Nisrin Husna, S.Ikom., M.Ikom

 

Ivy Lee, yang juga dijuluki sebagai Father of Public Relations pada awalnya menekankan fungsi Public Relations pada aktivitas press agentry dan publicity. Menapaki  era modern, fungsi Public Relations berkembang menjadi tidak hanya fokus pada kedua hal tersebut namun juga fokus pada proses engagement dan relationship building dengan publiknya.  Seiring dengan berkembangnya fungsi Public Relations, maka tantangan yang dihadapinya pun semakin berkembang. Bila dahulu Public Relations berhadapan dengan publik hanya secara fisik, namun saat ini ia juga harus berhadapan dengan publik secara digital atau yang disebut oleh Renald Kasali sebagai publik tak kasat mata. Semua ini terjadi karena kita sedang memasuki sebuah era baru yang disebut dengan Disruption Era. Disruption Era adalah sebuah era dimana segala sesuatu terjadi secara random, baik hal positif maupun negatif dapat menjadi viral hanya dalam hitungan detik. Era ini memberikan kemudahan bagi siapapun untuk melakukan apa saja di dunia maya dengan begitu mudah, namun juga bisa jadi berbahaya. Meskipun awalnya terdengar buruk, disruption era sebenarnya merupakan sebuah inovasi. Era ini membawa publik kepada kemudahan saat mereka ingin berbelanja, mendapatkan alat transportasi, membeli makanan dan segala bentuk kemudahan lainnya. Jika sebelumnya mereka harus melakukan usaha secara fisik untuk mendapatkan berbagai hal tersebut, maka kini segalanya bisa didapatkan dengan hanya melakukan beberapa sentuhan di gadget.

Sayangnya perubahan-perubahan besar ini seringkali tidak dapat diikuti oleh cara-cara lama, sehingga seringkali inovasi ini justru menimbulkan masalah. Sebagai contoh, sampai saat ini Uber dan Grab masih saja mendapat penolakan yang begitu keras dari supir taxi konvensional. Hal ini memperlihatkan bahwa masih ada ketimpangan antara cara-cara lama dan inovasi-inovasi baru yang dibawa oleh disruption era.

Lalu apa pengaruh Disruption Era terhadap Pulic Relations?

Beberapa waktu yang lalu, 27 April 2016, website Telkomsel diretas oleh oknum yang disinyalir adalah pelanggan yang tidak puas dengan harga layanan dan menuntut penurunan harga. Dalam waktu singkat fenomena ini sudah menjadi viral, bahkan kemudian XL sebagai salah satu kompetitor dari Telkomsel secara cermat menggunakan kesempatan ini untuk beraksi dengan melakukan post tweet “Untuk user operator tarif mahal, sabar ini ujian. Dari XL dengan tarif bersahabat YouTube tanpa kuota setiap saat”.

Dari kasus ini kita melihat bahwa dunia Public Relations tidak lagi sama. Landscape Public Relations telah berubah, dimana ancaman-ancaman yang dihadapi tidak lagi hanya dibatasi dengan batasan-batasan fisik semata, namun juga terjadi dalam dunia digital yang tidak dapat dihindari bahayanya jika tidak segera diatasi. Ketika cara-cara lama tidak berlaku lagi di era ini, maka langkah paling tepat adalah mengikuti inovasi dan perubahan yang terjadi. Hal ini memperjelas bahwa Public Relations tidak lagi terbatas pada fungsi-fungsi awal yang hanya merujuk pada press agentry dan publicity tetapi juga harus memiliki strategi dalam penguasaan media online dalam proses engagement dan relationship building dengan publiknya.