Oleh: Dr. Kukuh Lukiyanto

 

Masa lebaran kemarin cukup sulit menemukan warung makan yang buka. Ada satu warung makan nasi bebek yang biasanya selalu ramai dan menjadi langganan saya hampir satu tahun terakhir. Rasanya memang enak dan dengan system prasmanan orang mengambil bebek yang sudah dibumbui untuk digoreng saat itu juga. Mereka menjelaskan ketika saya tanya, bahwa dalam satu hari bisa menghabiskan 50 ekor bebek.  Artinya mereka bisa menjual 400 porsi dalam satu hari jika satu ekor dijadikan 8 potong. Satu kondisi yang cukup bagus untuk sebuah warung dipinggir jalan.

Pembeda atau bisa disebut value proposition mereka adalah bebek disajikan prasmanan, dan digoreng saat itu juga. Jadi bebek itu disajikan berdasarkan pilihan konsumen yang langsung digoreng. Cara penyajian seperti ini membuat konsumen memilih potongan berdasarkan selera masing-masing, misal : paha, dada, sayap atau memilih besar kecilnya potongan.

Pada musim lebaran mereka tidak pernah tutup, hanya pada lebaran pertama dan kedua saja mereka tidak berjualan. Saya agak heran, ditahun ini sampai satu minggu setelah lebaran warung ini belum buka. Terbawa rasa penasaran saya setiap hari mendatangi warung itu. Pada hari ke sepuluh baru terlihat warung itu buka dengan konsep yang berbeda. Makanan masih disajikan dengan prasmanan tetapi bebek yang dijual semua sudah digoreng dan ditaruh dalam lemari penghangat.

Terbersit dalam pikiran saya kenapa kok dirubah seperti ini, padahal konsumen sudah sangat nyaman dengan value proposition mereka yang lama. Beberapa orang yang makan bersama saya saat itu merasa heran dengan konsep baru ini. Dalam benak mereka bertanya-tanya kenapa dibuat seperti ini, kenyataannya dijam makan yang biasanya orang sangat ramai hanya ada saya dan tiga orang lain. Beberapa orang yang datang membatalkan untuk masuk karena mereka lihat suasananya berbeda. Beberapa lagi yang datang, melihat bebek sudah digoreng ditaruh dalam lemari penghangat, mengurungkan untuk makan ditempat itu.

Disitulah saya sadar, membahas value proposition dalam UKM adalah hal yang menarik dan tidak akan ada habisnya. Sayangnya masih banyak UKM belum memahami hal ini, seringkali mereka justru merubah value proposition yang sudah melekat pada usahanya karena sesuatu yang sederhana. Mereka tidak sadar bahwa dengan merubah value proposition artinya mereka harus memulai atau mengganti semua komponen dalam BMC ( business model canvas ) dengan yang baru.

Seperti kita ketahui value proposisition adalah satu nilai atau konsep yang ditetapkan untuk sebuah usaha berbeda atau memiliki nilai lebih dibanding usaha yang sama. Dengan demikian tidak boleh value proposition berubah-ubah dalam jangka waktu yang pendek. Apalagi kalau usaha atau produk kita sudah diterima pasar, maka merubah value proposition akan membuat segmen kita juga bisa berubah.

Salam Sukses