YouTube (termasuk YouTube Music) menggunakan gabungan teknik machine learning, sinyal perilaku pengguna, dan analisis konten untuk merekomendasikan musik yang «cocok» dengan preferensi masing-masing user. Artikel singkat ini menjelaskan komponen utama sistem rekomendasi musik tersebut, bagaimana data pengguna dipakai, serta implikasi praktis untuk pendengar dan kreator.

Secara ringkas, YouTube memakai dua tahap utama dalam pipeline rekomendasi: candidate generation (pengambilan kandidat) dan ranking (pemeringkatan). Tahap pertama mengambil puluhan ribu video/lagu potensial berdasarkan kemiripan pola-pola besar; tahap kedua memakai model yang lebih kuat (mis. deep neural networks) untuk memberi skor dan memilih urutan final yang muncul ke pengguna. Pendekatan dua-tahap ini memungkinkan sistem menemukan item yang relevan dengan efisien lalu memprioritaskan yang paling sesuai.

Sinyal utama yang dipakai untuk “mengetahui” favorit user

YouTube menggabungkan banyak jenis sinyal, di antaranya:

  1. Riwayat tontonan dan durasi tonton — berapa sering dan berapa lama kamu memutar lagu atau video tertentu; durasi menonton sering dianggap sinyal kuat bahwa user menyukai konten tersebut.
  2. Interaksi eksplisit — likes, dislikes, menyimpan ke playlist, menambahkan ke library, subscribe ke channel, dan tindakan lainnya.
  3. Riwayat pencarian & klik — kata kunci pencarian, serta hasil mana yang diklik dan dimainkan.
  4. Sinyal sesi — urutan lagu dalam satu sesi, waktu penggunaan (malam/hari), perangkat (HP vs desktop) dan konteks (mis. commute vs bekerja) memengaruhi rekomendasi yang dipilih untuk “mood” tertentu.
  5. Sinyal sosial & popularitas — trending, jumlah view, engagement pada lagu tertentu, serta apa yang disukai pengguna lain dengan selera mirip (kolaboratif).
  6. Fitur konten audio & metadata — genre, tempo, lirik, tag, dan fitur audio lain (mis. spektral/akustik) dipakai untuk menemukan lagu yang serupa secara musikal.

 

Metode algoritmik yang umum dipakai

Beberapa pendekatan yang dipadukan dalam sistem musik modern:

  • Collaborative filtering (CF): merekomendasikan lagu yang disukai oleh pengguna lain dengan profil serupa (taste-based matching).
  • Content-based filtering: mencari item yang mirip berdasarkan fitur lagu/metadata/embedding audio.
  • Hybrid models: gabungan CF dan content features untuk mengatasi cold-start (lagu/genre baru) dan meningkatkan keberagaman.
  • Sequence & session models: model yang memperhitungkan urutan lagu yang diputar (mis. RNN, Transformer) sehingga rekomendasi responsif terhadap “alur” sesi mendengarkan.
  • Learning to rank / deep learning: model neural pada tahap ranking yang mengevaluasi banyak fitur sinyal untuk memprediksi probabilitas engagement (play, like, skip). Penelitian dan praktik industri menekankan kombinasi model tradisional dan model-berbasis-neural.

 

Contoh fitur YouTube yang meningkatkan akurasi musik

YouTube dan Google rutin menambahkan fitur berbasis ML yang membantu pencocokan, misalnya kemampuan identifikasi lagu lewat humming/whistling (“hum to search”), eksperimen dengan remix AI yang dapat mempermudah discovery, serta personalisasi tata letak antarmuka (Explore, For You) agar rekomendasi lebih “menyentuh” preferensi individu. Fitur-fitur ini memperkaya sinyal dan membantu sistem belajar preferensi yang halus.

 

Tantangan & trade-off

  • Cold-start: lagu/artis baru sulit direkomendasikan bila belum punya data cukup. Hybrid systems dan fitur audio membantu mengurangi masalah ini.
  • Filter bubble vs discovery: model yang terlalu mengekor preferensi bisa mengurung user hanya dalam satu “zona” musik; platform berusaha menyeimbangkan relevansi dan keberagaman agar tetap memungkinkan penemuan musik baru.
  • Keberpihakan popularitas: sistem yang mengoptimalkan engagement bisa mendorong lagu populer lebih sering muncul, sehingga long tail (musik niche) harus diberi perlakuan khusus agar tidak hilang.
  • Privasi & kontrol pengguna: YouTube menyediakan kontrol (mis. hapus/paus riwayat) agar pengguna bisa mengatur tingkat personalisasi. YouTube

 

Implikasi praktis untuk pendengar dan kreator

  • Untuk pendengar: jika ingin rekomendasi lebih akurat, gunakan fitur like/save, biarkan aplikasi merekam riwayat (jika nyaman), dan aktifkan playlist/liked songs. Jika ingin eksperimen, gunakan mode incognito atau hapus sebagian riwayat untuk “reset”.
  • Untuk kreator & pemilik lagu: optimalkan metadata (judul, genre, tag), buat track dengan kualitas audio baik, dan dorong engagement awal (sharing, playlisting) karena sinyal awal penting untuk melejit di algoritme.

YouTube merekomendasikan musik yang sesuai dengan favorit user melalui kombinasi sinyal perilaku, analisis konten, dan model pembelajaran mesin berlapis (candidate + ranking). Perbaikan terus-menerus — termasuk fitur AI baru dan perbaikan antarmuka — membuat sistem kian peka terhadap preferensi personal, namun juga menimbulkan tantangan seputar keberagaman, cold-start, dan transparansi. Pengguna yang memahami bagaimana sinyal bekerja dapat mengendalikan pengalaman mendengarkan mereka; kreator yang memahami mekanisme ini bisa meningkatkan peluang penemuan karya mereka.

 

 

 

Daftar Pustaka

  1. Goodrow, C. (YouTube Engineering). On YouTube’s recommendation system. YouTube Official Blog, 15 Sep 2021. blog.youtube
  2. YouTube. How recommendations work. YouTube — How YouTube Works (help / overview page). (akses materi resmi platform tentang rekomendasi). YouTube
  3. Barata, M. L., et al. (2021). Music streaming services: understanding the drivers of adoption and usage. (analisis faktor-faktor yang memengaruhi konsumsi musik via streaming). pmc.ncbi.nlm.nih.gov
  4. Ng, Y. M. M., et al. (2023). Exploring YouTube’s Recommendation System in the Context … (studi teoretis/empiris tentang personalisasi YouTube dan dampaknya). pmc.ncbi.nlm.nih.gov
  5. The Verge. (2024). YouTube is testing music remixes made by AI. (laporan percobaan fitur AI untuk musik dan dampaknya pada discovery).