People Innovation Excellence
 

Entrepreneurship dalam Bentuk Bisnis Keluarga

Lee (2006) mengklaim bahwa hampir semua perusahaan bermula dari bisnis keluarga. Peran bisnis keluarga dalam perekonomian pun tak bisa dipungkiri. Sekitar 96,5% dari total perusahaan di Jepang adalah perusahaan keluarga (Goto, 2006). Di Amerika, proporsinya sekitar 90%; Spanyol dan Perancis 80%; sedangkan Italia, India, dan kawasan Amerika Latin berkisar antara 90–98% (Poza, 2010). Kendati demikian, istilah “bisnis keluarga” atau “perusahaan keluarga” kerap kali diinterpretasikan secara berbeda-beda. Telaah terhadap literatur manajemen mengungkap bahwa hingga saat ini terdapat beraneka definisi bisnis keluarga. Brockhaus (2004), contohnya, mengidentifikasi beberapa definisi bisnis keluarga, di antaranya:

  • perusahaan yang dalam praktiknya dikendalikan oleh para anggota sebuah keluarga,
  • bisnis yang dimiliki dan dijalankan oleh satu atau dua keluarga, dan (3) bisnis yang akan diteruskan untuk dikelola dan dikendalikan oleh generasi berikutnya dalam keluarga pendiri.

Goto (2006) merumuskannya sebagai perusahaan yang anggota keluarga pendirinya terlibat dalam manajemen dan kepemilikan, serta setidaknya dua atau lebih anggota keluarga tersebut berperan sebagai eksekutif puncak dan/atau pemegang saham. Berkenaan dengan keanekaragaman definisi yang berkembang, Litz (1995) merangkumnya menjadi definisi bisnis keluarga berdasarkan dua perspektif utama:

  • structurebased approach, yakni kepemilikan dan manajemen perusahaan terkonsentrasi pada sebuah unit keluarga, dan
  • intention-based approach, yaitu anggota keluarga berupaya keras mewujudkan dan/atau mempertahankan intra-organizational family-based relatedness. Lebih lanjut, Astrachan dan Shanker (2003) mengemukakan tiga definisi operasional bisnis keluarga. Definisi pertama (broad definition) menggunakan kriteria berupa voting control oleh anggota keluarga atas arah strategis perusahaan. Definisi kedua (mid-range definition) menambahkan kriteria keterlibatan keluarga secara langsung dalam operasi perusahaan sehari-hari. Sedangkan definisi ketiga (the most stringent definition) mensyaratkan anggota keluarga memegang kendali voting atas keputusan-keputusan strategis perusahaan dan keterlibatan beberapa generasi anggota keluarga dalam operasi perusahaan sehari-hari. Kepemilikan dan pengendalian oleh anggota keluarga lintas generasi ini mengindikasikan betapa krusialnya kelanggengan bisnis dalam konteks bisnis keluarga. Kelanggengan bisnis (business longevity atau long-term business survival) sendiri merupakan isu strategis bagi setiap organisasi bisnis. Istilah kelanggengan mengacu pada durasi eksistensi yang panjang atau keberlanjutan eksistensi sebuah organisasi bisnis di pasar relevan yang dilayaninya (Banbury & Mitchell, 1995).

Ukuran yang digunakan mencakup durasi survival maupun peluang survival. Setidaknya ada empat alasan utama mengapa kelanggengan bisnis merupakan salah satu isu fundamental dalam bisnis keluarga. Pertama, survival merupakan ukuran minimum kesuksesan perusahaan dan prasyarat bagi indikator kinerja bisnis lainnya, seperti pertumbuhan, profitabilitas, pangsa pasar, dan lain-lain (Drucker, 1954). Sebagai ilustrasi, bagaimana perusahaan bisa tumbuh bila tidak survive? Stafford, et al. (2010) menegaskan bahwa bisnis harus survive agar dapat sukses. Kedua, prinsip ‘going concern’ dalam bisnis, terutama akuntansi, menyatakan bahwa sebuah organisasi bisnis didirikan dengan maksud untuk hidup selamanya (Kieso, et al., 2010). Implikasinya, kelanggengan perusahaan merupakan hal esensial bagi investor, kreditor, pemilik, manajer, karyawan, pelanggan, pemerintah, dan stakeholder lainnya. Ketiga, salah satu faktor fundamental yang membedakan perusahaan keluarga dan non-family firm tecermin pada tujuan utama perusahaan keluarga yang menekankan continuity, dengan jalan mempertahankan aset dan reputasi keluarga sebagai pemilik bisnis (Ward, 2005). Keempat, fakta empiris menunjukkan bahwa terjun ke sebuah bisnis tampaknya relatif gampang, namun bukanlah hal mudah untuk bertahan hidup (Geroski, 1995).

Kelanggengan bisnis dapat dipandang sebagai sebuah proses dinamis. Secara sederhana, perjalanan hidup sebuah bisnis, termasuk bisnis keluarga, dapat diilustrasikan dalam lima tahap yang disebut 5S (lihat Gambar 1). Tahap pertama adalah start-up, yakni saat didirikan atau dimulainya usaha bersangkutan. Setelah itu, masuk tahap struggle yang merupakan fase kritis karena umumnya usaha baru masih berusaha mencari bentuk yang tepat, membangun jejaring bisnis (mulai dari pemasok hingga distributor), dan meraih konsumen. Sebagai perusahaan baru yang umumnya masih berukuran kecil, tantangan terberat yang dihadapi adalah liability of newness dan liability of smallness. Kalau itu berhasil dilewati dengan baik, masuklah bisnis itu pada tahap survival. Dalam tahap ini, bila usaha bisa ditingkatkan dengan baik, maka akan tercapai tahap ideal, yakni supremacy. Perusahaan mendominasi pasar di tahap ini. Namun, bila gagal mempertahankan survival, sebuah perusahaan akan mengalami gulung tikar. Menariknya, empat tahap (struggle, survival, supremacy dan sayonara) saling berhubungan. Tidak ada jaminan bahwa sebuah perusahaan yang berada pada tahap supremacy, misalnya, bakal awet di posisi itu. Bila tidak mampu menyelaraskan diri dengan dinamika lingkungan bisnis yang berubah cepat, sangat mungkin perusahaan bakal mengalami kemunduran, yang selanjutnya berpotensi berujung pada kebangkrutan. Riset kelanggengan bisnis banyak dikaji dalam konteks firm survival dan product longevity, terutama dalam literatur ekonomika, manajemen keuangan dan akuntansi, ekologi organisasional/populasi, manajemen teknologi, manajemen strategik, human capital theory, dan siklus hidup produk (Tjiptono, 2011; lihat Gambar 2). Setiap perspektif memiliki fokus tersendiri. Perspektif ekonomika menekankan upaya mengidentifikasi karakteristik industri dan atribut perusahaan yang dapat memprediksi peluang survival sebuah perusahaan. Perspektif akuntansi dan keuangan memprediksi kemungkinan sebuah perusahaan mengalami financial distress atau kebangkrutan. Perspektif ekologi organisasional menelaah faktor-faktor yang memengaruhi tingkat mortalitas organisasi. Perspektif manajemen teknologi berfokus pada pengaruh evolusi teknologi, terutama kemunculan dominant design, terhadap kelanggengan perusahaan. Perspektif manajemen strategis mengkaji implikasi urutan memasuki pasar (order of market entry) pada tingkat survival. Perspektif human capital theory menginvestigasi keterkaitan antara karakteristik wirausahawan/wati saat mendirikan perusahaan dan peluang survival perusahaan bersangkutan. Sedangkan perspektif siklus hidup produk menelusuri riwayat penjualan sebuah produk atau kategori produk dan mengevaluasi dampaknya terhadap survivabilitas produk bersangkutan. Kajian empiris berdasarkan ketujuh perspektif tersebut mengindikasikan sejumlah determinan kelanggengan bisnis, di antaranya usia dan ukuran perusahaan, pertumbuhan industri, karakteristik pendiri (tingkat pendidikan dan pengalaman bisnis), kinerja keuangan (rasio keuangan), urutan memasuki pasar, faktor lingkungan (stabilitas politik dan ekonomi), densitas kompetitif, kemunculan dominant design, dan seterusnya (Tjiptono, 2011). Kajian teoretis pun (seperti teori institusional, teori organisasi, ekonomika industrial, dan resource-based view) memunculkan sejumlah prediktor potensial kelanggengan bisnis, di antaranya faktor internal (strategi bisnis, struktur modal, usia pemilik perusahaan, etnisitas keluarga pemilik, struktur keluarga, usia dan ukuran perusahaan, dan lain-lain) dan faktor eksternal (tingkat stabilitas politik, tingkat stabilitas makro-ekonomi, tingkat melek huruf, tingkat harapan hidup, dan seterusnya) (Williams & Jones, 2010).


Published at :
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close