Social Design Thinking sebagai Sebuah Pendekatan Komunikasi

Komunikasi adalah Oase, karena semua disiplin ilmu bisa masuk kedalamnya. Sedikit palugada ya, namun begitulah dinamika ilmu komunikasi. Salah satu konsep yang sangat relevan dengan berbagai fenomena komunikasi adalah Social Design Thinking (SDT). Kata ”design” disini jangan diartikan sebagai design grafis ya, namun lebih dekat kepada sebuah proses yang holistik.

Secara umum, social design thinking adalah upaya kreatif untuk menemukan permasalahan yang ada di masyarakat dan menawarkan solusi yang sifatnya optimal bagi user/target yang akan kita bantu. Michael Lewrick, dalam buku The Design Thinking Play, menyatakan bahwa sebuah masalah bisa ditemukan dengan cara yang unik, yaitu “PENASARAN”. Rasa inilah yang akan nge-drive kita untuk menyelami lebih dalam konteks dari masalah yang ada. Menurut Michael, SDT itu harus fokus pada target yang spesifik. Dalam konteks komunikasi Design Thinking ini fokus pada unsur “Who/siapa”.

Jika anda menentukan target anda adalah masyarakat, maka pendekatan SDT tidak akan maksimal. Target masyarakat ini tidak spesifik. Maka harus lebih spesifik. Salah satu cara untuk menentukan target yang spesifik adalah mengerti konteks dari masalah yang ada.

Ambil contoh, anak kecil ikut orang tuanya berjualan gorengan di pinggir jalan. Jika kita melihat dari konteks ekonomi, maka target yang akan menjadi target adalah sang pemilik lapak gorengan. Namun Ketika kita melihat konteks yang lebih luas, misal terkait masa depan dan Pendidikan, maka target anda akan berubah menjadi anak kecil yang ikut orang tuanya di area jualan.

Dengan mengaktifkan rasa “PENASARAN”, SDT bisa menjadi jembatan solusi yang optimal bagi target kita. Setelah itu bangun Empati. Dengan anda membangun empati, maka setidaknya anda menempatkan diri anda kedalam dunia sang target yang anda tuju. Dari sini terjadi proses refleksi yang luar biasa yang memaksa anda untuk berpikir dan mendesain solusi untuk mereka. Untuk itu SDT memiliki Langkah-langkah yang cukup fleksibel untuk diikuti.

Pertama, mengumpulkan informasi. Tujuan utama dari aktifitas ini adalah menghindarkan diri dari asumsi. SDT tidak menuntut solusi atas asumsi sesaat. Maka interview dengan target/user menjadi sangat penting. Pada proses ini, komunikasi interpersonal memainkan peran yang begitu besar. Kualitas data, kedekatan dengan target, cara membangun kepercayaan sangat krusial pada fase awal ini.

Kedua, Problem Define dan Statement. Ketika sudah mendapat titik cerah akan suatu permasalahan, maka masalah tersebut perlu didefinisikan dan anda perlu membuat sebuah pernyataan. Misal, “Tumbuh kembang anak secara psikologis akan terganggu Ketika sang anak ikut berjualan setiap harinya sedari pulang sekolah sampai malam”. Nah, itu adalah pernyataan yang menjadi landasan untuk Langkah selanjutnya.

Ketiga, Ideation. Pada suatu titik, semangat anda untuk menyelesaikan masalah tersebut terkadang membuat anda akan memiliki banyak ide. Maka semua ide perlu dituliskan dalam bentuk mind map. Buat urutan prioritas untuk menentukan ide nama yang kira-kira cocok bagi target. Sering kali ide liar akan berujung pada asumsi. Ingat ya, kita harus membuat solusi yang OPTIMAL user, bukan yang IDEAL bagi kita.

Keempat, membuat Prototype. Disinilah kita mendesain solusi yang konkrit atas ide-ide yang sudah di mapping. Lebih baik membuat beberapa prototipe sebagai alternatif solusi. Ketika sudah ada, prototipe bisa di test kan kepada target/user. Kelima, Critical Evaluation. Dengan mendengar evaluasi kritis dari target, harapannya kita bisa membuat prototipe yang lebih optimal.

Jika melihat kelima proses diatas, maka komunikasi interpersonal menjadi pendekatan paling mujarab dalam SDT. Sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi, Yuk aplikasikan SDT ini untuk membantu sesama.

Photo by Amélie Mourichon on Unsplash
Radityo Widiatmojo