Berdoalah sebelum makan. Kiranya begitu nasihat bijak yang selama ini kita dengar apabila hendak menyantap makanan. Namun kini bukan lagi berdoa sebaiknya yang dilakukan sebelum makan, tetapi foto makanan dulu sebelum dimakan supaya eksis dan kekinian. Masyarakat kita seolah tidak mau ketinggalan dalam mengekspresikan diri melalui makanan yang hendak disantap. Kita bisa lihat para pengunjung di rumah makan atau restoran dan bahkan di warung pinggir jalan yang menyajikan makanan dengan tampilan menarik akan mulai mengeluarkan gadget untuk mengambil foto makanan segera setelah makanan tersaji. Aktifitas mengambil foto makanan kemudian mengunggah ke media sosial sudah bukan lagi sebuah fenomena, tetapi sudah menjadi budaya baru yang semakin berkembang di masyarakat.

Makan sebagai Lifestlye

Kegiatan makan saat ini telah menjadi lifestyle masyarakat seiring dengan semakin banyaknya variasi rasa dan tampilan makanan. Makanan haruslah unik, kekinian, dan menarik secara penampilan dengan rasa yang lezat. Dikutip dari Wright and  Sandlin dalam tulisannya yang berjudul You are what you eat: Television Cooking Shows, Consumption, and Lifestyle Practices as Adult Learning yang menyebutkan bahwa makanan berkembang menjadi suatu lifestyle. Jenis makanan yang semakin berkembang dan bervariasi itulah yang kemudian membentuk karakter makanan dan cara untuk menyantap makanan terbentuk. Sehingga menjadi menarik dan kemudian menjadi lifestyle dalam masyarakat yang tak bisa dilepaskan.

Ketika makan sudah menjadi lifestyle, ini secara tidak langsung kemudian menjadikan makanan atau aktifitas makan sebagai alat untuk berkomunikasi dalam masyarakat. Pasalnya, makan akan selalu menjadi aktivitas untuk mengakrabkan situasi, membangun relasi, mendekatkan hubungan antara keluarga. Makanan yang diunggah ke media sosial atau ranah publik kemudian menjadi suatu alat berkomunikasi nonverbal. Dengan mengupload foto makanan, seseorang tersebut sebenarnya sedang menyampaikam pesan tertentu.

Jika kita amati di media sosial, ada motif yang mendasari seseorang dalam menggunggah foto makanan di media sosial. Pertama adalah motif ekonomi untuk promosi produk usaha kuliner yang dimiliki dan bahkan sebagai ajang memperoleh penghasilan sebagai foodblogger atau foodendorser makanan karena kreatifitas dari foto yang dihasilkan bagus sehingga menarik banyak masyarakat untuk follow akun mereka.  Kedua adalah motif sosial yaitu sebagai ajang penyampaian pesan tentang personality seseorang yang termasuk salah satu didalamnya adalah makanan yang disantap.

Secara sosiologis tindakan memfoto dan megupload makanan ke media sosial merupakan bentuk presentasi diri yang ditampilkan oleh seseorang untuk mendapatkan perhatian berupa pengakuan dari publik atau masyarakat. Manusia sedang melakoni drama kehidupan yang memiliki panggung depan dan panggung belakang hal ini sebagaimana pendekatan teoritik Dramaturgi yang dijelaskan oleh Erving Goffman (1922-1982) dalam bukunya berjudul The Presentation of Self in Everyday Life. Goffman menjelaskan bahwa manusia adalah aktor kehidupan yang memiliki panggung depan dan panggung belakang. Panggung depan merupakan ranah dimana sang aktor menampilkan dirinya sesuai dengan apa yang diinginkan oleh publik. Sementara panggung belakang adalah ranah dimana sang aktor menjadi dirinnya sendiri yang sesungguhnya yang tersembunyi dari publik sehingga mendukung panggung depan yang dijalani oleh sang aktor.

Seseorang yang memfoto dan mengupload makanan pada dasarnya sedang melakoni panggung depan dimana nilai yang menjadi dasar seseorang tersebut bertindak telah diatur dan diharapkan dapat memenuhi pengharapan yang ada di masyarakat. Ada motif dibalik tindakan seseorang mengunggah foto makanan yang hendak disantapnya. Motif tersebut semata untuk menunjukkan eksistensinya dalam masyarakat dan mendapat pengakuan atas diri seseorang tersebut.

Personal Branding Melalui Media Sosial

Tak dapat dipungkiri bahwa perilaku mengambil foto makanan dan mengunggah ke media sosial adalah bagian dari ciri masyarakat dalam budaya populer saat ini. Kemajuan teknologi yang mengakibatkan informasi super cepat disebar, masyarakat juga dengan cepatnya mengkonsumsi pesan serta mengimitasi perilaku orang-orang yang dianggap sesuai. Apabila dilihat dari sisi kehumasan, praktik memfoto makanan ini merupakan salah satu cara melakukan personal branding di media sosial. Jika dijelaskan sebelumnya bahwa makan adalah sebuah lifestyle, makna makan itu sendiri juga sudah mulai bergeser, ada motif yang melatar belakangi seseorang melakukan hal tersebut. Motif sosial untuk mendapatkan perhatian dari khalayak, dengan memfoto dan mengunggah gambar makanan hal tersebut mengandung pesan yang ingin disampaikan oleh sang aktor tentang dirinya.

Personal branding secara sederhana dapat dipahami sebagai cara yang dilakukan untuk menciptakan identitas diri yang kemudian menjadi ciri dan dapat dipasarkan ke ranah publik. Personal branding ini penting dilakukan untuk memperoleh efek positif seperti simpati dan dukungan dari masyarakat. Personal branding penting dilakukan dan penting untuk setiap orang menyadari potensi yang bisa dikembangkan sehingga bisa menjadi kekhususan bagi dirinya.

Dalla-Camina,2016 dalam Petruca (2016:389) menyebutkan bahwa Personal Branding adalah  bagaimana sesuatu dipandang memiliki perbedaan yang menarik yang bisa dijual ke dalam industri melalui kualitas yang unik, pengalaman dan cara mempresentasikan identitas diri. Orang-orang yang memiliki Personal Branding yang kuat akan lebih mudah mendapatkan perhatian karena mereka membagikan hasrat dari apa yang dimiliki kepada orang-orang yang memang dianggap sesuai dengan apa yang diinginkan oleh publik.

Montaya (2002:4-5) menyebutkan bahwa personal brand, yang kemudian diartikan sebagai Proyeksi uumum dari aspek kepribadian seseorang meliputi keterampilan atau nilai nilai yang dapat menciptakan persepsi serta memiliki arti penting bagi publik dalam menilai kualitas kepribadian seseorang tersebut. Lebih lanjut lagi Montaya menjelaskan bahwa ada 8 ‘hukum’ dalam melakukan personal Branding yaitu: specialisation; leadership; personality; distinctiveness; visibility; unity; resistence; goodwill.

Memfoto makanan kemudian mengunggah ke media sosial adalah salah satu cara dalam Personal Branding dalam mempresentasikan identitas. Personal branding melalui media sosial dapat diakses oleh siapapun yang ingin agar orang lain mengetahui apa yang dilakukan oleh seseorang tersebut. Sebab sosial media adalah ruang yang paling mudah bagi orang-orang untuk menyebarkan informasi, hanya dengan ketersediaan internet serta skill yang dimiliki maka seseorang bisa dengan cepatnya mengunggah apa saja yang dimiliki. Sosial media dapat membantu mempromosikan dan bahkan dapat membuka peluang karir serta kesempatan baru untuk bisa lebih berkembang (Petruca,2016:92).

Referensi :

Goffman, E.1956. The Presentation of Self in Everyday Life. United States of America. Random House

Montoya, P..2002. The Personal Branding Fenomenon. London-Oxford. Graham Wilson.

Petruca, I.2016. Personal Branding Through Social Media. International Journal of Communication Research. Volume 6 • Issue 4, October / December 2016. 92-389.

Wright,R.R, Sandlin,A.J. 2009. You are what you eat: Television Cooking Shows, Consumption and Lifestyle Practice as Adult Learning. Conference Proceeding. Adult Education Research Conference.402-407