Mengapa Kita Rentan Terpapar Misinformasi atau Disinformasi?

Anda pasti pernah mendapatkan pesan yang di forward di group WhatsApp ataupun di share di social media. Namun informasi tersebut belum tentu kebenarannya. Informasi yang berseliweran ini menimbulkan fenomena yang Bernama Gangguan Informasi. Wardle dan Derakhsan, dalam buku berjudul Information Disorder: Toward an interdisciplinery framework for research and policy making, mendefinisikan gangguan sebagai penyebaran informasi palsu dengan atau tanpa bermaksud merugikan orang lain.

Lebih lanjut, gangguan informasi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu misinformasi (Informasi yang disebarkan salah. Tetapi, orang yang membagikannya percaya bahwa informasi itu benar). Kedua, Disinformasi (Informasi yang disebarkan salah, dan orang yang menyebarkannya tahu itu salah. Artinya, dilakukan dengan disengaja). Yang ketiga, Malinformasi (Penyalahgunaan informasi).

Nah gangguan informasi ini secara psikologis mampu mempermainkan emosi seseorang, menimbulkan kemarahan serta mampu menciptakan ketakutan.

Dari perspektif psikologi, kita bisa menjawab mengapa Kita Rentan Terpapar Misinformasi/disinformasi? Pertama, Cognitive Miserliness. Terdapat kecenderungan orang untuk tidak mau berpikir terlalu keras tentang setiap hal. Artinya tidak ada upaya untuk berpikir secara kritis terhadap informasi yang diterima, akhirnya cenderung langsung percaya misinformasi.

Kedua, heuristics. Ini terkait kecenderungan orang membuat penilaian yang terlalu cepat. Hal ini terjadi karena adanya saturasi informasi yang diterima dalam waktu yang bersamaan.

Ketiga, Cognitive Dissonance. Adanya pengalaman negatif yang terjadi ketika kita menerima informasi yang bertentangan dengan keyakinan kita.

Keempat, Confirmation Bias. Secara psikologis, ada kecenderungan individu mempercayai informasi yang selaras dengan keyakinannya dan menolak informasi yang berseberangan dengan keyakinannya.

Kelima, Pluralistic Ignorance. Kita menganggap bahwa suatu pandangan tertentu didukung oleh kelompok mayoritas, tetapi sebenarnya hanya diyakini oleh segelintir orang. Kurangnya pemahaman dari individu menyebabkan dia percaya akan pandangan kelompok yang lebih besar.

Memang terlihat kompleks ya, namun setidaknya dari perspektif psikologi ini kita bisa memahami secara komprehensif bagaimana misinformasi bisa mempengaruhi perilaku seseorang.

Photo by Markus Winkler on Unsplash
Radityo Widiatmojo