Source: https://solum.id/policy-regulations/rangkuman-kebijakan-perdagangan-karbon-di-indonesia/

Perdagangan karbon di Indonesia semakin menjadi perhatian, terutama dalam upaya pemerintah mencapai target net-zero emission. Dengan meningkatnya kesadaran akan perubahan iklim, skema perdagangan karbon diharapkan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca secara sistematis. Namun, keberhasilan implementasi ini sangat bergantung pada sistem informasi yang efektif dan sistem pendukung keputusan (SPK) yang mampu mengolah data perdagangan karbon secara transparan dan akurat.

 

Peran Sistem Informasi dalam Perdagangan Karbon

Dalam ekosistem perdagangan karbon, sistem informasi berperan penting dalam mengelola, memantau, dan mendokumentasikan transaksi karbon yang terjadi di Indonesia. Carbon Trading Information System (CTIS), misalnya, dapat digunakan untuk mencatat jumlah karbon yang dikurangi oleh suatu perusahaan serta nilai kredit karbon yang bisa diperdagangkan. Sistem ini memungkinkan transparansi yang lebih baik, sehingga semua transaksi dapat diverifikasi dan diawasi secara real-time oleh otoritas terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Selain itu, sistem informasi dapat mengintegrasikan data dari berbagai sumber, seperti sensor IoT di industri, citra satelit dari hutan konservasi, dan laporan pemantauan lingkungan. Dengan adanya integrasi ini, pemerintah dan pelaku usaha dapat dengan mudah melacak emisi karbon serta dampak dari aktivitas perdagangan karbon terhadap lingkungan.

 

Sistem pendukung keputusan (SPK) dalam Perdagangan Karbon

Sistem pendukung keputusan (SPK) berperan dalam membantu perusahaan dan regulator mengambil keputusan yang lebih tepat dalam perdagangan karbon. SPK berbasis kecerdasan buatan (AI) dan Big Data Analytics dapat digunakan untuk menganalisis tren pasar karbon, menghitung potensi pengurangan emisi dari berbagai sektor, serta memprediksi dampak kebijakan yang diterapkan.

Sebagai contoh, sistem SPK dapat memberikan simulasi skenario perdagangan karbon di berbagai sektor, seperti energi, transportasi, dan industri manufaktur. Dengan adanya prediksi berbasis data, perusahaan dapat mengambil keputusan strategis mengenai kapan waktu terbaik untuk membeli atau menjual kredit karbon. Selain itu, SPK juga dapat digunakan untuk menilai dampak ekonomi dan lingkungan dari suatu kebijakan perdagangan karbon, sehingga pemerintah dapat mengoptimalkan kebijakan yang diterapkan.

 

Implementasi Sistem Informasi dan SPK di Bursa Karbon Indonesia

Pemerintah telah meluncurkan Bursa Karbon Indonesia sebagai platform utama untuk perdagangan karbon yang lebih terstruktur. Dalam operasionalnya, sistem informasi dan SPK akan sangat diperlukan untuk:

  1. Memonitor transaksi karbon secara real-time, sehingga semua aktivitas perdagangan dapat diawasi secara ketat.
  2. Menjamin akurasi data emisi karbon, dengan menggunakan AI dan IoT untuk memverifikasi klaim pengurangan karbon dari perusahaan.
  3. Membantu regulator dalam menyusun kebijakan, dengan menganalisis data perdagangan karbon yang tersedia dan memberikan rekomendasi kebijakan berbasis data.
  4. Meningkatkan kepercayaan investor, dengan menyediakan sistem informasi yang transparan dan dapat diaudit oleh berbagai pihak.

 

Kesimpulan

Perdagangan karbon di Indonesia tidak hanya membutuhkan regulasi yang kuat, tetapi juga sistem informasi dan SPK yang canggih untuk mendukung implementasinya. Dengan memanfaatkan teknologi seperti Big Data, AI, dan IoT, sistem ini dapat meningkatkan transparansi, efisiensi, dan akurasi dalam perdagangan karbon. Ke depan, integrasi sistem informasi yang lebih baik akan membantu Indonesia menjadi pemimpin dalam pasar karbon global, sekaligus mencapai target keberlanjutan yang lebih ambisius.

 

Referensi