Cryptocurrency dan Tantangan Akuntansi Digital: Perbedaan Perlakuan Akuntansi untuk Mata Uang Digital vs Aset Konvensional

Sumber:<ahref=”https://www.freepik.com/free-vector/popular-cryptocurrency-logos-set_23678052.htm”>Image by myriammira on Freepik</a>
Pendahuluan
Cryptocurrency merupakan terobosan baru dalam sistem pembayaran digital. Jenis pembayaran ini tidak bergantung pada bank untuk memverifikasi transaksi, melainkan menggunakan sistem peer-to-peer yang memungkinkan transaksi langsung antara sesama pengguna. Mata uang dalam cryptocurrency tidak memiliki bentuk fisik, sehingga semua transaksi dilakukan secara virtual.
Bitcoin, sebagai salah satu bentuk cryptocurrency, diperkenalkan pada tahun 2008 oleh individu atau kelompok yang menggunakan nama samaran Satoshi Nakamoto. Tujuan utama dari penciptaan Bitcoin adalah untuk mengatasi kelemahan yang terdapat dalam sistem keuangan tradisional.
Perbedaan Perlakuan Akuntansi antara Mata Uang Digital dan Aset Konvensional
Perlakuan akuntansi terhadap mata uang digital dan aset konvensional berbeda karena karakteristik regulasi yang mengaturnya. Mata uang digital merupakan aset terdesentralisasi yang belum sepenuhnya diawasi oleh otoritas keuangan, sementara aset konvensional, seperti uang tunai, sudah memiliki regulasi yang jelas dan lembaga pengawas resmi.
Dalam akuntansi, uang tunai dicatat sebagai aset lancar dengan nominal tetap, sedangkan inventaris dicatat sesuai dengan biaya perolehan. Sementara itu, perlakuan akuntansi terhadap mata uang digital masih menjadi perdebatan. Beberapa literatur mengusulkan bahwa cryptocurrency diklasifikasikan sebagai aset tidak berwujud karena sifatnya yang digital. Namun, hingga saat ini belum ada standar akuntansi yang secara spesifik mengatur perlakuan akuntansi terhadap mata uang digital.
Tantangan dalam Pencatatan Mata Uang Digital
- Volatilitas Harga yang Tinggi
Mata uang digital memiliki fluktuasi harga yang signifikan. Nilai cryptocurrency dapat berubah secara drastis dalam waktu singkat, sehingga menyulitkan penilaian aset dan kewajiban dalam laporan keuangan. - Tidak Ada Standar Akuntansi yang Seragam
Hingga saat ini, belum ada peraturan global yang mengatur perlakuan akuntansi untuk mata uang digital. Beberapa yurisdiksi mengklasifikasikannya sebagai aset tidak berwujud, sementara yang lain menganggapnya sebagai instrumen investasi. - Risiko Keamanan dan Teknologi
Mata uang digital rentan terhadap serangan siber, peretasan, serta risiko kehilangan akses akibat kelalaian pengguna. Selain itu, teknologi blockchain yang digunakan dalam cryptocurrency cukup kompleks dan memerlukan pemahaman mendalam dalam penerapannya di bidang akuntansi. - Implikasi Pajak yang Tidak Jelas
Peraturan perpajakan terkait cryptocurrency masih belum sepenuhnya jelas, sehingga menyulitkan perhitungan dan pelaporan pajak dalam transaksi yang melibatkan mata uang digital.
Referensi
- Muhammad Ryan Maulana. (2024). Bitcoin dan Konsep Uang Digital: Tinjauan Historis dan Teoritis. Waralaba: Journal of Economics and Business, 1(2). Link
- Kaspersky. (2018, December 8). What is Cryptocurrency and How Does it Work? Link
- Prabowo, D. P. (2018). Akuntansi untuk Cryptocurrency. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, 13(2), 45-56. Link
- Nurhayati, D. R. (2021). Akuntansi untuk Uang Kripto (Cryptocurrency) – Studi Kasus di Indonesia. Jurnal Akuntansi & Bisnis, 16(1), 75-89. Link
- Puspita, R. (2020). Bagaimana Pengaturan Kepemilikan Cryptocurrency dalam Akuntansi? Jurnal Inovasi Akuntansi dan Keuangan, 5(2), 102-115. Link
- Fadli, A. R. (2020). Adopsi Mata Uang Kripto di Tengah Pandemi: Peluang dan Tantangan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 13(4), 210–225. Link
- Budiarti, S. (2022). Regulasi Mata Uang Kripto dan Dampaknya terhadap Investasi di Indonesia. Jurnal Hukum dan Kebijakan, 15(2), 123–136. Link
- Lestari, Y. (2020). Keamanan Blockchain sebagai Fondasi Nilai Tukar Kripto. Jurnal Teknologi Informasi, 16(3), 150–160. Link
- Rahmawati, E. (2023). Panduan Investasi Kripto untuk Investor Pemula di Indonesia. Jurnal Investasi Pemula, 5(1), 30–44. Link
Comments :