Seseorang acap kali menggunakan kata ganti orang (pronomina persona) yang berbentuk tunggal maupun jamak dalam komunikasi sehari-hari. Pronomina persona dibagi menjadi tiga, yaitu pronomina persona pertama, pronomina persona kedua, dan pronomina persona ketiga. Selain ketiga klasifikasi tersebut, pronomina persona juga diklasifikasikan berdasarkan jumlahnya. Terdapat contoh pronomina persona yang berjumlah tunggal antara lain aku, saya, beta, dia, kamu, kau, anda, engkau, dan lain-lain. Sedangkan pronomina persona yang berbentuk jamak antara lain kalian, mereka, kami, kita, dan lain-lain. Lalu apakah perbedaan pronomina persona kami dan kita? Bagaimana bentuk kesalahannya? Mari kita ulas pada penjelasan berikut ini.

Terdapat perbedaan yang jelas antara kami dan kita di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kami adalah bentuk pronomina yang memiliki dua arti yaitu (1) berbicara bersama dengan orang lain (tidak termasuk yang diajak berbicara) dan (2) yang berbicara (digunakan oleh orang besar, misalnya raja); yang menulis (digunakan oleh penulis). Sedangkan kita adalah bentuk pronomina persona jamak memiliki dua arti juga yaitu, (1) yang berbicara bersama dengan orang lain termasuk yang diajak berbicara dan (2) jenis cakapan pengganti saya. Bagaimana dengan contoh kalimatnya?

Contoh kalimat yang menggunakan pronomina persona kami:

Kami tidak tahu harus berbuat apa saat kebakaran itu terjadi.

 Contoh kalimat yang menggunakan pronomina persona kita:

Kita senantiasa harus menjaga kebersihan diri dan pola hidup sehat.

Perbedaan yang dapat dilihat adalah pronomina persona kami bersifat eksklusif karena tidak melibatkan orang yang diajak berbicara. Artinya orang yang diajak berbicara, tidak termasuk di dalam aktivitas tersebut. Sebaliknya pronomina persona kita bersifat inklusif, karena melibatkan orang yang diajak berbicara di dalam aktivitas tersebut. Artinya orang yang diajak berbicara termasuk di dalam aktivitas tersebut.

Meskipun begitu, masih ditemukan kesalahan penggunaan pronomina persona kami dan kita. Kesalahan tersebut dapat ditemukan di dalam wacana lisan sehari-hari. Contoh pada sebuah perbincangan yang dilakukan oleh seorang pejabat negara di salah satu media elektronik terkait larangan pemerintah untuk melaksanakan mudik lebaran saat pandemi COVID-19. Berikut ini adalah kutipan perbincangannya.

 “……..Jadi, kita sudah sosialisasi jangan mudik atau tidak menganjurkan mudik, namun dari hasil survey itu masih dua puluh empat persen yang ingin mudik.”  

Penggunaan pronomina persona kita pada kutipan perbincangan tersebut tidak tepat, karena seperti pada penjelasan sebelumnya bahwa pronomina persona kita bersifat inklusif yang berarti orang yang diajak berbicara terlibat dalam aktivitas tersebut. Jika mengacu pada kutipan perbincangan tersebut, maka orang yang diajak berbicara turut serta dalam melakukan kegiatan sosialisasi, tetapi pada kenyataannya adalah sebaliknya yaitu orang yang diajak berbicara berperan sebagai orang yang disosialisasi. Pejabat negara tersebut, seharusnya menggunakan pronomina persona kami. Sehingga kalimat tersebut menjadi

“……..Jadi, kami sudah sosialisasi jangan mudik atau tidak menganjurkan mudik, namun dari hasil survey itu masih dua puluh empat persen yang ingin mudik.”  

Secara alami dan naluri, saat berbincang-bincang dengan orang lain menggunakan pronomina persona kami atau kita, otak seseorang seharusnya telah memahami apakah orang yang diajak berbicara tersebut tidak termasuk di dalam pembicaraan sehingga menggunakan kami, atau orang yang diajak berbicara termasuk yang di dalam pembicaraan sehingga harus menggunakan kita. Namun pada praktiknya memang masih banyak sekali yang tidak dapat membedakan keduanya, sehingga sering terjadi kesalahan fungsi kami dan kita. Tetapi dengan adanya penjelasan ini, maka sudah seharusnya sebagai pengguna bahasa Indonesia, kita tidak lagi salah menggunakan pronomina persona kami dan kita dalam komuniasi sehari-hari.