sumber:: canva.com

Adiksi atau kecanduan adalah kata-kata yang familiar di telinga kita, contohnya kecanduan internet, judi online, pornografi, adiksi obat-obatan. Selain familiar, fenomena kecanduan baik terhadap zat atau non-zat dapat dijumpai di sekitar kita. Berdasarkan data State of Mobile didapatkan bahwa masyarakat Indonesia menempati peringkat pertama dalam menggunakan perangkat mobile, seperti HP, yaitu selama 6 jam (CNBC, 2024). Dikutip dari bnn.go.id pada tahun 2024 didapatkan bahwa penyalahgunaan narkotika menyentuh angka 296 juta jiwa dalam skala global, angka ini menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 12 juta jiwa.

Mari kita bahas lebih lanjut, apa sih sebenarnya adiksi atau kecanduan itu? American Society of Addiction Medicine (ASAM) menyatakan bahwa kecanduan termasuk penyakit pada otak yang kronis dimana seseorang tidak memiliki kemampuan dalam mengendalikan diri untuk melakukan suatu tindakan atau menggunakan zat-zat tertentu sehingga menyebabkan ketergantungan yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan mengakibatkan ancaman secara fisik ataupun psikologis. Jadi, seseorang yang kecanduan akan kesulitan berhenti mengonsumsi zat/obat-obatan atau melakukan suatu tindakan yang merugikan meskipun mereka tahu resiko yang akan mereka tanggung.

Kira-kira seperti apa gejala yang ditunjukkan dari kecanduan? Menurut cleveland clinic secara umum gejala yang ditunjukkan adalah sebagai berikut:

  • Kurangnya pengendalian diri

Seseorang yang kecanduan cenderung tidak bisa mengontrol tindakan mereka dan tak jarang merasa pasrah karena merasa sudah kehilangan kendali atas hidup mereka, karena itu mereka mudah merasa frustrasi dan bersalah pada keadaan mereka karena mereka tidak dapat berhenti untuk melakukan tindakan tersebut.

  • Mempunyai masalah pribadi atau kesehatan

Kehidupan seorang pecandu menjadi berantakan karena prioritas utama mereka adalah memenuhi kebutuhan kecanduan mereka sehingga tidak jarang mereka kesulitan berkativitas secara normal seperti biasanya dikarenakan kesulitan untuk fokus bekerja atau mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, tidak hanya itu saja bahkan akan berpengaruh pada keadaan hubungan mereka baik dengan pasangan ataupun keluarga dan menelantarkan kesehatan dan kebersihan diri.

  • Meningkatnya toleransi terhadap efek euforia

Disaat seseorang mengonsumsi zat/obatan-obatan atau terlibat dalam tindakan pencandu, efek euforia yang mereka rasakan menjadi berkurang pengaruhnya karena tingkat toleransi yang semakin meningkat, sehingga tingkat intensitas aktivitas pecandu tersebut juga semakin meningkat seiring berjalannya waktu.

  • Gejala Withdrawal

Seorang pecandu akan mengalami gejala withdrawal saat mereka berhenti menggunakan zat/obat-obatan atau melakukan tindakan tersebut. Seseorang dapat mengalami dampak secara psikologi atau fisik, seperti mual atau tremor serta mengalami kecemasan, mudah tersinggung dan sensitif.

Melihat gejala yang ditunjukkan tadi, cukup mengkhawatirkan ya. Bukankan untuk lepas dari kecanduan seseorang bisa saja langsung memutuskan untuk berhenti dan masalah kecanduan bisa selesai saat itu juga kan. Lalu sebenarnya hal apa yang dapat menyebabkan seseorang kecanduan? meskipun tidak ada satu jawaban pasti untuk pertanyaan ini, perubahan kimia pada otak kita memainkan peran yang cukup besar, terutama pada bagian pemberian reward pada otak. Disaat kita melakukan suatu tindakan yang positif, tubuh kita melepaskan hormon dopamin yang mendorong kita untuk melakukan tindakan yang sama, seperti merasa bahagia saat makan makanan enak atau bahagia hang out bareng pacar. Pemakaian zat/obat atau tindakan negatif seperti menonton pornografi juga dapat memberikan perasaan senang, akan tetapi tindakan tersebut bukanlah tindakan positif. Seorang pecandu terdorong untuk melakukan hal tersebut terus-menerus dan akan terjerumus dalam lingkaran perilaku buruk yang menjadi kebiasaan. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang memainkan peran penting dalam penyebab kecanduan, yaitu seperti faktor genetik yang berkontribusi sebanyak 40% – 60% pada kerentanan seseorang terekspos pada kecanduan (Deak & Johnson, 2021), lalu juga faktor kondisi kesehatan mental dimana seseorang yang memiliki masalah ini cenderung lebih mudah untuk mengalami kecanduan. Faktor lainnya adalah lingkungan, contoh seperti masa kecil yang traumatik, lingkungan yang penuh tekanan dan stress atau gaya hidup orang-orang sekitar kita, jika orang-orang terdekat kita juga mengalami kecanduan pada suatu hal, maka akan lebih mudah bagi kita untuk melakukan hal yang sama. Singkatnya, dapat dikatakan bahwa seseorang yang kecanduan mengalami perubahan pada diri mereka terutama pada bagian otak dan butuh suatu usaha yang besar untuk mengubahnya kembali menjadi normal, semakin parah kecanduan yang dialami maka usaha yang di keluarkan juga perlu lebih maksimal dan itu tidak cukup hanya dengan tekad untuk berhenti saja akan tetapi perlu dibarengi dengan intervensi dari para ahli.

Melihat hal ini, apakah ada solusi bagi mereka yang mengalami kecanduan agar dapat pulih kembali ? Kecanduan merupakan rangkaian dari sebuah kebiasaan dan kita perlu melakukan interupsi untuk memutus rangkaian kebiasaan tersebut. Terdapat perawatan yang dapat diberikan contohnya seperti terapi untuk mengubah kebiasaan yang merugikan menjadi lebih positif. terapi yang biasa diberikan berupa CBT (cognitive behavioral therapy) atau psikoterapi dan konseling juga dapat diberikan pada individu yang mengalami kecanduan baik pada zat/obata-obatan atau perilaku negatif lainnya. Selain terapi, juga terdapat rehabilitasi yang biasa diberikan bagi pecandu zat/obat-obatan terlarang sebagai fasilitas yang memberikan dukungan, edukasi dan konseling bagi pecandu untuk hidup lebih sehat dan juga diberikan perawatan dalam bentuk obat-obatan untuk meringankan gejala withdrawal yang dialami pecandu sesuai dengan resep dokter untuk membantu mereka meninggalkan kebiasaan buruk mereka. Kecanduan bukanlah sesuatu yang mustahil untuk diubah, dengan kesadaran dan intervensi yang tepat, seorang pecandu dapat bebas kembali dari kebiasaan buruk mereka.

 

 

Referensi:

Addiction. (2024, July 15). Cleveland Clinic. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/6407-addiction

Bnn, H. (2024, June 26). HANI 2024: Masyarakat Bergerak, bersama melawan Narkoba mewujudkan Indonesia Bersinar. Badan Narkotika Nasional RI. https://bnn.go.id/hani-2024-masyarakat-bergerak-bersama-melawan-narkoba-mewujudkan-indonesia-bersinar/

Deak J.D, Johnson E.C. Genetics of substance use disorders: a review. Psychol Med. 2021 Oct;51(13):2189-2200. doi: 10.1017/S0033291721000969. Epub 2021 Apr 21. Erratum in: Psychol Med. 2022 Mar;52(4):800. doi: 10.1017/S0033291722000629. PMID: 33879270; PMCID: PMC8477224.

Felman, A. (2018, October 26). What are the complications of addiction? https://www.medicalnewstoday.com/articles/323461#physical-complications

Grant J.E, Potenza M.N, Weinstein A, Gorelick D.A. Introduction to behavioral addictions. Am J Drug Alcohol Abuse. 2010 Sep;36(5):233-41. doi: 10.3109/00952990.2010.491884. PMID: 20560821; PMCID: PMC3164585.

Harvard Health. (2024, April 18). Understanding Addiction: How Addiction Hijacks the brain – HelpGuide.org. HelpGuide.org. https://www.helpguide.org/mental-health/addiction/how-addiction-hijacks-the-brain

How an addicted brain works. (2022, May 25). Yale Medicine. https://www.yalemedicine.org/news/how-an-addicted-brain-works