Era digital lahir dari evolusi dalam digitalisasi. Keberadaannya memberi dampak perubahan yang signifikan pada dalam dunia bisnis dan organisasi. Hampir semua dimensi kehidupan sosial masyarakat modern pun terimbas evolusi digital. Era digital telah membentuk tatanan baru dimana manusia dan teknologi hidup berdampingan dan senantiasa berkolaborasi. Realitas ini turut menebalkan kesadaran kita bahwa manusia sungguh sangat bergantung pada teknologi yang merupakan produk ciptaannya sendiri. Revolusi besar itu sedang melanda kehidupan manusia hingga mencapai puncaknya dalam Revolusi Industri 4.0. Setidaknya, pada titik 4.0 ini kita telah terhubung dengan spesies yang sama di jagat virtual cukup dengan sebuah gadget mobile phone.

Jagat virtual menjadi tempat perjumpaan baru dan menghadirkan kolaborasi meski tanpa kehadiran fisik. Kehadiran mobile phone seperti ponsel cerdas telah mengubah kehidupan kita hanya sebatas genggaman.  Kedigdayaan jaringan internet  telah melenyapkan batasan-batasan geografis ataupun fisik. Revolusi Industri 4.0  menjadikan aksesibilitas semakin cepat dan murah berkat komputasi awan (cloud computing) dan dengan internet untuk segala (interent of things) pada akhirnya memicu  terjadinya transformasi yang masif  terutama dalam dunia bisnis maupun dalam kehidupan sosial masyarakat modern umumnya. Situasi itulah yang dilukiskan oleh Chris Skinner (2018), ia menegaskan bahwa  digitalisasi planet ini sedang menghasilkan sebuah transformasi besar. Semua orang di bumi akan terlibat di dalam jaringan dan semua orang di bumi akan mendapatkan kesempatan berbicara, berdagang atau berbisnis serta bertransaksi dengan semua orang lainnya dalam waktu nyata.

 

Kolaborasi

Konvergensi teknologi informasi dan kehadiran teknologi yang memicu lahirnya revolusi industri 4.0 telah mengubah struktur perilaku organisasi dan bisnis. Pelaku bisnis harus menata  ulang organ vital bisnisnya yang kini tak lagi relevan, usang dan mubazir. Banyak perusahaan yang terdisrupsi oleh pendatang baru yang mengusung inovasi baru dalam hal business model dan business process. Memori kita tertuju pada bisnis transportasi online, ketika Gojek dan Grab tiba-tiba muncul mengusik pemain lama yang mungkin tak pernah membayangkan situasi seperti ini. Dalam kurun waktu yang relatif singkat, telah banyak pelaku bisnis yang tumbang akibat ketidaksiapan menerima perubahan di era revolusi digital. Ada sekian banyak perusahaan besar dan kecil yang mengalami keruntuhan akibat arus transformasi dalam bisnis. Maka demi terhindar dari situasi tersebut, tuntutan akan pentingnya kolaborasi menjadi semakin kritikal.

Kolaborasi memungkinkan transformasi dapat bekerja secara optimal sekaligus memperkuat bisnis berbasis economic sharing. Prinsip kolaborasi adalah berbagi, setidaknya itulah yang bisa kita jumpai di Coworking Space yang kini banyak dijumpai di banyak kota besar di Indonesia. Ruang Coworking Space ini banyak digemari oleh professional bisnis dan entrepreneur. Ruang ini semakin favorit karena dilengkapi dengan fasilitas yang sangat  memadai dan nyaman baik untuk interaksi, diskusi, networking maupun untuk berselancar di di dunia maya. Ekosistem digitalnya terasa kental memicu kreativitas ide melalui kegiatan pitching ataupun crowd sourcing. Tidaklah heran ruangan Coworking Space ini banyak melahirkan ide-ide bisnis dan bahkan menjadi rumah bagi para penghuni kota yang sedang merintis bisnis digital. Singkatnya, keberadaan Coworking Space pada akhirnya mengubah paradigma kita perihal ruang bekerja dan belakar sebab ia kini telah menjadi kantor pribadi anda sekaligus laboratorium belajar pembentukan karakter yang kreatif dan dinamis.

 

Manusia di Balik Budaya Digital

Ada tiga pokok penting dari uraian di atas. Pertama, dunia digital sulit untuk dipisahkan dari kehidupan manusia. Hampir semua sendi kehidupan manusia dan bisnis memanfaatkan keunggulan digital. Kedua, transformasi digital adalah pintu masuk terjadinya perubahan. Ketiga, Manusia sebagai agen perubahan dalam budaya digital. Keunggulan digital telah menjadi kekuatan baru yang memungkinkan terjadinya kolaborasi, fleksibilitas dan profit sharing. Konsekuensinya adalah dengan melakukan perubahan yang bahkan secara radikal terkait proses bisnis, model bisnis dan bahkan melakukan investasi teknologi baru.

Ketiga point tersebut tentu saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Namun demikian, saya menempatkan manusia sebagai faktor yang paling fundamental. Argumentasinya adalah bahwa manusia adalah agen perubahan. Ia harus mengaktualisasikan dirinya dengan membangun harmonisasi dalam bisnis dan organisasi. Ia harus memperkuat kapabilitas digital dan membentuk ekosistem digital yang memadai sehingga budaya digitalpun dapat bertransformasi dalam bisnis dan organisasi. Membangun  budaya digital tentu bukanlah hal yang mudah. Namun yang pasti bahwa transformasi digital menuntut  komitment kuat seorang pemimpin dalam membangun budaya digital. Teknologi senantiasa berdiri di belakang perubahan radikal dan perubahan  yang paling konstan dalam organisasi adalah change the culture.