Seperti yang kita semua ketahui, hingga saat ini ruang digital masih belum sepenuhnya inklusif, contohnya cyber bullying yang masih terjadi atau memarjinalkan suatu komunitas tertentu. Sama seperti real-human influencer, virtual influencer pun turut mencoba untuk mendobrak batasan tersebut dan membuka ruang digital menjadi tempat yang nyaman bagi semua individu.

Virtual influencer tidak selalu digambarkan sebagai sosok idola dengan penampilan, kepribadian dan kehidupan yang sempurna. Terdapat pula virtual influencer yang digambarkan sebagai sosok manusia biasa yang menjalani kehidupan sehari-hari atau yang mewakili komunitas tertentu.

Shudu Gram, sosok influencer virtual ini diciptakan untuk mewakili wanita berkulit hitam dan melawan rasisme. Nefele dengan vitiligo-nya dan Quietria Jesus dengan ukuran tubuhnya, berusaha menyuarakan mengenai self-love dan self-acceptance. Kami, virtual influencer dengan Down Syndrome, menjadi perwakilan dari kaum disabilitas intelektual.

Gambar: Shudu Gram dan Kami

Sumber: Instagram Shudu Gram (https://www.instagram.com/shudu.gram/) dan Kami (https://www.instagram.com/itskamisworld/)