Hemat Listrik Gedung dengan Prediksi Pintar: Kok Bisa?
Pernah nggak sih kamu mikir, gedung-gedung perkantoran, mal, sampai kampus itu ngabisin listrik sebanyak apa? Faktanya, bangunan-bangunan gede ini nyumbang hampir 40% konsumsi energi di seluruh dunia. Nggak cuma bikin tagihan bengkak, tapi juga bikin emisi CO₂ makin nambah. Jadi, nggak heran sekarang makin banyak orang yang sadar: kalau mau bumi tetap aman, manajemen energi di gedung harus makin pintar.
Gambar 1. Ilustrasi cara gedung pintar memanfaatkan sensor lingkungan dan prediksi deret waktu untuk mengatur beban listrik secara efisien. Gambar ini dihasilkan oleh OpenAI ChatGPT.
Salah satu cara paling masuk akal buat nyelamatin tagihan listrik gedung adalah dengan meramal atau memprediksi berapa beban listrik yang akan terpakai. Kalau prediksi kita akurat, pengelola gedung bisa nyusun strategi — misalnya matiin AC atau lampu di jam-jam tertentu, mindahin jadwal kerja mesin, atau nyiapin peralatan buat ngurangin beban di jam sibuk. Tapi masalahnya, prediksi ini nggak gampang karena banyak banget faktor yang ngaruh: cuaca, perilaku orang di dalam gedung, struktur bangunannya sendiri, sampai jadwal operasionalnya.
Nah, penelitian keren ini punya cara unik biar ramalan beban listrik jadi lebih akurat. Mereka nggak cuma ngandelin satu metode, tapi gabungin tiga teknik sekaligus — biar hasilnya makin ciamik. Pertama, mereka pakai k-shape clustering. Gampangnya, ini cara ngelompokkan data harian beban listrik yang polanya mirip-mirip. Misalnya, hari Senin biasanya pola nyalain lampu, AC, atau lift beda sama Sabtu atau Minggu. Dengan ngelompok kayak gini, sistem bisa lebih ngerti pola konsumsi tiap kelompok hari.
Habis itu, data yang udah dikelompok tadi dipecah lagi pakai Empirical Mode Decomposition (EMD). EMD ini ibarat kita ngupas bawang — data beban listrik dipisah jadi beberapa “lapisan” pola, mulai dari yang cepat berubah sampai yang polanya stabil. Dengan cara ini, setiap lapisan bisa diprediksi satu per satu dengan lebih gampang daripada prediksi data utuh yang berantakan.
Nah, baru deh, lapisan-lapisan data ini diprediksi pakai senjata pamungkas: Support Vector Regression (SVR). Buat yang belum tahu, SVR itu semacam “otak AI” yang jago meramal data yang polanya rumit dan non-linier. Jadi, SVR cocok banget buat ngurus data listrik gedung yang naik turun nggak jelas.
Serunya, cara ini udah dicoba di beberapa data penggunaan Listrik beberapa jenis gedung, mulai dari gedung kantor sampai ritel. Hasilnya lumayan bikin senyum: akurasi prediksi naik, margin error turun drastis dibanding metode prediksi biasa. Artinya, kalau pengelola gedung pakai cara ini, mereka bisa dapet alarm dini kalau ada lonjakan beban di jam tertentu. Praktis banget buat atur strategi penghematan.
Bayangin, kalau teknologi ini dipasang di ratusan atau ribuan gedung di kota besar. Listrik lebih hemat, emisi CO₂ berkurang, dan tagihan bisa ditekan. Ujung-ujungnya, bumi pun ketolong.
Tentu aja, teknologi ini belum berhenti di situ. Tim peneliti punya rencana buat nyoba gabungan metode ini sama algoritma prediksi lain kayak neural network atau random forest, biar makin mantap lagi. Mereka juga mau nyoba skala waktu yang beda — bukan cuma prediksi per jam, tapi juga per 15 menit atau per hari. Kalau makin detail, makin bisa diandalkan buat operasional harian.
Intinya, riset ini nunjukin kalau gabungan teknologi data mining, decomposing, dan AI bisa banget dipakai buat hal sehari-hari yang deket sama hidup kita. Bukan cuma buat pabrik atau perusahaan besar, tapi juga buat bikin gedung-gedung di kota kita jadi lebih ramah lingkungan dan hemat energi.
Catatan: Artikel ini adalah rangkuman dari makalah mprovement of Building Electricity Load Prediction Accuracy using Hybrid k-Shape Clustering EMD-Based Support Vector Regression karya Karijadi, I., Chou, S. Y., Dewabharata, A., & Yu, T. H. K., yang dipresentasikan di International Conference on Fuzzy Theory and Its Applications (iFUZZY) 2019. URL: https://ebooks.iospress.nl/volumearticle/52926
Comments :