Keunikan Komunikasi Antar Budaya Idol Korea dengan Penggemar K-Pop (1)
Budaya Korean Pop beberapa tahun terakhir ini menjadi budaya yang banyak digemari oleh remaja di Indonesia. Dikutip dari Kompas, Agnes Setyowati, dosen dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu budaya Universitas Pakuan, menyatakan bahwa popularitas K-Pop di kalangan remaja Indonesia dapat terjadi akibat adanya kemudahan akses internet. Dengan makin mudahnya mengakses berbagai macam konten informasi dan entertainment di dunia maya, budaya Korea makin banyak mendapatkan audiens. Menariknya, perkembangan kebudayaan K-Pop tidak hanya terjadi di lingkup Benua Asia melainkan ke seluruh dunia. Salah satu bagian dari budaya K-Pop yang banyak diminati oleh remaja ialah musik K-Pop, idol boy group, dan Korean idol Girl group.
Komunitas penggemar idol Korean Pop di Indonesia pun berkembang dengan sangat pesat. Salah satu yang paling terkenal adalah ‘Army’, sebutan untuk penggemar boy group BTS. Hal yang menarik dari fenomena Korean Pop dan penggemar K-Pop ialah cara boy group berkomunikasi dengan penggemarnya secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi secara langsung (direct communication) dilakukan ketika penggemar dan Idol K-Pop bertemu tatap muka dengan idolanya dalam sebuah event. Contohnya, fansign dan konser yang diselenggarakan oleh agensi idol boy group. Sementara itu, komunikasi tidak langsung terjadi ketika idol dan penggemar K-Pop melakukan komunikasi dengan media perantara.
Jenis komunikasi antara Idol K-Pop dengan penggemar Korean-Pop tergolong dalam komunikasi antar budaya. Alasannya tentu karena adanya perbedaan budaya antara idol yang merupakan orang Korea dan penggemar Idol K-Pop dari seluruh penjuru dunia, khususnya Indonesia. Dianalisis dari aspek budaya, negara Korea dan Indonesia sama-sama tergolong dalam budaya berkonteks tinggi. Konteks tinggi yang dimaksud adalah kebudayaan di mana masyarakatnya tidak selalu berbicara terus terang dan to the point. Kebanyakan negara-negara Timur memiliki pola budaya konteks tinggi ini. Di Indonesia, kita semua sangat akrab dengan kata ‘sungkan’ yang menggambarkan kebudayaan berkonteks tinggi. Kita sering tidak jadi mengatakan atau melakukan sesuatu karena takut menyinggung perasaan orang lain.
Penulis: Putri Nanda Tarisa (Binusian Communication 2024)
Editor: Lila Nathania, S.I.Kom., M.Litt.