Tipografi vernakular adalah sistem dan gaya visual tulisan yang menggunakan sumber daya yang tersedia secara lokal dan tradisi untuk memenuhi kebutuhan dan keadaan setempat dan dipergunakan oleh masyarakat urban perkotaan dalam kehidupan sehari-hari. Desain ini timbul dari masyarakat yang mencerminkan lingkungan, budaya dan sejarah yang akan terus berkembang dari waktu ke waktu. Contohnya yaitu pada era kejayaan sinetron Bajaj Bajuri kemudian muncul banyak sekali ‘merek dagang’ Bajuri, Es Dawet Bajuri, Soto Betawi Bajuri, dan sebagainya. PKL sebagai masyarakat urban adalah sebuah fenomena sosial budaya yang terjadi sekarang ini. Sebagai pranata sosial para pedagang ini memiliki sistem nilai yang mereka anut dengan serba keterbatasan, mereka cenderung memanfaatkan sumber daya yang ada disekitar mereka dalam memenuhi kebutuhan pribadi mereka. Hal inilah yang kemudian mempengaruhi perilaku dan pola pikir mereka.

Pendekan yang cocok untuk penelitian dibidang ini yaitu pendekatan fenomenologi yang dilakukan dalam menginterpretasikan fenomena tipografi vernakular ini. Pendekatan ini juga mampu menginterpretasikan makna simbolik yang tidak dapat dilihat secara logis karena memerlukan keterlibatan batin dalam meneliti. Dengan  begitu data yang didapatkan bisa dikatakan sangat akurat karena peneliti terlibat langsung dan makna yang muncul dari pendekatan ini merupakan makya yang tidak berdiri sendiri namun memiliki keterkaitan dan inter subjectivity dengan makna yang lainnya.

Salah satu peneliti, yaitu Naomi Haswanto bercerita bahwa dalam menyelesaikan karya tulis disertasi ini beliau memakan waktu 5 tahun untuk menemukan Abah Garut. Abah Garut adalah seorang kakek yang menjual jasa membuat desain tipografi vernakular ini pada grobak – grobak pedagang kaki lima di Bandung. Penulis berpendapat bahwa keberadaan Abah Garut ini memunculkan bias dalam penelitian karena desain tipografi vernakular bertolak dari desain yang sedang tren dan up to date sedangkan Abah Garut adalah seorang kakek – kakek yang hampir bisa dipastikan beliau tidak mengikuti perkembangan tren tipografi saat ini. Sehingga desain yang dibuat oleh Abah Garut mungkin hanya desain yang selama ini dia kerjakan. Penulis berpendapat bahwa akan  sangat membantu jika interpretasi Abah Garut dalam membuat tipografi vernakular ini ditambah juga dengan interpretasi pembuat tipografi vernakular yang masih muda dan mengikuti perkembangan tren saat ini. Sehingga dapat memperkaya lagi fenomena jenis bentuk tipografi vernakular yang terjadi di Bandung.

 

Kesimpulan

Penulis berpendapat bahwa fenomena tipografi vernakular pada masyarakat urban informal kota Bandung ini adalah sebuah simbol yang mencerminkan bahwa ada kesenjangan antara keinginan para pedagang untuk mengikuti arus industrialisasi yang terjadi dengan kemampuan intelektual dan pengetahuan yang mereka miliki. Sehingga akhirnya mereka hanya bisa meniru apa yang mereka lihat dan mereka yakini sebagai sesuatu yang up to date. Karena hanya berbekal ilmu meniru inilah maka gaya tipografi vernakular akan selalu berubah mengikuti tren yang sedang marak saat itu. Tidak ada aturan yang membatasi dalam pembuatan tipografi ini sehingga bentuknya pun sangat luwes, romantik dan menonjolkan perasaan indah dan bangga. Penulis berpendapat bahwa dengan membaca karakter huruf dan unsur figuratif yang melekat pada tipografi vernakular ini kita dapat mengidentifikasikan karakter dari masing – masing pedagang. Contohnya pedangan soto yang menamai dagangannya sebagai Soto Ayam Bajuri dengan Soto Ayam Moro Seneng maka kita dapat menginterpretasikan bahwa pedagang soto ayam Bajuri berasal dari Jakarta sedangkan soto ayam Moro Seneng dari Jawa Tengah.  Penambahan figur atau kemiripan bentuk huruf dengan sebuah merek akan menambah rasa bangga dari pedagang akan barang dagangannya. Diluar itu semua penulis berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah refleksi cara apresiasi masyarakat urban informal dalam mengapresiasi seni. Kebutuhan seni dan penyaluran seni adalah milik semua masyarakat, bukan hanya kaum seniman atau masyarakat kelas atas yang dapat membeli lukisan sekian ratus juta.

 

 

 

Referensi

Rohidi, Tjetjep R. (2000) : Ekspresi Seni Orang Miskin, Bandung, Yayasan Nuansa Cendekia.

Berger, Arthur A. (2000) : Tanda – tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, Yogyakarta, PT. Tiara Wacana Yogya

Sihombing, D. (2001) : Tipografi dalam Desain Grafis. (W. Sunarto, Penyunt.), Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.