(Frederik Gasa, SIP, M.Si)

Internet telah menjadi “kebutuhan” masyarakat saat ini. Internet membawa perubahan ravolisioner, menciptakan lingkungan baru yang menandai era transisi dari masyarakat industrial menuju masyarakat digital atau knowledge-based society.[1] Revolusi teknologi dan penetrasi internet yang begitu kuat menciptakan manusia baru, “manusia digital”.

Sebuah Dilema

“Manusia digital” menjadi frasa konotatif, berangkat dari ketergantungan manusia akan alat teknologi komunikasi dan internet di era digital saat ini. Era “media centric” kini berubah menjadi era “me-centric”. Jika di era “media centric” pola komunikasi dan distribusi berita oleh media sifatnya vertical dan langsung “top-down” (unidirectional communication), masyarakat lebih pasif dengan media-media konvensional. Akan tetapi, di era “me-centric” ini, pola komunikasi bersifat horizontal dan multidireksional, disamping itu menjamurnya media digital (online) saat ini setiap orang dapat dengan mudah mengakses, mengumpulkan, membuat dan menyebarluaskan berita.[2]

Kemajuan dalam bidang teknologi dan komunikasi menjadi dilematis karena tidak hanya berdampak positif melainkan juga negatif. Positifnya, digitalisasi menjadi salah satu tanda kematangan dalam berdemokrasi.  Muaranya adalah masyarakat semakin bebas bersekspresi dan bermedia. Media-media baru bermunculan dan menawarkan kemudahan akses bagi khalayak. Media, selain menjadi instrumen kekuasaan kelompok elite dan berfungsi menyampaikan pemikiran kelompok-kelompok yang mendominasi masyarakat (Stuart Hall dalam Morrisan, 2013: 535) juga berkembang menjadi saluran opini, gagasan, ide dan kreativitas masyarakat. Media-media online menjadi kiblat masyarakat dalam mengakses informasi dan perlahan namun pasti media-media tradisional (media cetak) beralih kepada media online demi memperluas jangkauan khalayak. Sebagai contoh, beberapa surat kabar di Amerika Serikat, seperti The Christian Science Monitor, Rocky Mountain News dan Seattle Post-Intelligencer harus tutup dan beralih ke versi online, sedangkan untuk Indonesia dua media berita terbesar yakni Tempo dan Kompas juga memiliki versi online (Tempo.co dan Kompas.com).[3] Pada rentang waktu November 2013 hingga Maret 2014, Weber Shandwick melakukan survey kepada 339 jurnalis yang tersebar di 10 negara Asia Pasifik (Australia, China, Hong Kong, India, Indonesia, Jepang, Korea, Filipina, Singapura dan Thailand) dan sebagian besar menggunakan media online sebagai sumber berita dan tempat mempublikasikan berita. Hal tersebut tergambar pada grafik berikut.

(Sumber: The Digital Life of Journalists in Asia Pasific, 2014: 3)

(Sumber: The Digital Life of Journalists in Asia Pasific, 2014: 3)

Perkembangan media online yang sangat pesat juga bukan tanpa resiko. Muncul platform baru dan media social menjadi salah satu diantaranya. Ketiadaan sensor dan kebebasan yang tidak bertanggung jawab menjadi sumber persoalan. Media social yang seharusnya menjadi ruang atau tempat sosialisasi baru justru kerap digunakan tidak sebagaimana mestinya. Berikut beberapa dampak negarif media social.

Pertama, orang menjadi individualistis. Media social melahirkan komunitas virtual dengan bentuk komunikasi virtual pula, akibatnya orang lupa bahwa komunikasi face to face dan sosialisasi di dunia nyata jauh lebih penting. Kedua, wrong information. Media social menampilkan banyak data dan berita yang tidak semuanya benar dan justru sering menyesatkan karena banyak website yang tidak kredibel. Ketiga, menigkatnya kriminalitas. Media social menjadi ladang tumbuh sumburnya kriminalitas. Sebagian besar korban adalah kelompok remaja yang terjebak dalam fantasi percakapan dengan orang asing yang dikenal melalui media social.[4]

Digitalisasi pada akhirnya merupakan sesuatu yang tidak bisa terelakan. Manusia sebagai “penguasa” atas alat teknologi menjadi penentu arah apakah ke sisi yang baik atau buruk. Kita sebagai masyarakat dituntut untuk lebih bijak dan cermat dalam menggunakan media social dan alat teknologi yang ada.

[1] Rosental Calmon Alves, The Impact of Digital Technology on Journalism and Democracy in Latin America and The Caribbean, Texas, 2009, p.6.

[2] Ibid.

[3] Mapping Digital Media: Indonesia, Country Report, 2014, p. 46.

[4] Shabnoor Siddiqui & Tajinder Singh, “Social Media Its Impact with Positive and Negative Aspects”, International Journal of Computer Applications Technology and Resarch, Vol. 5, 2016, p. 72-75.