Hai, Sahabat Binus Bekasi Beken! Pernah dengar tentang design thinking? Ini adalah konsep yang mengubah paradigma dan membuka pintu bagi ide-ide segar serta inovasi yang cemerlang. Mari kita telusuri lebih dalam dunia design thinking dengan menggunakan framework design thinking yang dikembangkan oleh Nielsen Norman Group (NNG).

Gambar 1. Design Thinking NNGroup

Jadi, apa itu design thinking? Secara sederhana, ini adalah pendekatan yang menekankan pada pemahaman masalah dari perspektif pengguna dan menciptakan solusi yang memenuhi kebutuhan mereka. Bayangkan jika kita ingin meningkatkan pengalaman onboarding bagi pengguna baru.Dalam fase “Empathize,” kita melakukan riset menyeluruh untuk memahami aktivitas, pemikiran, dan perasaan pengguna. Tujuannya adalah merasakan empati sepenuhnya dengan pengguna dan memahami pandangan mereka. Salah satu teknik yang sering digunakan dalam fase ini adalah affinity mapping.

Dengan affinity mapping, kita dapat mengorganisir dan mengelompokkan temuan dari riset kita ke dalam pola-pola yang bermakna. Dengan cara ini, kita dapat melihat pola-pola umum dan mendapatkan wawasan yang lebih dalam tentang kebutuhan, masalah, dan harapan pengguna. Ini membantu kita untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan fokus yang lebih tepat untuk fase-fase berikutnya dalam proses design thinking.

Gambar 2. Affinity Mapping (Schicker, 2020)

Selanjutnya, kita memasuki fase “Define,” di mana kita menggabungkan hasil riset untuk mengidentifikasi masalah utama yang dihadapi pengguna. Di fase ini, kita mulai mencari peluang inovasi yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya. Sebagai tambahan, dalam fase ini, kita juga dapat membuat user persona dan user journey map.

Gambar 3. User Persona (Designed by Freepik)

Kemudian, di fase “Ideate,” kita mengeluarkan kreativitas dengan melakukan brainstorming ide-ide yang beragam untuk mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi. Tidak ada batasan di sini, semua ide didorong! Sebagai tambahan, dalam fase ini, kita dapat menggunakan teknik seperti “crazy eight” dan mindmap.

Gambar 4. Sesi Brainstorming (Photo by Freepik)

Setelah tahap ideation, langkah berikutnya adalah memasuki fase “Prototype,” di mana kita dapat membuat dua jenis prototipe: low fidelity dan high fidelity. Low fidelity prototype adalah versi sederhana yang fokus pada konsep dasar, sering kali dibuat dengan bahan-bahan sederhana seperti paper prototoype, sementara high fidelity prototype menyerupai produk akhir dan dibuat dengan perangkat lunak desain canggih.

Gambar 5. High Fidelity Prototype (Designed by Freepik)

Fase selanjutnya adalah “Test,” di mana kita kembali kepada pengguna untuk menguji prototipe kita dan mendapatkan feedback yang berharga. Kita ingin memastikan solusi kita benar-benar memenuhi kebutuhan pengguna dan meningkatkan pengalaman mereka.

Dan yang terakhir adalah fase “Implement,” di mana kita menerapkan solusi kita ke dalam praktik. Ini saatnya mengubah visi menjadi kenyataan dan memberikan dampak nyata bagi pengguna.

Jadi, mengapa design thinking begitu penting? Karena dengan pendekatan ini, kita bisa menciptakan solusi-solusi yang memenuhi kebutuhan pengguna, mendorong inovasi, dan menciptakan keunggulan kompetitif.

Mari kita menjelajahi dunia design thinking bersama-sama, Sahabat Binus Bekasi Beken, dan membuka potensi inovasi kreatif kita. Bersiaplah untuk memecahkan masalah dengan cara yang baru dan menyenangkan!

 

Kontak:

Bit.program@binus.edu (email)

Business Information Technology Program

School of Information Systems Binus@Bekasi