Penerapan Manajemen Krisis Timothy Coombs pada Pemerintah Kota Surabaya I

Krisis menurut Coombs (2015) adalah persepsi tentang peristiwa tak terduga yang mengancam harapan penting dari para stakeholder yang terkait dengan masalah kesehatan, keselamatan, lingkungan, atau ekonomi, yang dapat berdampak serius pada kinerja organisasi dan menimbulkan hasil yang negatif .

Coombs menerangkan bahwa krisis dapat ditangani melalui manajemen krisis yang terbagi dalam tahap pre-crisis, crisis events, dan post-crisis. Pre-crisis adalah tahapan atau sebelum krisis terjadi, yang mana langkahnya terbagi menjadi: (1) signal detention, yaitu mengidentifikasi sumber-sumber potensi krisis, (2) prevention, yaitu mencegah atau melakukan tindakan untuk menghalangi terjadinya krisis, dan (3) crisis preparation, yakni persiapan yang dilakukan manajer organisasi untuk menyambut krisis yang akan terjadi.

Kedua, adalah crisis events atau terjadinya krisis, yang terbagi menjadi: (1) crisis recognition, yaitu mengenalkan adanya krisis pada organisasi, (2) crisis containment, yaitu bagaimana organisasi merespons krisis, yang terdiri dari koordinasi perencanaan (planning) dan tindak lanjut (follow-up) terhadap krisis.

Ketiga, adalah post-crisis atau setelah krisis menunjukkan tanda-tanda akan selesai, yang terbagi menjadi tahapan: (1) membuat organisasi lebih siap untuk menghadapi krisis berikutnya, (2) memastikan stakeholder memiliki kesan positif terhadap upaya manajemen krisis yang dilakukan organisasi, dan (3) memeriksa kembali bahwa krisis telah benar-benar berakhir. Di tahap ini manajer organisasi perlu mengevaluasi manajemen krisis yang sudah dilakukan, belajar dari krisis, dan memonitor isu-isu yang berkaitan dengan krisis (Coombs, 2015).

Sumber: Amalia, A. M., & Putri, G. (2021). THE SURABAYA CITY GOVERNMENT’S CRISIS COMMUNICATION STRATEGY THROUGH “BANGGA SURABAYA” MEDIA. Diakom : Jurnal Media Dan Komunikasi4(1), 64-76. https://doi.org/10.17933/diakom.v4i1.182