Oleh: Frederik Gasa, S.IP., M.Si.

Political election campaigns are campaigns of communication and that the core of each campaign is communication”

(Trent and Friedenberg, 1983, dalam Cangara, Komunikasi Politik, Konsep, Teori, dan Strategi, 2016: 239)

 

Masyarakat Indonesia sedang berada dalam momentum persiapan pesta rakyat dengan dua hajatan utama yakni Pemilihan Legislatif (Pileg) tahun 2018 dan Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2019. Baik mereka yang mencalonkan diri menjadi anggota dewan maupun presiden-wakil presiden harus sudah memiliki strategi kampanye untuk pemasaran politik di khalayak. Strategi kampanye menjadi penting dan mutlak bagi para actor yang akan bertarung dalam arena Pileg dan Pilpres tersebut; strategi yang tepat berujung pada kemenangan, dan sebaliknya kekalahanlah yang akan diperoleh jika strategi yang digunakan tidak tepat.

Kampanye ditinjau dari perspektif komunikasi politik memiliki banyak pengertian. Kotler dan Roberto (1989) mendefiniskan dalam Cangara, Komunikasi Politik, 2016, kampanye sebagai berikut:

“Campaign is an organized effort conducted by one group (the change agent) which intends to persuade others (the target adopters), to accept, modify, or abandon certain ideas, attitudes, practices and behavior”

Unsur-unsur penting yang terkandung dalam pengertian ini meliputi kelompok yang disebut sebagai agen perubahan, lalu sasaran yang merupakan khalayak atau konsituen, yang diharapkan mampu menerima, memodifikasi ide, sikap dan perilaku tertentu.

Beberapa unsur ini juga tertuang dalam definisi konsep kampanye oleh Lilleker (2006: 49):

“A campaign is a series of events all designed to communicate to an audience and gamer support from that audience. Campaigns are used by a wide range actors, both commercial and political, and are designed to win over the audience through a range of increasingly sophisticated techniques”

Tujuan kampanye akan bisa terlaksana apabila strategi kampanye yang digunakan tepat. Ada beberapa prinsip pokok yang perlu diperhatikan dalam pengembangan strategi kampanye, yakni positioning, branding, segmenting, strategi media, dan strategi non-media (forum-forum kampanye) (Heryanto, 2013: 35-48).

Positioning berkaitan dengan bagaimana seorang aktor atau politisi mampu mempengaruhi persepsi dan masuk dalam daftar top of mind khalayak. Ada daya jual yang khas dan tidak dimiliki oleh kompetitor lain yang pada akhirnya menjadi pilihan pertama bagi khalayak dalam kontestasi pemilihan umum (Pileg maupun Pilpres). Brand sejatinya merupakan merek. Merek berkenaan dengan sesuatu yang melekat dalam dagangan yang menjadikannya berbeda dengan dagangan lainnya. Heryanto (2013: 37) menambahkan bahwa branding dalam konteks pemasaran politik, lebih merupakan upaya strategis mengembangkan identitas untuk menarik perhatian dan minat masyarakat agar lebih mengenal produk politik. Segmenting berkaitan dengan sistem keteraturan sosial, yang terccermin dalam sistem nilai, norma, budaya, etika, moralitas, serta peraturan adat dan pemerintah. Dalam hal ini, partai politik harus mampu mengidentifikasi kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat agar bisa memahami sifat dan karakteristik kelompok-kelompok tersebut – untuk mempermudah ekspansi politik sesuai target.

Strategi media dalam memasarkan produk politik dimaksudkan sebagai strategi marketing politik yang diaplikasikan melalui media. Strategi marketing politik melalui media dapat dikategorikan dalam tiga saluran media, yaitu melalui media lini atas (aboveline media) seperti surat kabar, televisi dan majalah, media lini bawah (belowline nedia) seperti poster, spanduk, baliho, dan media baru (new media) yaitu melalui medium internet. Dan strategi non-media berkaitan dengan struktur komunikasi, seperti face to face informal, struktur sosial tradisional (adanya opinion leader atau tetua adat), saluran input (kelompok penekan), dan saluran output (legislative dan birokrasi).

Politisi atau komunikator politik yang siap adalah mereka yang sudah mempertimbangkan hal-hal ini. Perkara menang dan kalah dalam ajang atau kontestasi Pileg dan Pilpres adalah perkara kesiapan dan kematangan strategi kampanye politik. Jika strategi kampanye tidak mumpuni, maka sudah dapat dipastikan: kegagalan dan frustasi (bagi yang tidak siap kalah) yang akan didapati.

 

SALAM DEMOKRASI