Reader, siapa yang tidak tahu tentang berita Loly dan Nikita Mirzani? Topik yang menarik perhatian nih, terutama dalam konteks dinamika keluarga dan hubungan interpersonal. Kali ini, penulis bakalan bahas konflik antara Vadel, Loly, dan ibunya Nikita Mirzani dengan pendekatan berbeda nih. Kita akan mengupas bagaimana fungsi dan mekanisme otak mempengaruhi perilaku individu dalam konflik ini.

Sebelum kita mendalami lebih jauh tentang bagaimana sistem otak bekerja dalam situasi konflik, penting untuk memahami latar belakang permasalahan antara Vadel, Loly, dan Nikita Mirzani. Konflik yang terjadi di antara mereka bukan hanya melibatkan aspek emosional, tetapi juga bagaimana individu merespons tekanan, hubungan keluarga, dan dinamika kekuasaan di dalamnya.

Dari sudut pandang ilmu psikologi, konflik interpersonal, terutama dalam keluarga, seringkali melibatkan aktivasi bagian otak yang mengatur emosi dan pengambilan keputusan, seperti amigdala dan prefrontal cortex. Amigdala berperan penting dalam memproses emosi negatif, seperti marah atau takut, sementara prefrontal cortex bertanggung jawab atas pengendalian diri dan pengambilan keputusan rasional.

Konflik ini juga bisa dipahami dalam kerangka teori attachment atau keterikatan, di mana hubungan anak dan orang tua mempengaruhi cara individu mengelola emosi dalam situasi sulit. Faktor lingkungan dan pengalaman masa lalu turut membentuk respons mereka terhadap stres dan perbedaan pendapat, yang seringkali bisa memicu konflik lebih lanjut.

Dalam artikel ini, saya akan memfokuskan pembahasan pada sistem otak yang berperan dalam perilaku selama konflik, dan bagaimana pemahaman tentang hal ini dapat memberikan wawasan lebih dalam mengenai dinamika konflik yang terjadi antara Vadel, Loly, dan Nikita Mirzani

Awal Permasalahan

Permasalahan ini bermula ketika Lolly, putri Nikita Mirzani, masih berada di Inggris untuk melanjutkan pendidikannya. Selama di sana, terjadi perdebatan antara Lolly dan sang ibu Nikita Mirzani hingga akhirnya Lolly Kembali ke Indonesia namun karna ada nya konflik  antar ibu dan anak jadi Lolly tidak Kembali kerumah dan memilih untuk tinggal sendiri, Ketika di uk Lolly menjalin hubungan dengan Vadel Badjideh. Hubungan ini kemudian menjadi sumber ketegangan antara Lolly dan ibunya, Nikita Mirzani, yang merasa khawatir dan tidak setuju dengan hubungan tersebut. Ketegangan semakin meningkat ketika Lolly kembali ke Indonesia dan hubungan dengan Vadel terus berlanjut. Nikita merasa bahwa Vadel memberikan pengaruh buruk pada putrinya, yang memicu berbagai konflik di antara mereka. Dari perspektif neuropsikologi, amigdala mungkin berperan dalam respons emosional kuat yang ditunjukkan oleh Nikita, seperti kemarahan dan ketakutan. Korteks prefrontal, yang terlibat dalam pengendalian impuls dan pengambilan keputusan, mungkin mempengaruhi keputusan Nikita untuk mengambil tindakan hukum terhadap Vadel. Pada 12 September 2024, Nikita Mirzani melaporkan Vadel Badjideh ke Polres Metro Jakarta Selatan. Laporan tersebut terkait dengan dugaan persetubuhan anak di bawah umur dan aborsi yang tidak sesuai ketentuan hukum. Nikita merasa marah dan kecewa dengan perlakuan Vadel terhadap putrinya, yang memicu tindakan hukum tersebut. Laporan ini teregister dengan nomor LP/B/2811/IX/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel/Polda Metro Jaya1.

Peran Amigdala dalam Respons Emosional

Amigdala adalah bagian otak yang berperan penting dalam pengolahan emosi, terutama yang berhubungan dengan rasa takut, marah, dan kecemasan. Dalam kasus konflik antara Nikita, Lolly, dan Vadel, amigdala bisa menjadi faktor utama yang memicu respons emosional yang intens, seperti kemarahan dan frustrasi. Ketika seseorang merasa terancam atau diserang, amigdala mengirim sinyal yang dapat memicu reaksi “fight or flight” atau melawan atau menghindar. Jika Nikita merasa bahwa tindakan Lolly atau Vadel merusak hubungan keluarga atau mengancam posisinya sebagai ibu, respons emosionalnya mungkin lebih dipengaruhi oleh aktivitas di amigdala.

Demikian juga, Lolly, yang berada dalam masa remaja, sedang mengalami perkembangan otak yang signifikan, terutama di area amigdala dan korteks prefrontal (bagian otak yang bertanggung jawab untuk pengambilan keputusan). Ini berarti, konflik emosional dengan ibunya dan pengaruh pacarnya bisa menimbulkan reaksi emosional yang lebih kuat karena perubahan pada struktur otak yang belum sepenuhnya matang.

Fungsi Korteks Prefrontal dalam Pengambilan Keputusan

Korteks prefrontal adalah bagian otak yang bertanggung jawab atas perencanaan, pengambilan keputusan, dan pengendalian diri. Pada orang dewasa, bagian ini lebih berkembang dan membantu dalam mengatur emosi serta membuat keputusan yang rasional. Namun, pada remaja seperti Lolly, korteks prefrontal masih berkembang, sehingga keputusan yang diambil seringkali lebih didasarkan pada emosi daripada logika.

Konflik yang terjadi antara Lolly dan ibunya mungkin dapat dijelaskan dengan pengaruh otak terhadap perilaku pengambilan keputusan. Saat remaja, otak cenderung lebih impulsif dan dipengaruhi oleh emosi, seperti cinta atau kemarahan. Hubungan dengan Vadel mungkin menambah kompleksitas konflik ini, di mana Lolly mungkin merasa loyal pada pacarnya, bahkan jika hal itu bertentangan dengan pandangan atau harapan ibunya.

Sistem Limbik dan Pengaruh Hubungan Sosial

Sistem limbik adalah bagian otak yang mengatur emosi, motivasi, dan perilaku sosial. Hubungan antara Lolly dan Vadel bisa dipengaruhi oleh aktivitas di sistem limbik, yang mendorong kedekatan emosional dengan orang-orang terdekat. Ketika Lolly merasakan dukungan emosional dari Vadel, ia mungkin lebih cenderung berpihak pada pacarnya daripada ibunya dalam situasi konflik. Sistem limbik juga berperan dalam perilaku afeksi dan kelekatan, yang dapat membuat seseorang lebih mudah terpengaruh oleh orang-orang yang memberikan dukungan emosional, seperti pasangan romantis.

Peran Neuroplastisitas dalam Dinamika Keluarga

Neuroplastisitas adalah kemampuan otak untuk berubah dan beradaptasi berdasarkan pengalaman. Pengalaman konflik dan stres berkepanjangan dapat mengubah cara otak memproses emosi dan situasi sosial.  konflik antara Nikita dan Lolly berlangsung lama, ini bisa membentuk pola interaksi yang lebih defensif dan emosional, karena otak mulai terbiasa merespons konflik dengan cara tertentu. Pola-pola ini bisa diperkuat seiring waktu dan membuat resolusi konflik menjadi semakin sulit.

Namun, neuroplastisitas juga memberi harapan untuk perubahan positif. Dengan intervensi yang tepat, seperti terapi keluarga atau konseling psikologis, hubungan antara Nikita, Lolly, dan Vadel bisa diperbaiki. Otak dapat belajar cara-cara baru untuk berkomunikasi dan merespons konflik, menciptakan pola interaksi yang lebih sehat dan penuh empati.

Kesimpulan

Konflik antara Nikita Mirzani, Lolly, dan Vadel adalah contoh nyata bagaimana faktor neurobiologis, psikologis, dan sosial dapat berinteraksi dan mempengaruhi dinamika hubungan interpersonal. Dengan pendekatan yang tepat, ada peluang untuk memperbaiki hubungan yang rusak dan menciptakan pola interaksi yang lebih sehat dan positif di masa depan.
Dari perspektif neuropsikologi, konflik antara Nikita Mirzani, Lolly, dan pacarnya Vadel bisa dipahami sebagai hasil interaksi antara struktur otak, perkembangan psikologis, dan dinamika sosial. Amigdala, korteks prefrontal, dan sistem limbik memainkan peran penting dalam mengatur emosi, pengambilan keputusan, dan hubungan sosial dalam konflik ini. Sementara itu, neuroplastisitas menawarkan peluang untuk perbaikan dan perubahan positif dalam pola interaksi mereka. Memahami bagaimana otak mempengaruhi perilaku dapat memberi wawasan yang lebih dalam tentang konflik keluarga yang kompleks ini. Dengan pendekatan yang tepat, seperti terapi keluarga atau konseling, hubungan yang rusak dapat dipulihkan melalui proses pembelajaran dan adaptasi otak yang  berkelanjutan.

 

 

Referensi:

CNN Indonesia. (2024). Alasan kuat Nikita Mirzani laporkan Vadel Badjideh ke polisi. Diakses dari CNN Indonesia