Ketika Eugene (Gene) Woods menjadi CEO Carolinas HealthCare System (CHS) pada 2016, lembaga ini merupakan jejaring rumah sakit nirlaba yang disegani dan berlokasi terutama di North Carolina. CHS membukukan pendapatan tahunan sebesar US$8 miliar dengan didukung 60.000 karyawan. Sebagai kepala eksekutif dengan rekam jejak kesuksesan, Gene mewarisi organisasi yang kuat dengan margin yang baik, neraca AA-, kedalaman talenta klinis yang luar biasa, dan kepemimpinan tim jangka panjang yang menonjol. Di lain sisi, semua ini merupakan kisah sukses yang berlanjut, namun awan badai menanti di depan mata.

Kala itu, layanan kesehatan di Amerika Serikat sedang mengalami perubahan besar. Pengeluaran dengan cepat melampaui pendapatan, walaupun berada dalam ranah sistem kesehatan yang sukses. Gejolak politik pun membuat ketidakpastian terkait perubahan kebijakan dan peraturan, serta menjamurnya perusahaan swasta yang mendanai para pesaing baru yang bertekad mengusik pasar.

Source: https://www.bizjournals.com/charlotte/news/2024/05/03/atrium-advocate-health-gene-woods-compensation-pay.html

Mengantisipasi berbagai tantangan ini, Dewan Pengurus merekrut Gene untuk menyiapkan organisasi CHS menghadapi perubahan masa depan. “Saya mewarisi sebuah organisasi yang sangat sukses di bawah aturan lama,” kata Gene, yang diwawancarai secara ekstensif dan termaktub dalam buku Michael Watkins terbaru berjudul “The Six Disciplines of Strategic Thinking”. “Tetapi ketika orang lain melihat kesuksesan, saya melihat kerawanan yang luar biasa,” sambungnya.

Industri perawatan kesehatan AS juga mengalami perkembangan yang pesat melalui konsolidasi bisnis, sebuah tren yang menurut Gene akan terus berlanjut di masa mendatang. Ketika tidak dalam situasi bahaya, ia yakin CHS tidak dapat bertahan lama dengan model bisnis saat ini. Saat ia diangkat menjadi pimpinan tertinggi, organisasi rumah sakit ini memiliki perjanjian manajemen layanan dengan rumah sakit terdekat lainnya.

CHS mengelola sistem perjanjian ini dengan beban biaya tertentu, namun integrasinya sangat longgar. Gene yakin bahwa corak hubungan seperti ini akan membuat organisasi kehilangan pendapatannya, karena sebenarnya tidak mempromosikan praktik berbagi terbaik, apalagi menciptakan skala ekonomi. Ia percaya bahwa model bisnis CHS harus berubah secara signifikan agar lebih terpadu, guna mengantipasi tantangan masa depan.

Walakin, CHS berada pada momen yang sangat penting. “Saya meramalkan bahwa kami akan dihadapkan pada pilihan sulit, apakah mampu mempertahankan hubungan afiliasi yang longgar ini,” ujar Gene. “Juga, meskipun perusahaan inti kami kokoh dan berada di pasar yang sedang berkembang dengan konsolidasi yang cepat, saya memperkirakan dalam beberapa tahun ke depan, organisasi akan dikelilingi oleh sistem besar yang ingin bersaing untuk mengganggu bisnis. CHS harus menjadi pihak yang memimpin konsolidasi. Jika bukan menjadi pengelolanya, maka kami lah yang akan diatur.”

Pandangan dan wawasan ini selanjutnya menjadi katalisator pengembangan seperti anggapan Gene sebagai “strategi jejaring generasi berikutnya.” Ini adalah visinya bagi jejaring sistem regional yang terintegrasi erat dan selaras dengan misi serta budaya yang siap bersaing dengan rival. Hal ini dijalankan melalui berbagi praktik terbaik untuk mengungkit kemampuan yang saling melengkapi dan meningkatkan skala bisnis.

Dalam rangka mewujudkan visinya, Gene membangun hubungan dengan CEO dan komunitas layanan kesehatan lainnya dan pemimpin pemerintahan di wilayah sekitar. Pada saat yang sama, dia meluncurkan inisiatif transformasi dalam CHS untuk mengembangkan model kemitraan baru – dan budaya yang lebih adaptif untuk mendukungnya. “Secara budaya, kami perlu berevolusi untuk mendukung model kemitraan ini,” pungkasnya.

Lima tahun kemudian hingga akhir 2021, CHS (kini berganti nama menjadi Atrium Health) telah berkembang menjadi sistem layanan kesehatan regional yang besar dengan wilayah operasi di North Carolina, South Carolina, Georgia, dan Virginia. Dengan menggabungkan kekuatan dari tiga sistem layanan kesehatan terdekat, Atrium Health mampu meningkatkan pendapatan tahunannya menjadi US$12 miliar dan menambah 17.000 karyawan baru, sehingga totalnya menjadi 77.000. Atrium Health merupakan organisasi yang bertransformasi, siap untuk bertumbuh, diarahkan oleh tim kepemimpinan baru dan didukung oleh tim yang berkepribadian, serta budaya kinerja tinggi.

Bergabung dengan Wake Forest Baptist Health, organisasi medis akademis yang ternama, keunggulan klinis Atrium Health kemudian didukung oleh kemampuan penelitian kelas dunia. Organisasi ini kemudian menjadi lembaga nasional terkemuka yang diakui dan mempelopori pengembangan model perawatan kesehatan baru. Namun Gene tidak puas dan berhenti sampai di sini. Ia tak cepat berpuas diri dan anti pemikiran pragmatis.

Pada Mei 2022, Gene dan Jim Skogsbergh, CEO Advocate Aurora Health, organisasi nirlaba besar yang beroperasi di Wisconsin dan Illinois, mengejutkan industri kesehatan AS. Mereka mengumumkan niatnya untuk melakukan merger. Disetujui oleh Komisi Perdagangan Federal AS dan otoritas terkait di negara bagian di akhir 2022, penggabungan usaha ini menjadikan Advocate Health sebagai perusahaan perawatan kesehatan nirlaba terbesar kelima di negara ini dengan 158.000 karyawan, pendapatan US$27 miliar, 67 rumah sakit, dan lebih dari 1.000 klinik.

Gene dan Skogsbergh akan menjadi co-CEO entitas baru tersebut, dengan perjanjian Skogsbergh akan pensiun setelah organisasi baru ini berusia 18 bulan, saat mana Gene akan menjadi CEO tunggal. Sebagai sang arsitek utama dalam perjalanan luar biasa ini, dari sistem layanan kesehatan lokal yang sederhana menjadi pusat kesehatan nasional, Gene memberikan contoh kekuatan pemikiran strategis. Andai kita ditakdirkan atau bercita-cita untuk memimpin bisnis seperti Gene, kita harus menjadi insan yang berpikir strategis.

Kita bisa melangkah jauh dalam organisasi dengan menjadi operator yang solid, namun tidak akan pernah mencapai puncak tanpa pemikiran strategis. Mengapa? Karena bisnis yang tidak dipimpin oleh pemikir strategis dikalahkan oleh mereka yang memilikinya. Orang-orang dengan kemampuan berpikir ke depan yang kuat akan memetakan arah bisnis walaupun menghadapi berbagai tantangan, dan pada gilirannya meraih kesuksesan.

Apa itu Berpikir Strategis?

Menurut Watkins (2024) berpikir strategis adalah seperangkat disiplin mental seorang pemimpin yang digunakan untuk mengenali potensi ancaman dan peluang, menetapkan prioritas untuk memusatkan perhatian, serta menggerakkan diri dan organisasinya dalam memikirkan serta bertindak untuk memilih jalur yang menjanjikan ke masa depan.

Seorang pemikir strategis memiliki pandangan melampaui situasi saat ini dan berpikir kritis serta kreatif atas berbagai potensi yang ada di masa depan. Dengan menilai potensi risiko dan peluang setiap jalan yang dibayangkan, ia dapat mengembangkan potensi yang didukung oleh strategi guna memajukan organisasi.

Jalan untuk diakui sebagai pemikir strategis memerlukan lebih dari sekadar kemampuan, ia juga membutuhkan peluang. Seseorang bisa saja memiliki pemikiran strategis, tetapi bila tidak pernah mendapat pengakuan, maka perannya tidak akan memberi dampak pada hasil. Banyak posisi puncak dalam organisasi tidak memerlukan banyak pemikiran strategis; cukuplah dengan memiliki kemampuan analitis, pemecahan masalah, dan kemampuan eksekusi yang kuat. Namun perlu dijaga peran yang memungkinkan kita selalu menunjukkan keterampilan berpikir strategis, yang sering kali tidak efektif karena bersifat politis.

Source: Freepik

Kemudian, Watkins mengenalkan enam disiplin dalam berpikir strategis yang perlu dikembangkan oleh seorang pemimpin. Pertama, disiplin terkait pengenalan pola. Disiplin ini menyangkut kemampuan otak manusia mengidentifikasi dan mendeteksi keteraturan atau pola di dunia sekitar kita. Dalam bisnis, pengenalan pola ini adalah kemampuan mengamati ranah ambigu, bergejolak, serba tidak pasti, dan rumit dimana bisnis berkecimpung sembari mengidentifikasi ancaman dan peluang.

Kedua, pengembangan disiplin analisis sistem yang berkaitan dengan membangun model mental yang disederhanakan dari dunia yang kompleks. Ia fokus pada koneksi dan interaksi antara elemen-elemen dari sebuah sistem ketimbang komponen individu dalam isolasi.

Ketiga, berupa disiplin ketangkasan mental yang membiarkan kita melihat situasi dari berbagai macam perspektif, berpikir melalui potensi skenario, serta mengantisipasi terjadinya aksi dan reaksi. Hal ini memungkinkan kita melihat melampaui situasi saat ini dan mempertimbangkan implikasi jangka panjang dari berbagai tindakan.

Keempat, memperkuat disiplin pemecahan masalah yang terstruktur yang mengurai proses analisis masalah ke dalam langkah-langkah sistematis, seperti mengidentifikasi pemangku kepentingan utama, menyusun rerangka masalah, menghasilkan solusi yang potensial, mengevaluasi dan memilih alternatif tindakan terbaik, serta mengimplementasikan solusi.

Kelima, mengembangkan disiplin visioning. Visioning adalah proses menciptakan visi yang menarik dan menginspirasi bagi masa depan organisasi serta mengkomunikasikannya guna membimbing dan memotivasi orang lain. Hal ini akan membantu dalam menentukan arah serta tujuan bagi organisasi dan anggotanya.

Terakhir, disiplin tentang kecerdasan politik berupa kemampuan untuk menavigasi dan mempengaruhi lanskap politik internal dan eksternal organisasi. Untuk melakukan hal ini, pemimpin harus memahami motivasi dan kepentingan para pemangku kepentingan, memetakan jejaring hubungan, serta menyusun strategi pengaruh.

Berpikir Strategis ala Arab Saudi

Pada Juni 2017, Mohammed bin Salman atau yang lebih dikenal sebagai MBS diangkat sebagai Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi oleh ayahnya Raja Salman bin Abdulaziz. Sebelumnya pada 2015, semakin jelas peningkatan peran MBS sebagai seorang pemimpin, setelah dilantiknya Raja Salman. Pada Januari 2015, MBS didapuk menjadi Menteri Pertahanan Arab Saudi sekaligus sebagai Sekretaris Jenderal Pengadilan Kerajaan. Pada bulan yang sama dibentuklah Dewan Urusan Ekonomi dan Pembangunan Arab Saudi dengan MBS menjadi ketuanya.

Source: CNN World

Tiga bulan kemudian MBS diangkat sebagai Wakil Putra Mahkota di bawah Mohammed bin Nayef, merangkap juga kepala “Super Committee,” sebuah gabungan kementerian dan lembaga yang mengarahkan kebijakan ekonomi negeri ini. Di bulan yang sama MBS mengendalikan Saudi Aramco, perusahaan minyak milik Kerajaan. Sejak itu, cita-cita dan tekadnya ingin mendiversifikasikan perekonomian Arab Saudi dan mengurangi ketergantungan pada pendapatan minyak. Visi ini disebut “Visi 2030.”

Tujuan visi ini adalah menghasilkan sumber pendapatan alternatif (pajak, retribusi dan pendapatan baru dalam rangka perluasan dana kekayaan negara) untuk mengurangi ketergantungan pada belanja publik (termasuk subsidi dan gaji). Selain itu, untuk meningkatkan peran sektor swasta dalam perekonomian, baik dalam memperkuat PDB dan menciptakan lapangan kerja bagi warga Saudi.

Dengan dinakhodai oleh MBS, visi ini diikuti dengan strategi yang membawa perubahan besar dalam tatanan sosial dan perkembangan langkah-langkah serta kebijakan fiskal dan anggaran Kerajaan.

Aspek penting dari visi ini adalah meningkatkan peran sektor swasta dalam pertumbuhan perekonomian. Meski berbagai kalangan meragukan apakah Arab Saudi mampu mencapai visi dan sasaran ambisiusnya di 2030, namun setidaknya memberikan arah bagi pembangunan ekonomi Kerajaan ke depan.

Di bab akhir bukunya yang berjudul “Vision or Mirage: Saudi Arabia at the Crossroads,” David Rundell, mantan diplomat karir AS yang menghabiskan setengah masa baktinya di Arab Saudi selama tiga dekade kedinasannya, berhasil memotret serta menelaah penerapan berpikir strategis yang dilakukan MBS dan Arab Saudi.

MBS menyakini masa depan Arab Saudi akan ditandai dengan volatilitas harga komoditi energi tak terbarukan; ketidakpastian akibat paradoks menjaga nilai-nilai tradisi dan mendorong megaperubahan, perseteruan dengan Iran dan Yaman, serta masa depan Palestina dan Israel; kerumitan menghadapi perubahan politik, sosial, dan budaya; serta ambiguitas terkait jalan mana yang akan dipilih menuju kejayaan Kerajaan di masa mendatang. Tetapi, dalam dokumen Vision 2030, tersurat dengan jelas ancaman, kendala, dan peluang yang dihadapi oleh negeri ini menghadapi perubahan lingkungan masa depan.

Rekam jejak MBS memegang berbagai macam posisi krusial di Kerajaan menyiratkan kemampuan membangun analisis sistem melalui penguatan model mental menghadapi situasi rumit, tidak saja di dalam internal kerajaan, pemerintahan dalam negeri, tetapi menyangkut pula hubungan politik, ekonomi, dan perdagangan luar negeri.

Karena usianya yang masih relatif muda, MBS terus mengasah kemampuan dalam hal ketangkasan mental melalui eksplorasi tantangan ekonomi dan sosial di dalam negeri serta antisipasi aksi dan reaksi berbagai pihak dalam merealisasikan visi negerinya.

Ancaman yang bisa menghambat realisasi Visi 2030 berupa tantangan politik, agama, keluarga, dan kelembagaan. Kerajaan menyadari bahwa masa depan bukan lagi terletak pada ekspor minyak, tetapi sepertinya perlu rumusan strategi perekonomian yang lebih efektif, termasuk komunikasi dan konsultasi dengan para pemangku kepentingan serta fokus pada pertumbuhan inklusif dan keamanan sosial.

Selanjutnya, melalui langkah-langkah pemecahan masalah yang terstruktur dan rapi, MBS menunjukkan kemampuan dalam mengarahkan Arab Saudi guna mengatasi berbagai persoalan di masa depan, menemukan berbagai solusi, dan mengambil keputusan dengan cara-cara yang efektif.

Berbagai pihak beranggapan bahwa Visi 2030 lebih condong membahas permasalahan ekonomi dengan lebih serius daripada aspek agama dan liberalisasi politik sebagai isu penting. Namun, menyelaraskan semua ini tampaknya merupakan tugas yang berat untuk dilakukan agar masyarakat menjadi dinamis, liberal, dan partisipatif serta pada saat yang sama setia pada sistem monarki.

Arab Saudi tengah dalam proses menuntaskan visi ekonomi jangka panjangnya pada 2030. Hal ini menyangkut tiga tema utama, yaitu: (1) masyarakat yang dinamis sebagai modal sosial yang amat penting untuk mencapai visi dan landasan yang kuat bagi kemakmuran ekonomi; (2) ekonomi yang berkembang (thriving economy) dalam memberikan peluang bagi semua orang, pengusaha kecil, dan perusahaan besar; dan (3) negara yang ambisius (ambitious nation) yang dibangun di atas pemerintahan yang efektif, good governance, dan berkinerja tinggi.

Karena Visi 2030 memiliki beberapa manfaat, MBS telah menginvestasikan modal politik ke dalamnya. Upaya meyakinkan para pemangku kepentingan baik di dalam negeri maupun mitra di luar negeri terus dilakukan.

Bagaimana dengan Indonesia?

Pragmatisme masih menjangkiti sebagian besar sikap para pemimpin negeri ini. Pemimpin serupa ini memiliki sifat atau ciri seseorang yang cenderung berpikir praktis dan berpandangan sempit. Pemimpin yang demikian menginginkan segala sesuatu yang dikerjakan atau diharapkan ingin segera tercapai, tanpa mau berpikir panjang dan tanpa melalui proses yang lama. Karena hanya berorientasi pada proses dan hasil yang instan, kebiasaan berpikir strategis semakin pudar dan meredup dari bumi Indonesia.

Source: https://www.experd.com/id/articles/2023/02/2072/berpikir-strategis.html

Indonesia memiliki Visi Indonesia Emas 2045 yang hanya dapat diraih bila pemimpin negeri ini berpikiran strategis. Namun, belajar dari hiruk-pikuk dan riuh-rendah Pilpres 2024 serta menyimak perbincangan berbagai kalangan tentang perkembangan terkini di Indonesia, terbukti kebanyakan para pemimpin negeri ini cenderung masih berpikir pragmatis.

Oleh karena itu, ada baiknya menyongsng masa depan, para pemimpin negeri ini berkomitmen untuk memahami dan mengamalkan keenam disiplin yang diguratkan oleh Watkins. Sekaligus belajar dari kesuksesan Gene Woods dan MBS yang menjauhi sifat pragmatisme dalam memimpin sekaligus memerintah.