Revolusi Sepak Bola Indonesia

Sepakbola Indonesia sedang berduka. Tragedi kanjuruhan pada tanggal 1 Oktober 2022 merenggut 134 jiwa. Banyak orang bertanya tanya siapa saja pihak yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut. PSSI? Polisi? Sebagian orang merasa PSSI dan jajarannya berhak bertanggung jawab paling besar atas kegagalan menjadikan sepak bola sebagai ruang aman dan hiburan, bukan sepak bola menjadi lahan orang kehilangan anggota keluarganya.

Para pihak terkait termasuk PSSI seolah cuci tangan atas tragedi tersebut dilansir dari CNN Indonesia, 2022 ada satu statement seolah mereka tidak mau disalahkan yaitu isi statement nya ialah ”tak ada satu pun korban jiwa di insiden tersebut yang meninggal karena gas air mata.” Statement itu dibantah langsung oleh Komnas HAM dan dari salah satu korban selamat kejadian tersebut. PSSI dan PT LIB seolah ingin menghilangkan barang bukti agar mereka sendiri tetap terhindar dari kesalahan.

Para penikmat sepakbola sangat menyayangkan atas keputusan PT LIB dan Indosiar dengan jadwal laga tensi tinggi disiarkan terlalu malam dengan waktu kick-off 20.00. Suporter di Indonesia sangat mewanti wanti agar jadwal sepakbola diperbaikin dan tidak menelan korban. Dilansir dari CNN Indonesia, 2022 para masyarakat menyoroti mereka saling lempar tanggung jawab atas jam tayang antara Arema vs Persebaya, Salah satu petinggi dari PT LIB melayangkan satu statement menjurus menyalahkan Indosiar sebagai Platform digital, sedangkan Indosiar merasa disalahkan atas statement tersebut membalas dengan statement “Tapi sekali lagi, tadi kami menjelaskan bahwa jadwal tayang itu sudah disusun dari awal oleh PT LIB dikoordinasikan dengan Indosiar,” masyarakat merasa kesal atas saling tuduh hingga tidak mendapatkan ujung kejelasan siapa dalang dibalik pembuatan jadwal.

Pemerintah turun langsung dengan membuat lembaga yang bernama Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang diharapkan dengan dibuatnya TGIPF bisa menguak fakta sebenarnya tanpa ada ditutupi, sejak dibentuknya TGIPF mereka mulai menemukan beberapa temuan seperti rekaman CCTV yang dihapus saat malam tragedi, gas air mata yang ditembakkan sudah kadaluarsa dan ditembakkan ke arah tribun yang menyebabkan kericuhan, pintu stadion terkunci dan juga stadion Kanjuruhan tidak memenuhi standar FIFA. Adanya TGIPF sangat membantu untuk mentuntaskan kasus yang sangat memilukan bagi sepak bola di Indonesia.

Dengan adanya kejadian tersebut semoga sepak bola kita mengarah ke arah lebih baik. Setelah adanya pertemuan Presiden Indonesia dengan Presiden FIFA mereka mengharapkan tidak ada kejadian yang terulang dan bisa memperbaiki secara teknis dan organisasi di sepak bola Indonesia. Di sisi lain, para suporter mulai melakukan aksi solidaritas berharap agar tidak ada korban jiwa, tidak ada lagi pertumpahan darah dan bisa menciptakan sepakbola sebagai ranah hiburan. Sepak bola yang ramah bagi anak-anak dan perempuan.

Memang sepakbola tanpa rivalitas itu kurang seru, tetapi apa sulitnya rivalitas itu hanya di dalam lapangan selama 90 menit. Selebihnya atau di luar lapangan berteman. Para suporter juga mendesak agar ketua PSSI dan jajarannya bagi yang punya hati nurani bertanggung jawab atas kejadian tersebut agar mundur ke pengurusannya sekarang dan mengganti ke pengurusan lebih baik dan merevolusi secara besar besaran sepak bola indonesia agar terciptanya ekosistem ke arah lebih baik, bukan untuk dibuat politik.

Sumber Foto: Imron Hakiki/KOMPAS.COM
Muhammad Raihan Ramadhan