(Frederik Gasa, SIP, M.Si)

 

30 Juni 2017 merupakan tanggal bersejarah bagi kelompok aktivis Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender (LGBT) di Jerman. Sudah hampir lebih dari 15 tahun, kelompok aktivis ini memperjuangkan hak yang sama dengan kelompok heterosexual. Peristiwa ini menjadi peristiwa penting bagi kelompok LGBT di Jerman karena kemenangan pada voting di Bundestag (parlemen) ini memberi tanda bahwa tidak hanya masyarakat[1] tetapi juga konstitusi Jerman menerima dan mengakui eksistensi kelompok ini. Kelompok aktivis ini pun membentangkan poster bertuliskan Choose Love di luar kantor Kanselir Jerman, Angela Merkel, yang pada saat proses voting berlangsung memilih untuk menolak pernikahan sesama jenis.[2] Pengakuan pemerintah Jerman atas pernikahan sesama jenis ini mengikuti beberapa negara seperti Inggris (2013), Perancis (2013) dan Amerika Serikat (2015).[3]

Kemenangan kelompok pendukung LGBT menjadi cermin kebangkitan kelompok minoritas. Eksistensi LGBT dan kelompok minoritas lain berada dalam bayang-bayang diskriminasi kelompok mayoritas selama bertahun-tahun. Selama bertahun-lahun lamanya juga kelompok ini tidak mendapatkan haknya secara penuh. Gagasan, ide dan suara mereka terkungkung dalam kuatnya rasa takut. Media pun menjadi media kelompok mayoritas. Apa yang coba dilakukan oleh kelompok LGBT di Jerman dan negara-negara lainnya adalah bentuk perjuangan terhadap kesetaraan hak, meskipun secara substansial tidak akan benar-benar setara.

Tesis Noelle-Neumann tentang the spiral of silence menjelaskan bagaimana kelompok yang termajinalkan lebih memililh untuk diam, Baginya, kelompok tersebut harus memiliki sense of mutual unity, termanifestasi dalam sebuah opini bersama, opini publik.

Attitudes or behaviors one must express in public if one is not to isolate oneself; in areas of controversy or change, public opinions are those attitudes one can express without running the danger of isolating oneself” (Noelle-Neumann, dalam West & Turner, 2007)[4]

Opini bersama ini kemudian menyebar dan mampu mempengaruhi media dalam pembingkaian beritanya. Akibatnya, keinginan kelompok minoritas ini akan menjadi perhatian bersama khalayak. Opini ini akan memperoleh pengakuan dari entitas masyarakat. Noelle-Neumann meyakini bahwa struktur masyarakat tergantung orang-orang yang memberikan pengakuan dan mengesahkan nilai-nilai di masyarakat (Morissan, 2013: 528).

Pada akhirnya, benturan atau konflik akan selalu terjadi, antara mereka yang mau mempetahanan tatanan nilai yang ada yang sudah dianut bertahun-tahun lamanya dengan mereka yang menghendaki adanya reformasi nilai dan norma dalam masyarakat. Nilai-nilai yang baru akan diterima apabila sudah memiliki dasar hukum atau secara konstiitusional telah diatur dalam peraturan yang ada.

[1] Berdasarkan hasil survey majalah Stern tahun 2015, 74% masyarakat Jerman mendukung pernikahan sesame jenis, dalam http://www.bbc.com/news/blogs-eu-32937964, diakses tanggal 19 Juli 2017.

[2] “Warga Jerman Bersukaria Sambut Legalisasi Pernikahan Gay”, dalam https://www.cnnindonesia.com/internasional/20170630214635-134-225023/warga-jerman-bersuka-ria-sambut-legalisasi-pernikahan-gay/, diakses tanggal 19 Juli 2017.

[3]Same Sex Marriage: Why Liberal Germany Took So Long to Give Gay Couples Equal Rights”, dalam http://www.newsweek.com/same-sex-marriage-lgbtq-germany-gay-rights-angela-merkel-630234, diakses tanggal 19 Juli 2017.

[4] Morrisan, Teori Komunikasi Individu hingga Massa, 2013, hal. 527.