Keunikan Komunikasi Antar Budaya Idol Korea dengan Penggemar K-Pop (2)

Meski memiliki kesamaan konteks budaya, ada perbedaan di Indonesia dan Korea dalam penerapan disiplin waktu. Ketepatan waktu sangat dijunjung tinggi di Korea sebab hal ini dianggap sebagai salah satu bukti penghargaan waktu orang lain. Di sisi lain, seperti yang kita ketahui, budaya menghargai waktu masih belum diterapkan di Indonesia. Sebagian besar orang belum bisa memulai acara tepat waktu, termasuk ketika membuat janji dengan orang lain. Di negara kita justru orang yang tepat waktu masih cukup langka.

Fenomena menarik lain yang terjadi dalam komunikasi lintas budaya antar idol dengan penggemarnya adalah penggunaan pesan-pesan nonverbal. Korean Idol biasanya menggunakan simbol hati yang dibentuk dari ujung ibu jari dan telunjuk. Sebelum maraknya budaya K-Pop, biasanya orang Indonesia mengungkapkan gestur cinta dengan membentuk jantung hati dengan cara yang berbeda. Dengan adanya budaya K-Pop yang kian digemari anak muda, sekarang simbol hati dengan dua jari ini menjadi sangat populer dan umum digunakan oleh semua kalangan, khususnya para remaja.

Proses komunikasi Korean Pop dan relasinya dengan budaya negara lain juga bisa dijelaskan dengan teori komunikasi antar budaya.  Komunikasi antar budaya dapat dikatakan sebagai proses pertukaran pesan untuk memperoleh makna tertentu di antara dua orang atau lebih yang berasal dari budaya yang berbeda. Komunikator dan komunikan dalam jenis komunikasi ini memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Media komunikasi yang digunakan oleh idol dan penggemar K-Pop biasanya melalui siaran langsung di aplikasi VLive. Dalam siaran tersebut, penggemar Indonesia dapat berinteraksi menggunakan pesan verbal dengan idol favoritnya. Contohnya, menuliskan komentar dalam Bahasa Inggris, Bahasa Korea, maupun stiker love pada idol mereka. Fenomena komunikasi lintas budaya ini berpotensi menimbulkan miskomunikasi yang besar. Hal ini dikarenakan perbedaan bahasa serta budaya antara idol Korea dan penggemar Korean Pop. Seperti yang kita ketahui, bahasa bukanlah satu hal yang berdiri sendiri, namun sangat lekat dengan budaya. Pemahaman yang parsial terhadap bahasa sangat rentan menjadi awal miskomunikasi.

 

Penulis: Putri Nanda Tarisa (Binusian Communication 2024)
Editor: Lila Nathania, S.I.Kom., M.Litt.