Sumber: https://kupang.tribunnews.com/2015/03/19/gubernur-ntt-akan-panen-sorghum-di-litukedon

Tahukan teman-teman, bahwa Dunia pernah mengalami tiga krisis pangan global, yaitu 1972-1974, 2007- 2008, dan 2011. Harga pangan kemudian melonjak tinggi, menyebabkan kerusuhan besar dan puluhan ribu orang meninggal di 15 negara. Peristiwa ini diikuti dengan tumbangnya berbagai rezim di Timur Tengah dan Afrika Utara—dikenal sebagai Arab Spring.

Krisis Pangan dan Apa Solusinya?

Isu krisis pangan dimunculkan kembali di 2020 dan telah meningkatkan harga pangan dunia yang cukup tinggi selama Mei 2020-Maret 2022. Tiada bulan tanpa kenaikan harga pangan kecuali Juni, Juli, dan Desember 2021. Pemain-pemain pangan global sudah barang tentu sangat diuntungkan dengan dimunculkannya isu krisis pangan. Sekitar 90 persen perdagangan pangan dunia dikuasai hanya oleh lima perusahaan multinasional milik negara maju. Oleh karena itulah, kita perlu mulai memikirkan kedaulatan pangan yang lepas dari isu dan spekulasi dari negara maju.

Dalam upaya menghadapi kemungkinan terjadinya krisis pangan, Presiden Joko Widodo menyerukan agar masyarakat bergotong royong untuk membangun kemandirian di bidang pangan berdasarkan kekuatan masing-masing daerah. Setiap daerah harus memiliki kekhasan pangan yang sesuai dengan karakteristik daerahnya, kondisi masyarakatnya, serta tradisi (budaya) makannya. Contohnya, sagu merupakan komoditas yang cocok ditanam di Pulau Papua sekaligus menjadi makanan pokok masyarakat di wilayah tersebut. Oleh karena itu, tambahnya, penanaman tanaman tersebut harus terus dilanjutkan dan tidak dialihkan ke komoditas lain yang tidak sesuai dengan karakteristik tanah dan masyarakat Papua. Selain itu, tanaman sagu dan porang juga berpotensi untuk dikembangkan menjadi komoditas ekspor Indonesia, karena dianggap lebih sehat. Sagu merupakan pangan bebas gluten, sedangkan tanaman porang rendah gula.

Selain itu, penanaman sorgum secara besar-besaran di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) juga dinilai sesuai dengan karakteristik daerahnya dan akan menjadi kekuatan provinsi NTT di bidang pangan. Sorgum ini merupakan tanaman yang tidak terlalu memerlukan air sehingga sangat cocok ditanam di tanah NTT yang tingkat curah hujannya rendah. Pada tahun 2023 lalu, telah terjadi panen raya dengan hasil 100 ton biji kering dari 50 ha lahan (Bisnis, 2022). Ternyata, dulu masyarakat NTT  menanam sorgum, dan beralih ke menanam padi. Dengan tingkat curah hujan yang rendah, tanaman padi sulit tumbuh. Oleh karenanya, setiap petani di masing-masing wilayah sebaiknya menanam tanaman bahan makanan yang sesuai wilayahnya agar panen bisa maksimal dan Indonesia bisa  segera dalam posisi berdaulat pangan.

 

Referensi:

Wahyudi, Nyoman Ary 2022, Moeldoko Bakal Panen Raya Sorgum di NTT Sore Ini, https://ekonomi.bisnis.com/read/20230412/99/1646131/moeldoko-bakal-panen-raya-sorgum-di-ntt-sore-ini