Apa Itu Teori Spiral Keheningan?

Media massa adalah sebuah platform yang sangat penting untuk menyampaikan informasi, pesan atau berita kepada khalayak. Jenis media massa sendiri ada berbagai macam mulai dari surat kabar atau koran, radio, televisi, hingga media berbasis teknologi digital. Setiap informasi, pesan, maupun berita yang dikeluarkan oleh media massa tentu selalu menjadi bahan perbincangan serta pembentukan opini yang berbagai macam. Opini yang terbentuk di masyarakat dapat beragam karena masing-masing orang menerima dampak yang berbeda-beda dari paparan media, hal ini sesuai dengan yang dinyatakan dalam teori spiral keheningan.

Spiral of silence theory atau teori spiral keheningan pertama kali dikenalkan oleh Elisabeth Noelle-Neumann (1970-an). Dalam penelitiannya, Noelle-Neumann menyatakan bahwa media mempengaruhi opini publik. Pengaruh penting dari media adalah pembentukan opini publik yang secara langsung berhubungan dengan kebebasan berpendapat dan memicu timbulnya kelompok mayoritas serta minoritas. Teori spiral keheningan menyatakan bahwa orang-orang yang memiliki sudut pandang minoritas akan cenderung diam dan tidak banyak berkomunikasi. Sedangkan orang-orang yang memegang sudut pandang mayoritas akan lebih terdorong untuk banyak berbicara. Hal ini sesuai dengan salah satu asumsi dasar teori spiral keheningan di mana masyarakat umum dapat mengancam individu yang melenceng dari pendapat mayoritas dengan isolasi.

Ketika mayoritas orang percaya pada serangkaian nilai yang umum, maka ketakutan akan isolasi menurun. Namun saat ada perbedaan pendapat, rasa takut akan isolasi kembali muncul. Kaum mayoritas yang pandangannya dominan sering pula didukung oleh media yang menjadi pembentuk opini publik dalam masyarakat. Pendapat yang didukung oleh media bisa mendapatkan pengaruh yang lebih kuat lagi karena sebagian besar masyarakat percaya pada media massa. 

Secara sederhana, teori spiral keheningan menggambarkan kondisi psikologis manusia. Ketika kita berbeda dengan orang lain, ada rasa takut dan enggan untuk berdiri sendiri di tengah pendapat yang berbeda. Kalau kalian sendiri, beranikah untuk tetap tampil beda dan menjadi minoritas?

Asumsi Dasar Teori Spiral Keheningan

Teori Spiral Keheningan didasarkan pada beberapa asumsi dasar yang menjelaskan perilaku individu dalam konteks sosial:

  1. Ketakutan Akan Isolasi: Individu cenderung memiliki ketakutan alami terhadap isolasi sosial atau ditolak oleh kelompok mereka. Ini membuat mereka enggan mengekspresikan pandangan yang mungkin tidak diterima oleh mayoritas.
  2. Persepsi Terhadap Opini Mayoritas: Orang cenderung mempersepsikan pandangan mayoritas melalui pengamatan mereka terhadap media dan komunikasi publik. Jika mereka merasa pandangan mereka selaras dengan opini mayoritas, mereka akan lebih cenderung untuk menerapkannya.
  3. Lingkaran yang Memperkuat: Ketika individu yang memiliki pandangan minoritas tetap diam, pandangan mayoritas semakin dominan. Ini memperkuat persepsi bahwa pandangan mayoritas adalah pandangan yang benar atau yang diterima secara luas, yang selanjutnya mendorong orang untuk berdiam diri jika mereka berbeda pendapat.

Proses Terjadinya Spiral Keheningan

Proses spiral keheningan dimulai ketika individu mempersepsikan opini publik melalui berbagai saluran komunikasi, terutama media massa. Berikut adalah langkah-langkah yang menggambarkan bagaimana spiral keheningan terbentuk:

  1. Persepsi Opini Publik: Individu memantau opini publik melalui media dan interaksi sosial. Mereka memperkirakan apakah pandangan mereka adalah bagian dari mayoritas atau minoritas.
  2. Ketakutan Akan Isolasi: Jika seseorang merasa pandangan mereka tidak sejalan dengan opini mayoritas atau bisa mengundang isolasi sosial, mereka cenderung untuk tidak menerapkannya.
  3. Diamnya Minoritas: Seiring waktu, individu yang merasa terisolasi atau berbeda pendapat akan memilih untuk tetap diam, menghindari konfrontasi atau kritik.
  4. Penguatan Opini Mayoritas: Ketika semakin banyak orang dari pandangan minoritas yang tetap diam, pandangan mayoritas tampak semakin dominan dan diterima luas.
  5. Peningkatan Ketakutan dan Penguatan Spiral: Proses ini berlanjut, menciptakan lingkaran yang memperkuat di mana pandangan mayoritas semakin mendominasi diskusi publik dan pandangan minoritas semakin ditekan.

Peran Media Massa dalam Spiral Keheningan

Media massa memainkan peran krusial dalam teori spiral keheningan karena media adalah sumber utama informasi dan opini publik bagi banyak orang. Media memiliki kekuatan untuk menentukan topik yang dibahas (agenda-setting) dan cara pandang terhadap isu-isu tertentu. Berikut adalah beberapa cara di mana media massa mempengaruhi spiral keheningan:

  1. Pembingkaian Opini: Media membingkai isu-isu dengan cara tertentu yang dapat mempengaruhi persepsi publik tentang apa yang menjadi pandangan mayoritas. Misalnya, liputan media yang berat sebelah terhadap satu sisi dari suatu isu dapat membuat pandangan tersebut tampak lebih dominan daripada yang sebenarnya.
  2. Penentuan Agenda: Media memiliki kemampuan untuk menentukan topik apa yang menjadi fokus perhatian publik. Dengan menyoroti atau mengabaikan isu-isu tertentu, media dapat membentuk persepsi tentang apa yang penting dan apa yang tidak.
  3. Reaksi Publik yang Terlihat: Media seringkali menampilkan reaksi publik terhadap isu-isu tertentu, baik melalui berita, opini, atau forum diskusi. Ini memberikan gambaran kepada individu tentang bagaimana masyarakat luas bereaksi terhadap isu tersebut, yang pada gilirannya mempengaruhi keinginan mereka untuk menyuarakan pendapat mereka sendiri.

Spiral Keheningan dalam Konteks Media Sosial

Di era digital, media sosial telah menjadi platform utama di mana opini publik dibentuk dan disuarakan. Media sosial menawarkan peluang bagi siapa saja untuk berbicara, tetapi juga menimbulkan tantangan baru dalam konteks spiral keheningan:

  1. Echo Chambers dan Filter Bubbles: Algoritma media sosial cenderung memperkuat pandangan yang sudah ada dengan menampilkan konten yang sejalan dengan preferensi pengguna. Ini dapat menciptakan “echo chambers” di mana individu hanya terpapar pada pandangan yang serupa, yang memperkuat persepsi bahwa pandangan mereka adalah mayoritas.
  2. Anonimitas dan Keberanian: Anonimitas di media sosial dapat memberikan keberanian kepada individu untuk menyuarakan pandangan yang mungkin tidak mereka ekspresikan dalam interaksi tatap muka. Namun, ini juga dapat menyebabkan polarisasi yang lebih besar dan memperburuk ketegangan antara pandangan yang berbeda.
  3. Viralitas dan Pengaruh Cepat: Media sosial memungkinkan penyebaran opini dan informasi dengan cepat dan luas. Ini dapat dengan cepat mengubah persepsi tentang apa yang menjadi pandangan mayoritas atau apa yang diterima secara sosial.
  4. Tekanan Sosial dan Cyberbullying: Meskipun media sosial memberikan platform untuk berbicara, tekanan sosial dan ancaman cyber bullying dapat membuat individu takut untuk menyuarakan pandangan yang tidak populer, memperkuat efek spiral keheningan.

Dampak Spiral Keheningan pada Masyarakat

Spiral keheningan memiliki sejumlah dampak signifikan pada masyarakat dan dinamika sosial:

  1. Pembentukan Opini Publik: Proses spiral keheningan dapat membentuk opini publik dengan cara yang mungkin tidak mencerminkan pandangan sebenarnya dari masyarakat. Ini dapat menyebabkan pandangan mayoritas tampak lebih dominan dari yang sebenarnya dan meremehkan keragaman opini.
  2. Polarisasi Sosial: Ketika pandangan minoritas ditekan dan pandangan mayoritas diperkuat, hal ini dapat menyebabkan polarisasi yang lebih besar dalam masyarakat. Kelompok-kelompok yang berbeda mungkin merasa terisolasi dan enggan berkomunikasi atau bekerja sama.
  3. Inhibisi Inovasi dan Perubahan Sosial: Pandangan yang tidak populer sering kali merupakan sumber dari ide-ide baru dan perubahan sosial. Ketika individu merasa tertekan untuk tetap diam, peluang untuk inovasi dan perbaikan sosial mungkin terhambat.
  4. Peningkatan Ketidaksetaraan Suara: Spiral keheningan dapat memperkuat ketidaksetaraan dalam siapa yang memiliki suara dan siapa yang tidak dalam diskusi publik. Ini dapat membuat kelompok-kelompok yang kurang beruntung atau terpinggirkan semakin sulit untuk didengar dan mempengaruhi keputusan sosial atau politik.

 

Penulis: Antonia Rucita (Binusian Communication 2024)

Editor: Lila Nathania, S.I.Kom., M.Litt.