Social Penetration Theory (Teori Penetrasi Sosial) dalam Konteks Public Relations (1)
Social Penetration Theory (SPT) atau Teori Penetrasi Sosial adalah teori komunikasi yang terkait dengan proses pembentukan relasi atau hubungan ketika individu beranjak dari komunikasi yang superfisial ke komunikasi yang lebih intim. Komunikasi yang bersifat intim tidak hanya mengacu ke intim secara fisik namun juga secara emosional dan intelektual. Proses penetrasi sosial membutuhkan interaksi atau perilaku verbal, nonverbal, dan perilaku yang berorientasi pada lingkungan sekitar atau konteks tertentu.
Pada SPT, terdapat analogi yang digunakan untuk menggambarkan proses semakin erat dan dekatnya suatu hubungan, yaitu analogi bawang. Analogi tersebut menjelaskan bahwa lapisan-lapisan bawang tersebut diumpamakan sebagai representasi dari personality atau kepribadian seorang individu, dengan layer atau lapisan terluar merupakan citra publik (public image) dari individu tersebut. Citra publik tersebut merupakan hal yang paling bisa dilihat oleh orang lain dan hal yang bisa langsung dibentuk persepsinya dari orang lain sebelum mengetahui lebih dalam terkait individu tersebut.
Sebagai contoh, ketika mengawali suatu hubungan, tentunya kalian akan berusaha mengupas lapisan demi lapisan dari kepribadian atau karakteristik individu yang sedang berusaha kalian kenal lebih jauh. Untuk bisa mengupas dan membuka lapisan tersebut, perlu adanya komunikasi dan upaya tertentu yang efektif, sehingga dapat membuat individu tersebut lebih terbuka dan merasa nyaman untuk membagikan hal terkait dirinya ke kalian.
Konsep resiprositas juga berkaitan dengan teori ini karena konsep tersebut menggambarkan bahwa ketika seseorang membuka bagian dirinya ke individu yang lain, individu tersebut akan mengikuti dan melakukan hal yang sama. Hal tersebut merupakan hal yang signifikan dalam proses pengembangan suatu hubungan.
Contoh penerapan SPT dalam konteks PR dapat dilihat ketika seorang profesional PR dari suatu agensi atau konsultan memiliki seorang klien baru dari sebuah perusahaan yang menggunakan jasa untuk mengembangkan desain branding perusahaan. Untuk dapat bekerja sama dengan baik dan mengetahui kebutuhan dan solusi yang sesuai, tentu perlu upaya yang tepat dari kedua belah pihak untuk lebih mengenal satu sama lain, termasuk juga mengenal perusahaan dan budayanya. Awal hubungan mungkin lebih digunakan untuk mengenal karakteristik dan kepribadian, serta kebutuhan perusahaan, selanjutnya setelah terjadi diskusi dan interaksi yang cukup rutin dan kedua pihak lebih mengenal, akan terjadi interaksi yang lebih kasual atau akrab dengan catatan strategi komunikasi yang dilakukan tepat sasaran, dan harapannya seiring berkembangnya hubungan profesional tersebut, target yang diharapkan akan tercapai.
Penulis:
Anindya Widita