Tanda-tanda semakin nyata permasalahan ekonomi Indonesia. Selain meningkatnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan melemahnya nilai tukar rupiah yang terpuruk di atas Rp 16.400 per dolar AS, kini muncul sinyal penurunan daya beli masyarakat. Deflasi selama dua bulan berturut-turut menjadi salah satu indikasi penting yang perlu diperhatikan. Deflasi yang berlangsung dalam dua bulan terakhir menunjukkan permasalahan ekonomi yang makin jelas. Pada Juni 2024, deflasi tercatat sebesar 0,08%, lebih tinggi dibandingkan dengan Mei 2024. Menurut ekonom Ninasapti Triaswati, hal ini disebabkan oleh suku bunga yang tinggi, yang meningkatkan biaya pinjaman dan biaya produksi, serta kurangnya stimulus dalam penciptaan lapangan kerja. 

Setoran Pajak Penghasilan (PPh) badan juga anjlok drastis, terkontraksi minus 35,7% pada Mei 2024. Penurunan ini disebabkan oleh pencairan restitusi dan pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Nilai tukar rupiah yang rendah menyebabkan inflasi dan biaya produksi meningkat, dengan inflasi bahan pangan bergejolak mencapai 10,33% pada Maret 2024. 

Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur turun ke 50,7 pada Juni 2024, level terendah dalam 13 bulan, akibat melambatnya ekspansi output dan pesanan baru. Sektor tekstil mengalami PHK masal dengan 36 pabrik tutup. Presiden Jokowi merespons dengan kebijakan proteksi industri tekstil, termasuk Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk produk impor tekstil.

Presiden Jokowi akan meluncurkan kebijakan proteksi industri tekstil melalui Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk mengatasi dampak ekonomi dan PHK besar-besaran di sektor tekstil. 

 Reference: 

https://www.cnbcindonesia.com/news/20240702061153-4-550926/waspada-ekonomi-ri-hadapi-masalah-besar 

https://www.freepik.com/free-photo/flat-lay-finances-elements-composition-with-empty-notepad_11621102.htm#fromView=search&page=1&position=23&uuid=45e5d346-0c3d-420b-b54b-b81b16da23e3