sistem informasi memahami lebih lengkap langkah-langkah yang terlibat dalam mencapai tujuan pengguna. Proses paling efektif dalam membuat use case memiliki empat langkah seperti pada gambar 2.

Gambar 2. Langkah Membuat Use Case

Identifikasi use case dimulai saat proses requirement analysis. Dalam requirement analysis akan dihasilkan Functional requirement yang berorientasi pada hal-hal yang harus dilakukan oleh sistem. Jika ditemukan lebih dari sembilan use case maka kelompokkan use case tersebut menjadi satu kelompok. Dalam identifikasi use case biasanya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan hal-hal apa yang perlu dilakukan, dan triggers apa yang dibutuhkan untuk melakukan hal-hal tersebut.

Identifikasi langkah-langkah utama dalam setiap use case,  dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut : informasi apa yang diperlukan untuk setiap use case, siapa yang akan memberikan informasi, alur informasi, bagaimana menghasilkan informasi, perubahan informasi, dan perangkat apa yang digunakan dalam menghasilkan informasi.

Identifikasi element dalam setiap langkah, yang dilakukan adalah melakukan identifikasi setiap trigger, input dan output untuk setiap element. Biasanya dalam langkah ini menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang setiap langkah yaitu : kapan pengguna melakukan langkah tersebut, apa yang dihasilkan dari langkah tersebut, data apa yang diperlukan, dan apa yang terjadi jika data tidak tersedia.

Konfirmasi use case, adalah langkah untuk melakukan validasi use case. Validasi dilakukan dengan pengguna untuk memastikan setiap langkah, input dan output sudah benar dan hasil akhir dari use case konsisten dengan hasil akhir dalam daftar yang telah disepakati. Pendekatan yang paling kuat adalah meminta pengguna atau mengeksekusi use case dengan menggunakan langkah-langkah tertulis dalam use case.