Azyumardi Azra, Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam pidatonya menerima penghargaan Sarwono Award sebagai ilmuwan terpilih oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2017, mengatakan bahwa Indonesia adalah sebuah mukjizat karena komplekistas keberagamannya; “Indonesia is a miracle”. Azra menuturkan bahwa dalam perjumpannya dengan banyak akademisi asing dan bacaannya terhadap sejumlah buku penelitian mengenai keberagaman Indonesia: mereka tidak sampai habis pikir bagaimana Indonesia yang dengan keberagaman budaya dan agama masyarakatnya yang sangat tinggi  dapat bersatu dan berhimpun ke dalam satu ikatan bangsa dan negara. Keheranan para akademisi asing, katakanlah seperti tercantum dalam buku Edward Ellis Smith, Indonesia: The Inevitable Miracle (1973), tertuju kepada kenyataan masyarakat Indonesia yang tinggal di negara maritim terpisahkan oleh laut dan selat yang rasanya tidak memungkinkan adanya koneksi antar warga di luar pulau, namun justru dapat menghasilkan persatuan bangsa. Pandangan serupa juga dipikirkan oleh Elizabeth Pisani dalam bukunya Indonesia Etc: Exploring Improbable Nation (2014) yang baginya persatuan dari kenanekaragaman masyarakat Indonesia yang sedemikian kaya dan rumit seharusnya adalah sesuatu yang tidak mungkin.

Lantas apa yang membuat dari keanekaragaman masyarakat Indonesia memungkinkan persatuan bangsa? Bagi bangsa Indonesia faktor pemersatu yang sangat mendasar terletak pada ideologi negara-bangsa: Pancasila. Melalui semboyan “Bhineka Tunggal Ika”, negara tidak saja menerima keberagaman masyarakat, tetapi juga menjamin dan melindunginya dari ancaman-ancaman pandangan yang menolak kemajemukan bangsa. Meski dalam kenyataannya, keberagaman memang berpotensi menimbulkan konflik sosial, baik karena faktor suku-etnis ataupun agama. Pasca reformasi, benturan akibat agama kerap terjadi, meski di beberapa tempat tidak sampai menimbulkan konflik. Padahal Pancasila telah memberikan makna penghayatan yang eksplisit akan kekayaan agama dan aliran kepercayaan masyarakat. Pancasila memberikan amanat yang jelas kepada seluruh institusi negara dalam setiap kebijakannya untuk menjamin kebebasan beragama setiap warga.

Negara berfungsi sebagai lembaga penjamin keleluasaan beribadah setiap warga. Kendati demikian, menerima keberagaman tentu bukanlah tugas negara semata, melainkan semangat yang mesti dimiliki setiap warga bangsa Indonesia. “Bhineka Tunggal Ika” adalah jiwa bangsa yang meresapi masyarakat Indonesia untuk terbiasa saling menerima dan menghormati perbedaan agama di antara warga masyarakat dengan penuh suka rela dan hidup bertenggang rasa sebagai watak kepribadian khas orang Indonesia. “Bhineka Tunggal Ika”, oleh karena itu, adalah buah kejelian dan kejeniusan para pendiri bangsa yang menyadari hakikat keberagaman bangsa ini.

Lalu adakah konsekuensi yang tersirat dari jaminan keberagaman agama oleh Pancasila sebagai ideologi negara? Konsekuensi itu tercermin dalam identitas republik ini, bahwa Indonesia bukanlah negara agama sekaligus juga bukan negara sekuler. Jika di negara-negara sekular, dimensi spiritual berada di luar pusat kebijakan negara karena diserahkan sepenuhnya dalam otonomi hidup privat masing-masing warga negara, Indonesia justru mengakui keterlibatan faktor spiritual dalam seluruh sendi kehidupan masyarakat. Pengakuan negara melalui Pancasila diteguhkan dalam konstitusi/hukum UUD 1945 yang menjamin kebebasan setiap warga negara untuk menganut agama/kepercayaan dan menjalankan ibadahnya. Hal ini sebenarnya mencerminkan kepekaan negara terhadap faktor spiritualitas yang meresapi kehidupan masyarakat Indonesia. Dan terjaminnya beragam agama dan kepercayaan oleh negara sama sekali tidak berarti bahwa negeri ini berdasar kepada doktrin agama tertentu.

Dengan kata lain, identitas negara dan bangsa Indonesia dalam konteks agama sangat khas dalam maknanya yang ganda. Melalui Pancasila dan UUD 1945, di satu sisi, negara mengakui dan menjamin faktor spiritualitas masyarakatnya yang beraneka ragam, tetapi di sisi lain, pengakuan itu sama sekali tidak berdasar kepada salah satu agama tertentu. Pancasila menjadi kekuatan negeri ini dalam melindungi dimensi beragama masyarakatnya yang sangat beranekaragam. Pancasila yang membuat negeri ini bagaikan mujizat karena seluruh komponen bangsa dalam hakikat keberagamannya memiliki jaminan keberlangsungan hidup dan bersatu. [***]

Referensi:

Artikel “Indonesia adalalah Sebuah Mukjizat” di situs nationalgeographic.co.id

Diakses pada 30 April 2018 pukul 10.30 WIB.

Artikel “Monokultural versus Multikultural” oleh Azyumardi Azra di situs Repbulika.co.id

Diakses pada 30 April 2018 pukul 11.00 WIB.