Bagi sebagian orang, kampus adalah tempat belajar. Kampus adalah ruang kelas yang berisi dosen dan mahasiswa saling berinteraksi dalam mencapai tujuan pemelajaran. Bagi sebagian mahasiswa kampus adalah tempat mereka berinteraksi dan bersosialisasi. Kampus adalah tempat mereka berteman, berjejaring dan bergembira. Singkat kata, kampus memiliki peran penting dalam membentuk karakter seorang cendekia.

 

Canggung Pasca Pagebluk Covid-19

Pandangan dan anggapan di atas tentang peran kampus tidaklah salah. Namun, dalam pengamatan saya, ada banyak aspek tujuan kampus yang masih bisa dikembangkan. Saya pribadi melihat, bahwa kampus adalah tempat yang tepat untuk membentuk karakter keseharian mahasiswa. Apa itu karakter keseharian mahasiswa? Yaitu karakter di mana mereka sehari-hari berinteraksi sebagai mahluk sosial. Mulai dari bagaimana etiket mereka ketika masuk ke kelas, naik lift, memarkir kendaraan, mengikuti antrian atau tindak tanduk ketika di kantin.

Karakter keseharian ini menjadi penting, karena pasca pagebluk Covid-19, di mana kebanyakan siswa dan mahasiswa menghabiskan waktu di rumah, banyak dari mereka yang mesti beradaptasi pada lingkungan barunya. Banyak mahasiswa yang canggung ketika mereka kembali ke kehidupan dan interaksi kampus yang normal. Para mahasiswa yang biasa berhadapan dengan layar komputer atau layar telefon genggamnya, saat ini harus berinteraksi dengan rekan-rekannya di dunia nyata.

Oleh karena itu saya merasa bahwa kampus harus bisa lebih dari sekedar tempat belajar dan mengasah kemampuan kognitif. Kampus harus bisa menjadi tempat Pendidikan bagi karakter keseharian, di luar kelas, di luar pembelajaran akademik dan ruang buku teks. Sebagai pengelola kampus, ada 3 hal yang bisa dilakukan untuk membangun karakter keseharian mahasiswa ini: Kesadaran, Penerapan dan Pemantauan. Upaya ini coba kami terapkan di kampus Binus University @Bekasi

Membangun Kesadaran

Pergantian peran dari siswa menjadi mahasiswa terkadang tidaklah terlalu mulus. Ada banyak siswa yang merasa bingung dengan “kebebasan” yang didapatkan di universitas pasca mereka lulus dari bangku sekolah menengah. Kebebasan ini terkadang terbawa dalam perilaku keseharian mereka. Ada kesan cuek, tidak mau diatur dan merasa “si paling aktivis”. Hal ini tentu perlu diubah. Untuk mengubahnya perlu beberapa intervensi. Mulai dari kampanye rutin di setiap lokasi kampus. Bisa dalam bentuk visual, audio maupun video. Meningkatkan peran dosen dalam menegur, mengingatkan dan mengajarkan tentang sikap-sikap baik di keseharian. Mulai dari mengantri dengan disiplin, merawat kebersihan kampus, membuang sampah pada tempatnya, mengikuti aturan dan tata tertib berpakaian di kampus dan sebagainya. Melalui hal-hal tersebut diharapkan kesadaran yang baik bisa dibangun dan ditingkatkan.

Penerapan Karakter Keseharian

Jika kesadaran telah dibangun dengan baik, maka penerapan karakter keseharian tadi bisa lebih didorong dan ditingkatkan. Mahasiswa harus terbiasa dengan sikap karakter keseharian yang baik tersebut. Karakter tersebut bisa diterapkan dalam keseharian mereka di kelas, interaksi bersama rekan-rekan mereka atau dapat pula diterapkan ketika mereka di luar kelas.

Pemantauan dan Penilaian

Ketika diterapkan dan dilaksanakan di keseharian mahasiswa, maka penting untuk pelaksanaan tersebut dipantau dan dinilai. Jika sudah diterapkan dengan baik, maka mahasiswa dapat diberikan apresiasi. Misalnya, dalam bentuk merit points. Begitu juga sebaliknya, jika mahasiswa tidak melaksanakan aktivitas tersebut dengan baik, maka mereka bisa mendapatkan pengurangan poin (demerit pints) dan atau mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan tata tertib yang ada.

Singkat kata, upaya-upaya di atas berusaha dijalankan untuk membentuk karakter mahasiswa yang lebih baik dan bisa menjadikan mereka pribadi yang berkarakter kuat.

Oleh:

Gatot Soepriyanto Ph.D
Faculty Member School of Accounting, Binus University
Direktur Kampus Binus University @Bekasi

gsoepriyanto@binus.edu