Ketika membaca gejala depresi seperti rasa sedih, hilang ketertarikan, dan merespon

“ini saya banget deh” atau “saya itu lagi depresi loh”

Apakah kalian familiar dengan respon tersebut?

 

Fenomena Self-diagnosis atau mendiagnosis diri sendiri, kondisi dimana kamu memberikan “label” kepada diri sendiri berdasarkan informasi yang kamu dapatkan terutama dari media sosial. Fenomena Self-diagnosis menjadi tren populer terutama dikalangan Gen Z. Akses mudah terhadap informasi di internet dan media sosial, membuat kita malas untuk berkonsultasi dengan profesional dan seketika menjadi pakar mendiagnosis diri. Self-diagnose sebenarnya bisa menjadi langkah awal untuk mengenali gejala yang dialami, namun praktik ini juga memiliki risiko dan konsekuensi serius bagi mereka.

Yuk mengenal fenomena Self-Diagnose berdasarkan jurnal ilmiah dari faktor-faktor hingga impikasinya di kalangan Gen Z.

Fenomena Self-Diagnose di Kalangan Gen Z

Gen Z adalah generasi yang umumnya lahir antara tahun 1997 hingga 2012, mereka dikenal sebagai generasi yang sangat akrab dengan teknologi digital. Mereka tumbuh dengan akses internet dan media sosial, yang memungkinkan mereka mendapatkan informasi dengan cepat dan mudah. Berdasarkan penelitian oleh Prensky (2019), 70% dari Gen Z menggunakan internet untuk mencari informasi tentang kesehatan, termasuk kesehatan mental. Dalam banyak kasus, informasi ini digunakan sebagai dasar untuk self-diagnose.

Menurut penelitian dari Johnson et al. (2021), self-diagnose pada Gen Z seringkali dipengaruhi oleh konten di media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube, di mana banyak influencer atau individu tanpa latar belakang profesional di bidang kesehatan mental berbagi pengalaman pribadi mereka terkait gangguan psikologis. Fenomena ini dikenal sebagai “social media influence” dan dapat menyebabkan misinformasi atau self-diagnose yang tidak akurat.

Faktor-Faktor yang Mendorong Self-Diagnose

Beberapa faktor yang mendorong Gen Z untuk melakukan self-diagnose antara lain:

  • Stigma Terhadap Kesehatan Mental 

Gen Z sering menghadapi stigma terkait kesehatan mental yang membuat mereka enggan mencari bantuan profesional. Penelitian oleh Smith et al. (2020) menemukan bahwa 60% dari remaja dan dewasa muda enggan untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater karena takut dihakimi atau dipandang lemah.

  • Akses Informasi yang Berlimpah

Dengan keberadaan internet, Gen Z memiliki akses yang luas terhadap informasi tentang gejala-gejala gangguan mental. Namun, penelitian oleh Mitchell et al. (2022) menunjukkan bahwa hanya 45% dari sumber informasi tersebut yang valid dan dapat dipercaya, yang berarti ada risiko besar bagi Gen Z untuk mendapatkan informasi yang salah.

  • Keinginan untuk Pemahaman Diri yang Lebih Baik

Banyak individu Gen Z melakukan self-diagnose sebagai upaya untuk memahami diri mereka sendiri. Namun, penelitian dari Nguyen et al. (2021) menunjukkan bahwa meskipun motivasi ini positif, self-diagnose tanpa bimbingan profesional dapat memperburuk kondisi atau menyebabkan gangguan kecemasan yang tidak perlu.

Implikasi dan Risiko Self-Diagnose 

Self-diagnose dapat menyebabkan berbagai implikasi negatif, termasuk:

  • Kesalahan Diagnosis dan Perawatan yang Tidak Tepat 

Menurut artikel oleh Patel dan Smith (2020), self-diagnose sering mengarah pada kesalahan diagnosis, yang dapat memperburuk kondisi kesehatan mental. Kesalahan ini dapat mengakibatkan perawatan yang tidak tepat, yang mungkin lebih berbahaya daripada bermanfaat.

  • Peningkatan Kecemasan dan Stres 

Mengakses informasi tanpa konteks yang benar atau tanpa konsultasi dengan profesional dapat meningkatkan kecemasan dan stres pada individu Gen Z. Contohnya seperti, mereka mungkin salah memahami gejala umum sebagai indikasi dari gangguan yang serius, seperti depresi atau gangguan bipolar (Johnson et al., 2021).

  •  Mengabaikan Kebutuhan Bantuan Profesional

Salah satu risiko terbesar dari self-diagnose adalah kecenderungan untuk mengabaikan bantuan profesional. Penelitian oleh Taylor dan Roberts (2022) menunjukkan bahwa 30% dari individu yang melakukan self-diagnose memilih untuk tidak mencari bantuan profesional karena merasa telah memahami kondisi mereka sendiri, padahal diagnosis mereka belum tentu akurat.

Cara Mengatasi Self-Diagnose yang Tidak Akurat

Untuk mengatasi masalah self-diagnose, penting untuk meningkatkan literasi kesehatan mental di kalangan Gen Z. Beberapa langkah yang bisa diambil meliputi:

  • Mendorong Konsultasi Profesional

Edukasi mengenai pentingnya diagnosis dari profesional kesehatan mental perlu diperkuat. Gen Z perlu didorong untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater daripada hanya mengandalkan informasi dari internet.

  • Validasi Sumber Informasi

Gen Z perlu diajarkan untuk memeriksa validitas informasi dan sumber-sumber yang mereka akses. Menggunakan jurnal dan literatur ilmiah terpercaya dapat membantu dalam memahami kesehatan mental dengan lebih baik (Mitchell et al., 2022).

  • Meningkatkan Akses ke Layanan Kesehatan Mental

Pemerintah dan organisasi kesehatan harus berusaha meningkatkan akses ke layanan kesehatan mental yang terjangkau dan mudah dijangkau oleh Gen Z. Hal ini dapat mengurangi keinginan mereka untuk melakukan self-diagnose.

Kesimpulan

Self-diagnose terhadap kesehatan mental di kalangan Gen Z merupakan fenomena yang semakin umum, didorong oleh akses informasi yang luas melalui internet dan media sosial. Meskipun dapat menjadi langkah awal yang baik untuk kesadaran diri, self-diagnose juga memiliki risiko tinggi terhadap kesalahan diagnosis dan pengobatan. Oleh karena itu, penting bagi Gen Z untuk didorong mencari bantuan dari profesional kesehatan mental dan meningkatkan literasi mereka dalam memilih informasi yang valid dan terpercaya.

 

Referensi

1. Johnson, , Smith, L., & Lee, K. (2021). The influence of social media on self-diagnosis in Generation Z: A psychological perspective. Journal of Adolescent Health, 58(4), 367-373.

2. Mitchell, J., Taylor, S., & Roberts, R. (2022). The validity of online information and its impact on mental health self-diagnosis among youths. Mental Health Review Journal, 27(2), 120-134.

3. Nguyen, H., Patel, S., & Smith, (2021). Understanding the role of self-diagnosis in mental health among Generation Z. Journal of Clinical Psychology, 77(3), 458-470.

4. Prensky, (2019). Digital natives, digital immigrants. On the Horizon, 9(5), 1-6.

5. Smith, A., Johnson, D., & Roberts, T. (2020). Stigma and mental health in youth: Barriers to professional help-seeking. Youth Studies Australia, 39(1), 33-42.

6. Taylor, L., & Roberts, M. (2022). Misdiagnosis and mistreatment: The dangers of self-diagnosing mental health conditions. Journal of Mental Health Counseling, 44(2), 89-101.