UNSUR DALAM FILM

Tokoh         : Asih (Christine Hakim)

                     Heru

                     Sugeng

                     Kancil

                     Penyanyi keroncong (Sarah Azhari)

                     Deni (Deni Christantra)

Setting        : Secara umum film ini memiliki setting waktu di era tahun 90-an. Setting pengambilan film dilakukan di sebuah jalan perkotaan Jogja, di Stasiun Yogjakarta, dan salah satu pemukiman kumuh di sekitar Jogja

Plot             : Plot linear (alur cerita maju)

Bahasa       : Secara umum bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dengan beberapa kali terjadi percakapan dalam bahasa daerah dengan logat daerah (Padang, Aceh, dan Jawa)

Warna        : Warna yang ada dalam film ini cenderung warna-warna gelap untuk menekankan mood film yang suram, sedih, dan kekacauan

Jenis Film        : Film ini diangkat dari kisah nyata dan bergendre drama realita yang menceritakan kehidupan sehari-hari anak jalanan.

 

SCREENSHOOT 1

Sequence  :  00:19:11    |    Pemeran  : Heru    |    Lokasi : di dalam rumah

Dalam screenshoot diatas terlihat adegan Heru sedang makan dengan tidak menggunakan sendok tapi dengan cara mendekatkan wajahnya ke dalam piring makannya (seperti binatang saat makan). Adegan ini diambil setelah Heru mengetahui bahwa Kancil mati saat mencoba bersembunyi setelah mengambil bantal berisi uang dari Heru. Dalam adegan ini terlihat bahwa Heru merasa sangat terpukul dan menyesal karena Kancil mati karena rebutan bantal berisi uang dengan Heru. Saya membaca sebuah pesan bahwa manusia yang rela saling membunuh hanya untuk mendapatkan uang, kekuasaan, atau apapun itu tidak berbeda dengan halnya binatang. Rasa bersalah yang mendalam dalam hati Heru  tersebut direfleksikan dengan cara makan seperti binatang.

SCREENSHOOT 2

Sequence 00:59:13   |    Pemeran  : Asih dan Suami    |    Lokasi : di warung

Dalam adegan ini terlihat Asih sedang meludahi wajah Suaminya dengan menggunakan cabai yang sebelumnya dimasukkan kedalam mulutnya. Adegan ini terjadi setelah suami Asih memukuli Sugeng yang membela Asih yang sedang dipukuli oleh suaminya. Mendengan perkataan Sugeng yang menyebut dirinya pecundang yang hanya berani pada waanita membuat suami Asih marah lantas memukuli Sugeng dengan membabi buta. Melihat Sugeng yang dipukuli, Asih lantas memasukkan cabai yang baru saja dia ‘uleg’ kedalam mulutnya kemudian menghampiri suaminya dan meludahkan cabai tersebut ke muka suaminya.

Adegan Asih meludahi muka suaminya ini mengandung pesan bahwa seorang laki-laki tidak pantas menunjukkan kekuatannya dengan melakukan kekerasan terhadap anak-anak dan wanita. Laki-laki sejati seharusnya memberikan perlindungan kepada anak-anak dan wanita, terlebih dia seorang suami, maka sudah sewajarnya dia melindungi keluarganya

SCREENSHOOT 3

Sequence 01:03:28    |    Lokasi  :  di dalam upacara Grobogan

Adegan ini muncul pada saat perayaan upacara Grobogan di alun-alun Kraton Yogyakarta. Terlihat dalam gambar seorang pemuda dengan penampilan khas ‘punk’ yang sedang berdiri menunggu dengan rapi di samping para pengawal keraton menunggu gunungan Grobogan ditandu masuk ke tengah alun-alun kraton. Saya melihat adegan ini adalah upaya untuk menunjukkan kharisma sebuah keraton Yogyakarta. Hal ini terlihat dari sikap anak ‘punk’ yang bisa tertib mengikuti jalannya upacara yang tentu saja hal ini kontras sekali dengan citra mereka yang urakan, pembuat onar, dan tidak bisa patuh terhadap peraturan.

SCREENSHOOT 4

Sequence 01:04:30   |    Pemeran  : Sugeng    |    Lokasi   : di dalam lubang

Screenshoot ini adalah adegan saat Sugeng yang berhasil mengambil sesajen dari gunugan di upacara adat Grebeg. Upacara Grebeg adalah upacara adat yang diselenggarakan oleh kesultanan Jogja setiap hari Maulud Nabi Muhammad. Upacara ini ditujukan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad dengan mengadakan arak-arakan gunungan yang menyimbolkan tanda syukur mereka atas kelahiran Nabi Muhammad.

Dalam adegan ini terlihat bahwa Sugegng berhasil mengambil sesajen yaitu cabai, kacang panjang, dan bunga melati. Sesajen yang berhasil dia ambil kemudian dia rangkai dengan rapi dan diletakkan kedalam lubang dibawah tanah. Dalam budaya Jawa dikatakan bahwa seseorang yang bisa mengambil sesajen dari gunungan upacara Grebeg maka akan mendapatkan kemujuran dan keberuntungan.

Saya melihat kepercayaan Sugeng terhadap mitos bahwa sesajen tersebut membawa keberuntungan sebagai makna tersirat yang ingin menunjukkan kharisma dan kehebatan kesultanan Jogja yang mampu membuat semua warganya (masyarakat Jogja) mempercayai dan menjunjung tinggi ajaran-ajaran dan mitos-mitosnya.