Berapa banyak produk interaktif yang ada dalam penggunaan sehari-hari kita? Mari coba kita pikirkan sejenak apa saja yang biasa kita gunakan sehari-hari seperti: smartphonetablet, komputer, laptopremote control, mesin untuk kopi, mesin untuk tiket, printerGPSe-readersmart TV, alarm jam, sikat gigi elektronik, jam, radio, timbangan badan, fitness trackergame console… dan masih ada begitu banyak lagi yang bisa kita sebutkan. Sekarang mari kita coba pikirkan lagi sejenak tentang seberapa mudah untuk digunakan semua produk tersebut. Berapa banyak yang benar-benar mudah, tanpa banyak usaha, dan menyenangkan untuk digunakan? Beberapa diantaranya, misalkan iPad, sangat menyenangkan untuk digunakan, karena dengan men-tap app dan menggeser-geser foto-foto di dalamnya sangatlah sederhana, halus dan menyenangkan. Beberapa produk lainnya, misalnya membeli tiket kereta dan mencari yang paling murah di suatu tiket mesin yang tidak mengenali kartu kredit kita setelah menyelesaikan sejumlah langkah tertentu dan kemudian membuat kita mengulang lagi dari awal, bisa membuat kita frustasi. Apakah kita memahami perbedaannya dan mengapa ada perbedaan tersebut?

 

Banyak produk yang mengharuskan pengguna berinteraksi, seperti smartphone dan fitness tracker, dirancang terutama dengan memikirkan penggunanya. Produk-produk tersebut umumnya mudah dan menyenangkan untuk digunakan. Produk-produk lainnya belum tentu dirancang dengan memikirkan penggunanya; alih-alih, produk-produk tersebut dikembangkan terutama sebagai sistem perangkat lunak yang bertujuan untuk melakukan fungsi yang sudah ditetapkan. Contohnya adalah mengatur waktu pada kompor elektronik yang membutuhkan kombinasi penekanan tombol-tombol yang tidak jelas mana yang harus ditekan secara bersamaan atau mana yang ditekan secara terpisah. Meskipun hal tersebut dapat bekerja secara efektif, tetapi hal tersebut juga memiliki dampak pada seberapa mudah hal-hal tersebut bisa dipelajari.

 

Alan Cooper (tahun 2018), seorang pakar dan guru yang terkenal dalam bidang user experience (UX), mengeluhkan fakta bahwa banyak sekali perangkat lunak saat ini mengalami kesalahan interaksi yang sama dengan yang terjadi sekitar 20 tahun yang lalu. Mengapa hal ini masih terjadi, mengingat bahwa ilmu tentang desain interaksi sudah ada selama lebih dari 25 tahun dan bahwa sekarang sudah ada jauh lebih banyak para desainer UX di industri dibandingkan dengan sebelumnya? Dia menunjukkan berapa banyak antarmuka produk baru yang tidak mematuhi prinsip-prinsip desain interaksi yang sudah divalidasi pada tahun 1990-an. Sebagai contoh, ia mencatat bahwa banyak aplikasi tidak mengikuti prinsip-prinsip UX yang paling dasar, seperti misalnya adanya opsi “undo“. Dia mengatakan hal seperti ini “tidak masuk akal dan tidak dapat dimaafkan bahwa pelanggaran ini terus muncul kembali dalam produk-produk baru saat ini.”

 

Kemudian pertanyaannya adalah bagaimana kita dapat memperbaiki situasi ini sehingga idealnya adalah bahwa semua produk baru wajib dirancang untuk memberikan pengalaman pengguna (user experiences) yang baik? Untuk mencapai tujuan ini, kita harus bisa memahami bagaimana mengurangi aspek-aspek negatif (misalnya hal-hal yang membuat frustrasi dan kekesalan pengguna) dari pengalaman pengguna (user experiences) dan dalam waktu yang sama sambil meningkatkan aspek-aspek yang positif (misalnya, hal-hal yang membuat kenyamanan dan kemanjuran bagi pengguna). Ini berarti mengharuskan pengembangan produk-produk interaktif yang mudah, efektif, dan menyenangkan untuk digunakan dari sudut pandang pengguna.