Self Acceptance Mahasiwa dan Kompetensi Akademiknya
Oleh:
Nisrin Husna, S.Ikom.,M.Ikom
Sikap positif terhadap diri, mengapresisasi dan menerima aspek kompleks yang baik maupun buruk dalam diri, atau disebut oleh Ryff dan Singer (2006) sebagai self acceptance sangat penting dimiliki oleh seorang mahasiswa. Dalam sebuah jurnal berjudul “Know thyself and become what you are” mengemukakan bahwa self acceptance merupakan proses panjang yang melibatkan kesadaran untuk berjuang secara akurat menerima, tindakan, motivasi, dan perasaan. Sehingga apabila disimpulkan, self acceptance merupakan proses panjang yang melibatkan kesadaran untuk berjuang secara akurat, dengan cara menerima tindakan, motivasi, perasaan diri, serta kualitas diri baik yang positif maupun negatif. Dalam bidang akademik, motivasi mahasiswa merupakan proses yang akan mengarahkan individu untuk mencapai target akademiknya. Mahasiswa dengan motivasi akademik yang tinggi menunjukkan pencapaian prestasi yang tinggi, memiliki pandangan yang lebih mengenai kompetensi akademiknya, dan akan mengalami kecemasan apabila memiliki kompetensi akademik yang rendah (Gottfriend, 2001). Motivasi akademik juga didefinisikan sebagai kesenangan belajar di kegiatan perkuliahan yang terlihat dari orientasi penguasaan, keingintahuan, keuletan, dan pembelajaran tugas-tugas baru yang sulit serta menantang (Gotfriend, 2001). Oleh karena itu, mahasiswa dengan motivasi yang rendah menunjukkan pencapaian prestasi yang rendah, tidak memiliki keingintahuan, serta menjadikan faktor diluar dirinya sebagai penyebab kegagalan, seperti misalnya menyimpulkan bahwa gagalnya pencapaian dalam bidang akademiknya saat ini dikarenakan oleh ketidaksesuaian pemilihan jurusan perkuliahan. Mahasiswa mempersepsikan bahwa peristiwa tersebut sebagai sesuatu yang mengecewakan, karena apa yang diinginkan tidak sesuai dengan kenyataan akan memiliki dampak psikologis yang akan sangat berpengaruh terhadap performa akademik. Terlebih lagi mahasiswa masuk pada tahapan usia remaja akhir dalam tahap perkembangannya, yang artinya sudah mulai dapat membedakan seperti apa dirinya (actual self) dan ingin seperti apa (ideal self). Oleh karena hal tersebut maka sedikit perbedaan dapat mendorong ke arah positif dan perbedaan besar dapat menyebabkan masalah psikologis seperti kekecewaan, ketidakpuasan, depresi, takut, terancam, dan gelisah (Sprinhall & Collins, 1995). Perubahan-perubahan yang terjadi pada tahap perkembangan ini juga rentan menyebabkan individu merasa kecewa dan membenci dirinya sindiri, terlebih apabila individu gagal menghadapi perubahan dengan baik. Hal ini dapat menyebabkan individu merasa tidak bahagia dan tidak puas dengan keadaan diri sendiri, sehingga akhirnya tidak menerima dirinya sendiri (Papalia, Old & Feldman, 2017). Individu yang tidak memiliki penerimaan diri (self acceptance) yang baik akan sangat mempengaruhi motivasi dan performa dirinya sebagai mahasiswa. Disinilah advisory dosen berperan sangat penting untuk mengarahkan, membantu, meyakinkan mahasiswa menerima dirinya (self acceptance) secara utuh atau keseluruhan, sehingga memiliki motivasi yang tinggi dalam mencapai kompetensi akademiknya.
Sumber:
Gottfriend, F & Gottfriend. (2001). Continuity of academic intrinsic motivation of childhood through a late adolosence. Journal of educational psychology.
Papalia, D.E. Olds, S.W & Feldman, R.D. (2007). Human Development. Boston: McGraw-Hill.
Ryff, C.D,. & Singer, B (2008). Know thyself and become what you are : A eudaimonic approach to psychological well being. Journal of Happiness Studies.
Sprinthall, N.A & Collins, W.A. (1995). Adolescent Psycology : a development view. USA : McGrawHill.
Comments :