Signifikansi kegiatan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari manusia menyebabkan diperlukannya alternatif cara komunikasi yang dapat menjembatani kegiatan komunikasi yang sebelumnya tampak mustahil untuk dilaksanakan. Karena permasalahan ini, manusia pun mulai mengembangkan teknologi yang dapat membantu hal tersebut, dengan penemuan seperti api unggun yang digunakan oleh manusia purba untuk berkomunikasi dalam jarak jauh. Penemuan signifikan pertama dalam dunia komunikasi adalah penemuan telepon pertama yang pertama kali beroperasi di 36 Coleman Street, di London pada tahun 1879 yang ditemukan oleh ilmuwan Alexander Graham Bell. Adapun komunikasi antar negara yang dilakukan adalah pada tahun 1891 yang dilakukan oleh warga London ke Paris.

C. R. Licklider merupakan orang pertama yang berhasil mendeskripsikan interaksi sosial melalui media internet pada tahun 1962 di MIT melalui sebuah konsep yang disebutkan sebagai “Galactic Network”. Licklider juga merupakan kepala pertama DARPA pada Oktober 1962. Pada tahun 1961, Leonard Kleinrock dari MIT juga mempublikasi sebuah penelitian teori packet switching yang membantu Lawrence G. Roberts mengembangkan sistem yang menjadi langkah besar menuju komunikasi melalui internet. Tahun 1966, Roberts mulai mengembangkan sistem baru yang dinamakan sebagai APARNET, dan berhasil dijalankan demonstrasinya oleh Bob Kahn pada Oktober 1972 di International Computer Communication Conference (ICCC) yang merupakan asal mula dari komunikasi melalui media internet di World Wide Web (WWW).

Dengan terbentuknya internet, kegiatan komunikasi menjadi lebih mudah dengan adanya penghubung antar individu yang berjarak jauh. Sedari akhir Mei 2024, pengguna internet di Indonesia ada sebanyak 191 juta pengguna, dengan dominasi usia 18-34 tahun sebanyak 54% pengguna internet. Lalu, salah satu fitur dari internet yang paling sering digunakan pada masa ini adalah media sosial, dengan Instagram yang banyak dipakai oleh Generasi Z, dan Facebook yang digunakan oleh generasi Millenial. Media sosial menawarkan tingkatan anonimitas yang dapat diatur oleh pengguna itu sendiri. Hal ini dapat dilakukan baik dari membatasi informasi pribadi yang ditempatkan di profil media sosial, ataupun dari batasan konten yang diunggah.

Dampak positif dari anonimitas di media sosial bagi beberapa pengguna, seperti kebebasan berekspresi dan juga kebebasan kegiatan dalam media sosial. Dari dampak positif tersebut juga ada dampak negatif yang berupa rasa kebal dari konsekuensi yang dilakukan di media sosial, dan hal ini menyebabkan mereka berperilaku yang merugikan individu lain, baik dengan cara menyebarkan informasi pribadi (doxxing), atau sekadar penghinaan secara daring (online bullying). Dengan anonimitas ini, para pengguna media sosial juga seringkali melakukan tindakan yang biasanya dilakukan, akibat ruangan privasi yang diberikan oleh media sosial. Hal ini dapat disebabkan juga dari berkurangnya rasa empati yang dimiliki mereka akibat interaksi secara tidak langsung.

Interaksi secara tidak langsung ini juga dikenal sebagai Perspektif Computer-Mediated Communication, di mana individu meninggalkan komunikasi secara individu dengan komunikasi melalui media digital. Salah satu dampak dari hal ini adalah dengan adanya pembuatan avatar di dunia digital (Jordan, 1999). Avatar ini seringkali dilepaskan dari identitas diri sendiri, yang bisa membuat mereka hilang rasa bersalah saat melakukan perilaku tersebut. Avatar ini juga seringkali didukung oleh sesama orang yang memiliki pola pikir yang sama, dan menyebabkan Spiral of Silence, yang bisa menyebabkan perspektif publik berubah, dan melanjutkan penindasan minoritas oleh mayoritas yang seringkali berlindung dibalik avatar ini.

Karena permasalahan ini, perlu lagi adanya pertimbangan anonimitas penuh yang dapat mencegah kejadian ini untuk terlaksana, namun juga dengan mempertimbangkan mengenai hal apa yang bisa disimpan untuk menjaga anonimitas. Ini diperlukan karena akan banyak pengguna media sosial yang merupakan bagian dari kalangan muda, dan baik sebagai pelaku atau korban dapat mengubah arah lintasan kehidupan mereka kedepannya. Dengan adanya keseimangan dari kedua hal ini, diharapkan media sosial dapat menjadi lingkungan yang bisa lebih sering digunakan untuk space berekspresi diri dengan luas, tanpa perlu adanya dampak negatif yang diperoleh.