Semiotika Iklan
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Hal itu dapat berupa pengalaman, pikiran, gagasan atau perasaan. Jika sesuatu, misalnya A adalah asap hitam yang mengepul di kejauhan, maka dapat mewakili B, yaitu misalnya sebuah kebakaran (pengalaman). Tanda semacam itu dapat disebut sebagai indeks; yakni antara A dan B ada keterkaitan (contiguity). Sebuah foto atau gambar adalah tanda yang disebut ikon. Foto mewakili suatu kenyataan tertentu atas dasar kemiripan atau similarity (foto mantan presiden Suharto, mewakili orang yang bersangkutan, jadi merupakan suatu pengalaman). Tanda juga bisa berupa lambang, jika hubungan antara tanda itu dengan yang diwakilinya didasarkan pada perjanjian (convention), misalnya lampu merah yang mewakili “larangan (gagasan)” berdasarkan perjanjian yang ada dalam masyarakat. Burung Dara sudah diyakini sebagai tanda atau lambang perdamaian; burung Dara tidak begitu saja bisa diganti dengan burung atau hewan yang lain.
Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu, apabila “sesuatu” disampaikan melalui tanda dari pengirim kepada penerima, maka sesuatu tersebut bisa disebut sebagai “pesan”. Iklan dalam konteks semiotika dapat diamati sebagai suatu upaya menyampaikan pesan dengan menggunakan seperangkat tanda dalam suatu sistim. Dalam semiotika, iklan dapat diamati dan dibuat berdasarkan suatu hubungan antara signifier (signifiant) atau penanda dan signified (signifie) atau petanda, seperti halnya tanda pada umumnya, yang merupakan kesatuan yang tidak bisa dilepaskan antara penanda dan petanda.
Iklan tidak sekedar menyampaikan informasi tentang suatu produk (ide,jasa dan barang) tetapi iklan sekaligus memiliki sifat “mendorong” dan “membujuk” agar orang menyukai, memilih kemudian membeli (Hoed 1992). Bentuk primitif iklan adalah antara lain teriakan penjual yang berkeliling menjajakan dagangannya dari rumah ke rumah. Dalam perkembangan terakhir iklan sudah sampai pada pemanfaatan kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi melalui media interaktif dan cyber yaitu melalui internet dalam berbagai bentuknya.
Konteks budaya menjadi satu acuan yang tidak bisa dilepaskan begitu saja dalam kaitannya atas keberhasilan komunikasi suatu iklan. Pria berkuda yang memiliki konotasi kejantanan, kegagahan belum tentu sesuai dengan konteks budaya suatu kelompok masyarakat tertentu. Pria berkuda bisa memiliki makna berbeda, seperti keberadaan kaum bawah yang selalu identik dengan berkuda. Penanda (signifier) pria berkuda bisa memiliki petanda (signified) “orang rendahan”. Tanda memang tidak dapat dilepaskan dengan konteksnya, sebagai contoh tanda lalu-lintas (lampu lalu-lintas) berguna pada saat dia dipasang di jalan raya. Tanda itu tidak akan ada gunanya apabila dipasang di ladang tebu di pedalaman suku terasing.
Daftar Pustaka
Sudjiman, Panuti dan Aart Van Zoest, “Serba-serbi Semiotika”, PT Gramedia Pustaka
Noth,Winfried, “Handbook of Semiotica” Indiana University Press, Bloomington and Indianapolis, 1992.
Comments :