Figure 1. Ruang rapat (sumber: https://www.pexels.com/)

 

Dalam dunia rekayasa perangkat lunak, seringkali kita terjebak dalam anggapan bahwa coding adalah inti dari segalanya. Berjam-jam di depan layar, larut dalam baris kode, dan mengatasi bug—inilah gambaran umum yang terlintas di benak banyak orang ketika membicarakan pembuatan perangkat lunak. Namun, benarkah coding adalah tantangan terberat dalam proses ini?

Bagian terberat dalam membangun perangkat lunak bukanlah coding, melainkan memahami dan mendefinisikan kebutuhan (requirements). Mengapa demikian? Mari kita bahas.

 

Permasalahan Kebutuhan yang Tidak Jelas

Bayangkan kamu adalah seorang arsitek yang handal dan memiliki kemampuan untuk merancang bangunan megah dan kompleks. Namun, apa jadinya jika klien kamu tidak dapat menjelaskan dengan jelas apa yang mereka inginkan? Apakah mereka menginginkan rumah minimalis, gedung pencakar langit, atau mungkin vila mewah? Tanpa pemahaman yang jelas mengenai kebutuhan klien, keahlian arsitektur kamu menjadi kurang berarti.

Begitu pula dalam rekayasa perangkat lunak. Coding, sehebat apapun, hanyalah alat untuk mewujudkan sesuatu. Jika “sesuatu” tersebut tidak terdefinisi dengan baik, maka kode yang dihasilkan pun akan menjadi tidak terarah dan berpotensi melenceng dari tujuan awal.

Beberapa poin krusial terkait tantangan dalam mendefinisikan kebutuhan dalam pengembangan perangkat lunak:

  • Kebutuhan Berasal dari Manusia: Kebutuhan perangkat lunak tidak muncul dari ruang hampa. Ia lahir dari interaksi dan komunikasi antar manusia—antara pengembang, klien, pengguna, dan stakeholder lainnya. Manusia, dengan segala kompleksitasnya, seringkali kesulitan dalam mengartikulasikan keinginan dan kebutuhan mereka secara presisi.
  • Interpretasi yang Berbeda: Setiap individu dapat memiliki interpretasi yang berbeda terhadap suatu kebutuhan. Apa yang dimaksud dengan “tombol yang mudah digunakan” bagi seorang desainer UX, bisa jadi berbeda dengan pemahaman seorang pengguna awam. Perbedaan interpretasi ini dapat memicu kesalahpahaman dan menghasilkan fitur yang tidak sesuai harapan.
  • Kebutuhan yang Dinamis: Dunia terus berubah, dan kebutuhan pun ikut bergeser. Kebutuhan perangkat lunak yang valid hari ini, bisa jadi usang atau tidak relevan di masa mendatang. Proses pengembangan perangkat lunak harus mampu mengakomodasi perubahan kebutuhan ini dengan fleksibilitas dan adaptabilitas.

 

Fokus pada Komunikasi dan Kolaborasi

Lantas, bagaimana cara mengatasi tantangan definisi kebutuhan ini? Jawabannya terletak pada komunikasi dan kolaborasi yang efektif.

  • Libatkan Semua Pihak: Pastikan semua stakeholder yang relevan terlibat aktif dalam proses definisi kebutuhan. Dengarkan perspektif mereka, fasilitasi diskusi, dan bangun pemahaman bersama.
  • Gunakan Bahasa yang Jelas: Hindari jargon teknis yang membingungkan. Gunakan bahasa yang sederhana, konkret, dan mudah dipahami oleh semua orang.
  • Visualisasikan Kebutuhan: Gunakan mockup, prototype, atau diagram alur untuk memvisualisasikan kebutuhan. Representasi visual dapat membantu mengklarifikasi pemahaman dan mengidentifikasi potensi kesalahpahaman.
  • Iterasi dan Umpan Balik: Proses definisi kebutuhan bukanlah proses sekali jadi. Lakukan iterasi secara berkala, validasi kebutuhan dengan pengguna, dan terbuka terhadap umpan balik.

 

Referensi: